Penyusunan Aturan Teknis PP Pengupahan Libatkan Dewan Pengupahan
Berita

Penyusunan Aturan Teknis PP Pengupahan Libatkan Dewan Pengupahan

Hanya enam Permenaker yang disiapkan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah. Foto: SGP
Aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah. Foto: SGP
Target penyelesaian Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) pelaksana teknis PP Pengupahan sudah pasti meleset. Awalnya, peraturan teknis itu bisa selesai akhir Februari 2016. Namun hingga kini delapan Permenaker amanat PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan masih terus digodok.

Berdasarkan informasi terbaru yang diperoleh hukumonline, Pemerintah juga tak akan menuangkan aturan teknis itu ke dalam 8 Permenaker. Jumlahnya dikonsolidasikan menjadi 6. Satu hal yang pasti, Pemerintah melibatkan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) saat membahas rancangan Permenaker tersebut.

Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, mengatakan delapan peraturan teknis akan dikeluarkan dalam 6 Permenaker. Isinya mengatur tentang Penghitungan Formula dan Upah Minimum untuk Provinsi, Kabupaten/Kota; Upah Minimum Sektoral; KHL; Struktur dan Skala Upah; Tunjangan Hari Raya (THR) dan Uang Service; dan Sanksi Administratif.

Haiyani memastikan proses penyusunan telah melibatkan Depeneas yang terdiri dari unsur serikat pekerja/buruh, asosiasi pengusaha dan Pemerintah. Selain kementerian Ketenagakerjaan, instansi Pemerintah yang dilibatkan adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. “Pembahasan kita lakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan,” kata Haiyani kepada wartawan di gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis (10/3).

Haiyani tak menampik proses pembahasan melewati target. Ia berdalih proses penyusunan dan pembahasan membutuhkan waktu panjang karena melibatkan banyak pihak dan yang diatur masalah teknis. Misalnya, untuk rancangan Permenaker tentang THR dan Uang Service pembahasannya melibatkan asosiasi pengusaha hotel dari berbagai kelas. Begitu pula dengan rancangan Permenaker tentang Sanksi Administratif, melibatkan BKPM di tingkat pusat sampai daerah.

Untuk rancangan Permenaker tentang Sanksi Administratif Haiyani mengatakan isinya sesuai amanat PP Pengupahan. Artinya, pengenaan sanksi administratif kepada perusahaan berupa pembatasan kegiatan usaha; penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan pembekuan kegiatan usaha. Jadi, pengenaan sanksi bakal melibatkan banyak lembaga, khususnya yang berwenang menerbitkan izin.

Agar pelaksanaannya berjalan lancar pembahasan rancangan Permenaker itu melibatkan pihak terkait seperti BKPM, Kementerian Perindustrian dan Kementerian perdagangan. Selaras itu petugas pengawas ketenagakerjaan berperan penting dalam menjatuhkan sanksi administratif. “Teknisnya nanti petugas pengawas ketenagakerjaan merekomendasikan kepada pihak terkait sanksi yang akan dijatuhkan kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di PP Pengupahan,” urai Haiyani.

Haiyani berjanji akan segera menerbitkan 6 rancangan Permenaker itu. Salah satu rancangan Permenaker yang sudah masuk finalisasi yakni tentang THR dan Uang Service yang diharapkan Maret 2016 selesai.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, setuju para pemangku kepentingan dilibatkan. Tanpa diundang pemerintah, Timboel mengatakan pemangku kepentingan harus aktif memberi masukan terhadap rancangan Permenaker itu. Kemudian, substansi yang diatur dalam Permenaker itu tidak boleh bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan.

Untuk rancangan Permenaker tentang THR dan Uang Service Timboel mengusulkan agar peraturan itu tidak saja mengatur uang service di perhotelan tapi juga sektor lain seperti perbankan dan supir.

Timboel mengusulkan pemebenahan Permenaker No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya. Dalam Permenaker No. 4 Tahun 1994 itu ada ketentuan yang mengatur siapa saja pekerja yang berhak mendapat THR. Pekerja dengan masa kerja 0-3 bulan tidak mendapat THR dan 3-12 bulan THR yang diperoleh dihitung secara proporsional. Menurutnya pembatasan itu tidak perlu karena setiap pekerja/buruh pasti punya kebutuhan yang sama di hari raya keagamaaan.

Rancangan Permenaker yang mengatur THR itu perlu mewajibkan pengusaha mencadangkan pembayaran THR dan wajib melaporkannya kepada dinas ketenagakerjaan atau Kementerian Ketenagakerjaan dua bulan sebelum hari raya. Pembayaran THR dilakukan 3 pekan sebelum hari raya. Dalam jangka waktu 3 pekan sebelum hari raya itu bisa digunakan petugas pengawas ketenagakerjaan untuk mendesak pengusaha membayar THR kepada pekerja/buruh. “Itu perlu dilakukan agar ada kepastian bahwa pengusaha membayar THR tepat waktu,” usul Timboel.

Soal penetapan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota, Timboel berpendapat harusnya tetap mengacu pasal 88 dan 89 UU Ketenagakerjaan. Untuk rancangan Permenaker tentang Sanksi Administratif, harus ada ketentuan yang mengamanatkan agar pengawasan dan pemberian sanksi dilakukan secara transparan sehingga serikat pekerja dan asosiasi pengusaha bisa melakukan pengawasan. “Pemangku kepentingan perlu dilibatkan untuk mengawal proses pengawasan dan pemberian sanksi administratif itu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait