Nurhadi Diduga Pernah Bertemu Tersangka Penyuap Panitera PN Pusat
Utama

Nurhadi Diduga Pernah Bertemu Tersangka Penyuap Panitera PN Pusat

Salah satu yang didalami dari Nurhadi mengenai PK AccrosAsia Limited.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Nurhadi usai menjalani pemeriksaan di KPK. Foto: RES
Nurhadi usai menjalani pemeriksaan di KPK. Foto: RES
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Doddy Aryanto Supeno. Selain Nurhadi, KPK juga mengagendakan pemeriksaan tiga anggota Polri, Andi Yulianto, Dwianto Budiawan, Fauzi Nugroho, Kuzaeni (sopir Edy Nasution), serta Chairperson PT Paramount Enterprise International Eddy Sindoro.

Namun, hanya Nurhadi dan Kuzaeni yang memenuhi panggilan penyidik, sedangkan tiga anggota Polri dan Eddy tidak memenuhi panggilan KPK tanpa keterangan. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, penyidik membutuhkan keterangan Nurhadi untuk mengkonfirmasi beberapa hal terkait Doddy.

Doddy merupakan tersangka penyuap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution. Meski tidak menjelaskan secara detail keterangan apa yang dibutuhkan penyidik dari Nurhadi, Yuyuk mengungkapkan, Doddy diduga pernah melakukan pertemuan dengan Nurhadi. "Diduga (seperti itu)," katanya di KPK, Selasa (24/5).

Selain soal pertemuan Doddy dan Nurhadi, lanjut Yuyuk, ada beberapa hal lain yang akan didalami penyidik dari Nurhadi, yaitu soal uang Rp1,7 miliar dan dokumen yang disita dari rumah Nurhadi di Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penyidik juga mendalami soal peninjauan kembali (PK) perkara pailit AccrosAsia Limited.

Sebagaimana diketahui, Doddy dan Edy diduga mengurus dua perkara anak usaha Lippo Group. Dua perkara itu adalah perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Kymco Lippo Motor Indonesia dan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk. PK AcrossAsia Limited hingga kini masih berproses di MA.

Terkait pengurusan perkara PK AccrosAsia Limited, Nurhadi diduga menghubungi Edy untuk meminta percepatan pengiriman berkas PK AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk dalam perkara pailit. Berkas PK itu tercatat masuk ke MA pada 11 April 2016 dan sekarang sedang dalam pemeriksaan tim KHS MA.

Nurhadi sendiri tak banyak berbicara usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Ia hanya mengaku ditanyakan soal tugas dan fungsinya selaku Sekretaris MA. Ketika ditanyakan mengenai uang Rp1,7 miliar dan mengapa di rumahnya ditemukan sejumlah dokumen terkait perkara Lippo Group, Nurhadi bungkam.

Nurhadi berjalan cepat menuju mobilnya. Akan tetapi, ketika wartawan menanyakan mengapa Nurhadi menyembunyikan sopirnya yang bernama Royani, Sekretaris MA ini malah kembali melontarkan pertanyaan. "Siapa yang ngomong gitu," ucapnya. Ia menegaskan tidak mengetahui keberadaan Royani.

Untuk menguak keterlibatan Nurhadi, KPK tengah berupaya menghadirkan Royani, pegawai MA yang juga orang dekat Nurhadi. Royani sudah dua kali dipanggil sebagai saksi, tetapi tidak pernah hadir. KPK menduga ketidakhadiran Royani karena adanya campur tangan Nurhadi. Royani juga diduga disembunyikan.

Demi menghadirkan Royani, KPK mengupayakan sejumlah cara, termasuk berkoordinasi dengan MA. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pimpinan KPK Laode M Syarif telah bertemu Ketua MA Hatta Ali. Walau tidak mengungkap detail isi pertemuan tersebut, yang pasti salah satunya terkait dengan kasus Edy.

Agus menganggap, keterangan Royani dapat merangkai "puzzle" untuk mengungkap mafia peradilan. "Kita sedang mencari supirnya. Itu juga dalam merangkaikan 'puzzle'-nya. Kan paniteranya sudah ada, pelaku-pelaku yang lain. Pasalnya nanti kita gabungkan dan mengarah, oh mafia peradilan, ini toh pelakunya," tuturnya.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Edy dan Doddy. Keduanya ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan di basement sebuah hotel di bilangan Kramat Raya, Jakarta Pusat sesaat setelah serah terima uang. Doddy diketahui pernah menjadi Direktur di anak usaha Lippo, PT Dunia Kreasi Keluarga.

Dari hasil operasi tangkap tangan (OTT), KPK menyita uang sejumlah Rp50 juta. Pemberian uang Rp50 juta itu diduga bukan yang pertama kali. Pemberian pertama, yaitu sebesar Rp100 juta diduga dilakukan pada Desember 2015. Sementara, pemberian yang dijanjikan kepada Edy adalah sebanyak Rp500 juta.

Eddy Sindoro mangkir lagi
Bos PT Paramount, Eddy Sindoro kembali mangkir dari pemeriksaan KPK. Yuyuk mengatakan, penyidik sudah dua kali melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadap Eddy. Namun, Eddy tidak memenuhi dua panggilan tersebut tanpa keterangan. "Sudah dua kali. Penyidik akan berupaya memanggil kembali," tuturnya.

Sebenarnya, apa peran Eddy dan PT Paramount? Eddy sudah dicegah berpergian ke luar negeri per tanggal 4 Mei 2016, bahkan kantornya pun digeledah. Ketika ditanyakan apakah Eddy dan PT Paramount ini berkaitan dengan sumber uang yang digunakan untuk pengurusan sejumlah perkara Lippo Group, Yuyuk mengaku belum mendapat informasi.

Sebelumnya, Yuyuk mengungkapkan, Eddy diduga mengetahui beberapa perkara sengketa yang melibatkan korporasi besar dalam kasus Edy dan Doddy. Eddy juga diduga berhubungan dengan Doddy melalui beberapa perantara yang saat ini sudah diperiksa sebagai saksi. Beberapa saksi yang diperiksa KPK, antara lain Suhendra Atmadja, Heri, dan Rudy Nanggulangi.

Para sakai itu diketahui sebagai mantan-mantan petinggi di anak usaha Lippo Group. Suhendra tercatat pernah menjadi Wakil Presiden Komisaris di Lippo Cikarang dan Presiden Komisaris di Lippo Securities. Sementara, Rudy, pada 2015, menjabat Presiden Komisaris PT Multi Prima Sejahtera Tbk yang dahulu bernama PT Lippo Enterprise Tbk.

Rudy menjabat pula sebagai Presiden Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana (nak usaha PT Multi). Heri juga merupakan salah satu petinggi PT Metropolitan, yakni sebagai Komisaris. PT Metropolitan merupakan salah satu pemegang saham PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Di lain pihak, Eddy sendiri pernah menjadi Komisaris PT Lippo Karawaci Tbk.

Selain itu, Eddy juga pernah menduduki jabatan penting di sejumlah anak usaha Lippo Group, seperti Presiden Komisaris PT Lippo Cikarang Tbk, PT Pacific Utama Tbk, PT Lippo Land Development Tbk, Chairman dan Presiden Direktur PT Bank Lippo Tbk, PT Siloam Healthcare Tbk, serta Komisaris PT Multipolar Tbk dan PT Matahari Putra Prima Tbk.
Tags:

Berita Terkait