Hadapi Ujian PPAT? Yuk, Intip Kisi-Kisinya
Berita

Hadapi Ujian PPAT? Yuk, Intip Kisi-Kisinya

Kisi-kisi ini bersifat informatif agar calon PPAT peserta ujian bisa lebih optimal mempersiapkan diri dalam ujian. Sebab, Kementerian ATR/BPN rencananya akan menerapkan standar kelulusan yang tinggi mulai penyelenggaraan ujian.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Sutoro (paling kanan). Foto: NNP
Sutoro (paling kanan). Foto: NNP
Dalam waktu dekat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) direncanakan akan menggelar ujian penerimaan bagi calon Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pokok bahasan yang akan diujikan masih seperti penyelenggaraan sebelumnya yang merujuk pada Peraturan Kepala BPN Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 12 ayat (3) aturan tersebut menyebutkan enam pokok materi yang akan diujikan ke setiap peserta ujian. Dari beberapa penyelenggaraan ujian, diketahui komposisi materi terdiri dari 30 persen praktik pembuatan akta dan sisanya teori berkaitan dengan tugas dan jabatan PPAT. Namun, untuk lebih mempermudah ketika mempelajari dan mendalami materi, agaknya kisi-kisi menjadi penting diketahui terutama bagi para calon PPAT yang akan menghadapi ujian.

Hal ini terungkap dalam acara “Pendidikan dan Pelatihan dalam Rangka Mempersiapkan PPAT yang Berkualitas dan Berintegritas” yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) dan didukung sejumlah narasumber dari Kementerian ATR/BPN pekan lalu. Hukumonline mencoba menghimpun kisi-kisi yang layak diketahui para calon PPAT dari pemaparan sejumlah narasumber baik perwakilan dari pihak Kementerian ATR/BPN maupun PP IPPAT.

Berikut kisi-kisi yang berhasil dihimpun atas enam materi yang akan diujikan:

1.    Hukum Pertanahan Nasional
Setiap calon PPAT wajib membaca UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Tak cuma membaca, calon PPAT wajib memahami serta menghafal substansi yang diatur di dalamnya, antara lain mengenai jenis-jenis hak atas tanah di Indonesia mulai dari hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai.

Kepala Seksi PPAT pada Direktorat Pembebanan Hak dan PPAT Kementerian ATR/BPN, Sutoro mengatakan bahwa penting juga menghafal mengenai jangka waktu atas masing-masing hak atas tanah. Selain jangka waktu, perlu juga dipahami dan dihafalkan aturan terkait lain yang menjadi turunan UUPA seperti Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Pakemnya itu saja, tambahan paling regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh (Peraturan) Kepala BPN,” kata Sutoro.

2.    Organisasi dan Kelembagaan Pertanahan
Soal-soal yang mungkin akan ditanyakan saat ujian berkenaan dengan organisasi dan kelembagaan pertanahan adalah seputar struktur organisasi pada Kementerian ATR/BPN. Biasanya, soal yang muncul dalam penyelenggaraan ujian beberapa tahun belakangan menanyakan tentang sejarah lembaga saat masih BPN terpisah dengan kementerian hingga saat ini bergabung menjadi Kementerian ATR/BPN.

Dikatakan Sutoro, calon PPAT mesti menghafalkan periodisasi waktu ke waktu perubahan struktur pada BPN. Cari tahu juga, mengenai waktu-waktu penting seputar lembaga BPN, seperti tonggak sejarah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 sebagai awal berdirinya BPN. Lalu, mulai tahun 1993, tugas Kepala BPN mulai dirangkap oleh Menteri Negara Agraria yang memimpin dua lembaga, yakni Kementerian Agraria dan BPN (saat ini, Kementerian ATR/BPN).

Selain itu, Sutoro menyebutkan penting juga diketahui dan dihafalkan tujuh Direktorat Jenderal (Ditjen) pada lingkungan Kementerian ATR/BPN baik yang berlaku saat ini maupun perubahannya. Tak cuma level pejabat eselon I, perhatikan juga hingga tingkat Sekretariat Jenderal, Inspektorat, hingga Staf Ahli Kementerian, Kantor Wilayah BPN, dan Kantor Pertanahan sebagaimana diatur lewat Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan.

“PPAT ini di bawah Dirjen (Direktur Jenderal) Hubungan Hukum Keagrariaan. Harus paham juga susunan kantor pertanahan. Ada berapa total seluruh Kantor Wilayah. Ini yang akan diuji soal struktur organisasi,” sebut Sutoro.

Tak kalah pentingnya, beberapa ujian PPAT pernah menanyakan seputar ‘tujuh tertib’ BPN. Program Sapta Tertib Pertanahan itu resmi diluncurkan BPN ketika Hari Agraria Nasional dan Hati Tani Nasional ke-52 melalui Keputusan Kepala BPN RI Nomor 277/KEP-71/VI/2012 Tahun 2012 tentang Sapta Tertib Pertanahan. Ketujuh tertib itu, antara lain tertib administrasi, tertib anggaran, tertib perlengkapan, tertib perkantoran, tertib kepegawaian, tertib disiplik kerja, dan tertib moral.

Hukumonline.com
Sumber: Kementerian ATR/BPN

3.    Pendaftaran Tanah
Dalam menjawab pertanyaan seputar pendaftaran tanah, calon PPAT dapat merujuk PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan aturan teknis dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dari beberapa penyelenggaran ujian PPAT, seringkali muncul pertanyaan mengenai dua jenis pendaftaran, meliputi pendaftaran tanah pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Lalu, muncul juga pertanyaan mengenai proses pendaftaran tanah, seperti sistem sporadik dan sistematis. (Baca Juga: PPAT Akan Diberi Izin Lakukan Pengukuran Bidang Tanah)

Dikatakan Sutoro, calon PPAT juga mesti mendalami hal yang berkaitan erat dengan pendaftaran tanah. Misalnya, aturan teknis seputar pengadaan tanah terutama yang bersinggungan dengan tugas dan wewenang PPAT. Selain itu, calon PPAT mesti mempersiapkan juga apabila ternyata muncul pertanyaan seputar tanah wakaf. Biasanya, pertanyaan yang muncul berkutat pada apa objek tanah yang dapat dilakukan wakaf dan jenis akta untuk perbuatan hukum wakaf oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Perhatikanlah substansi UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

“Misal wakaf dahulu hanya bisa dilakukan diatas tanah hak milik. Namun, dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 ternyata semua jenis tanah bolah menjadi objek wakaf. Wakif adalah orang yang melakukan wakaf, baik orang, organisasi, atau badan hukum. Nazif adalah pihak yang menerima wakaf. PPAT harus paham bawha dalam konteks ini, sebetulnya yang adalah PPAIW,” katanya.

Satu poin penting yang mesti dipersiapkan, calon PPAT juga mesti belajar menghitung pajak baik pajak penghasilan (PPh) hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangungan (BPHTB). Kata Sutoro, calon PPAT mesti juga memahami substansi dari UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tetutama mulai Pasal 85 hingga Pasal 105 undang-undang tersebut. Lebih lanjut, kemungkinan calon PPAT juga akan diminta menghitung besaran pajak tersebut mengenai PP Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PP Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. “Lihat juga aturan lain seperti Perda terkait,” katanya.

4.    Peraturan Jabatan PPAT
Calon PPAT dapat merujuk pada PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk memahami seputar tugas dan wewenag profesi PPAT. Sejatinya, PPAT terdiri dari PPAT umum (notaris), PPAT Khusus, dan PPAT Sementara. Untuk berjaga-jaga, calon PPAT disarankan membaca apa beda dari ketiga jenis PPAT tersebut.

Menurut Sutoro, calon PPAT disarankan agar memahami substansi perubahan antara PP Nomor 24 Tahun 2016 dan PP Nomor 37 Tahun 1998. Besar kemungkinan, substansi terbaru itu akan masuk dalam soal ujian. Misalnya, perubahan usia minimal PPAT menjadi 22 tahun atau yang banyak menarik perhatian, seperti perluasan wilayah kerja PPAT menjadi satu provinsi. (Baca Juga: 3 Potensi Masalah Bagi PPAT Akibat Perluasan Wilayah Kerja)

Selain itu, calon PPAT tak ada salahnya juga memahami substansi dari Peraturan Kepala BPN Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Tak kalah menariknya, mesti dipahami soal formasi PPAT, alasan PPAT berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.

5.    Pembuatan Akta PPAT
Ini menjadi penting mengingat penyelenggaraan ujian PPAT dari tahun ke tahun selalu memunculkan soal yang meminta peserta ujian PPAT membuat akta. Sebagaimana diketahui, Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur bahwa PPAT berwenang membuat delapan jenis akta, mulai dari jual beli, tukar menukar, hibah, inbreng, pembagian hak bersama, pemberian HGU, pemberian Hak Tanggungan, pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. “Pelajari 8 jenis akta yang menjadi kewenangan PPAT,” kata Sutoro.

Lebih lanjut, Sutoro mengatakan bahwa calon PPAT disarankan tak hanya berlatih membuat delapan jenis akta tersebut. Sebab, soal yang ditanyakan biasanya disertai juga dengan kasus posisi yang dimana PPAT diminta menentukan jenis akta yang paling tepat untuk ‘membungkus’ perbuatan hukum pihak dalam soal tersebut. biasanya, jumlah soal yang meminta membuat akta sekitar 2–3 soal.

Notaris dan PPAT kota Jakarta Barat, Diah Sulistyani Muladi menyarankan agar calon PPAT membuat akta layaknya PPAT sesungguhnya. Maksudnya, buatlah akta dengan memperhatikan teknis yang lazim dilakukan setiap PPAT seperti membuat kop surat yang berisi nama PPAT, alamat, nomor akta secara lengkah. Tak cuma itu, calon PPAT juga mesti memperhatikan substansi akta seperti premis-premis, kalimat pembuka dan penutup hingga tanda tangan para pihak.

“Latihan membuat tanda-tangan yang berbeda-beda untuk tes. Bawalah penggaris dan lengkapi kalimat pembuka dan kalimat penutup dalam akta. Lalu lengkapi dengan meterai tidak perlu asli, gambar seolah-olah itu meterai,” sebut Listi, -sapaan akrab Diah-.

6.    Etika Profesi
Sebetulnya ini menjadi domain organisasi profesi PPAT, yakni Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) yang diketuai oleh Syafran Sofyan. Salah satu substansi terkait kode etik PPAT tak disebut dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 dan PP Nomor 24 Tahun 2016. Namun, dalam Pasal 28 ayat ayat (2) huruf c Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 dinyatakan PPAT diberhentukan dengan tidak hormat oleh Kepala BPN salah satunya karena melanggar kode etik profesi.

Kode etik profesi PPAT disusun oleh organisasi profesi PPAT dan ditetapkan oleh Kepala BPN dan berlaku secara nasional. Penelusuran hukumonline, kode etik profesi PPAT yang berlaku saat ini, yakni hasil keputusan Kongres IV IPPAT tanggal 31 Agustus – 1 September 2007.  “Kita ingin PPAT profesional dalam jalankan jabatannya,” tutup Sutoro.

Tak Ada Istilah ‘Cuci Gudang’
Dikatakan Sutoro, calon PPAT yang akan mengikuti ujian mestinya tak sekedar belajar karena ingin sebatas lulus dalam Ujian PPAT. Pasalnya, dalam penyelenggaraan ujian PPAT mendatang, Menteri ATR/ Kepala BPN, Sofyan Djalil berpesan agar tidak mudah memberikan kelulusan kepada peserta. Menteri Sofyan, kata Sutoro, ingin agar calon PPAT yang dinyatakan lulus dalam ujian adalah orang yang memang benar-benar memiliki kualitas. Asumsinya, calon PPAT yang siap dalam mengikuti ujian berarti siap juga bekerja sebagai PPAT.

“Ujian kali ini tidak ada lagi yang istilahnya ‘cuci gudang’. Hasil ujian baik, maka asumsinya bisa menjadi PPAT yang baik. Bisa saja dari 100 persen, hanya 50 persen saja yang lulus,” kata Sutoro.

Lebih lanjut, Sutoro berharap agar calon PPAT memiliki perspektif bahwa pengetahuan mendalam seputar profesi PPAT menjadi kunci keberhasilan setiap karier PPAT. Dan yang terpenting, lulus ujian PPAT bukanlah akhir dari proses. Sebaliknya, ini menjadi fase mereka memasuki dunia profesi baru di bidang pertanahan yang boleh dikatakan sangat menjanjikan.

“Ini hanya sebatas gambaran, tips kami pelajari secara lebih mendalam dan teknis. Kuasai aturan tetapi juga pahami kasus,” ujarnya.

Mesti juga dicatat, rencananya untuk kali pertama Kementerian ATR/BPN akan menyelenggarakan ujian secara komputerisasi. Kemungkinan, teknis menjawab akan menggunakan perangkat komputer sebagai lembar penjawabnya. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada ketetapan mengenai teknis ujian pembuatan akta apakah juga menggunakan perangkat komputer atau tetap tertulis secara manual. (Baca Juga: Kali Pertama, Ujian PPAT Bakal Dilakukan Secara Komputerisasi)
Tags:

Berita Terkait