Pelaksanaan Holding Bank Pembangunan Daerah Dinilai Sulit Terealisasikan
Berita

Pelaksanaan Holding Bank Pembangunan Daerah Dinilai Sulit Terealisasikan

OJK menyarankan agar dibentuk virtual holding untuk sinergitas antar BPD.

Oleh:
ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Firdaus Djaelani (kiri). Foto: RES
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Firdaus Djaelani (kiri). Foto: RES
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani menilai wacana pembentukan induk usaha Bank Pembangunan Daerah atau holding BPD, sulit direalisasikan. "Secara teori (pembentukan holding BPD) bisa saja, tapi pelaksanaannya susah," ujar Firdaus di Lombok, Selasa( 23/8).

Menurut Firdaus, kondisi BPD yang saat ini berjumlah 26 bank, tidaklah sama seperti pembentukan holding BUMN yang juga direncanakan pemerintah. BUMN dimiliki oleh pemerintah selaku pemilik tunggal, sedangkan BPD di tiap provinsi dimiliki oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

"Situasinya agak berbeda dengan BUMN di mana pemiliknya tunggal," kata Firdaus. (Baca Juga: Aturan Branchless Banking untuk BPD Terbit November)

Ia menuturkan, OJK justru mendorong adanya virtual holding atau semacam holding tidak resmi yang terbentuk karena adanya sinergi dari BPD itu sendiri. "Bagaimana seluruh BPD melalui transformasi itu bersatu. Misalnya, bunga pinjaman antar BPD tidak terlalu mahal, itu kan bisa saling membantu (antar BPD)," ujarnya.

OJK juga berharap BPD bisa menjadi regional champion atau bersaing dengan bank lain di wilayahnya sendiri, kendati memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. "BPD harus perkuat kerja sama melalui Asbanda (asosiasi bank pembangunan daerah) dan juga terus berkoordinasi dengan Kemendagri, ini barangkali (sinergi) yang bisa lebih jalan," kata Firdaus.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menginginkan BPD membentuk holding untuk meningkatkan sinergi antarbank daerah. Dengan holding, BPD diharapkan bisa saling membantu dan memudahkan BPD yang masih berskala kecil mampu cepat berkembang.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Farouk Muhammad mengemukakan, BPD jangan hanya berorientasi bisnis semata, tetapi juga perlu berkontribusi terhadap pencapaian rencana pembangunan daerah. (Baca Juga: OJK dan Asbanda Susun Program Transformasi BPD)

"Kritisi kita, BPD itu (kini) lebih menempatkan dirinya sebagai pelaku bisnis, lupa bahwa BPD itu didirikan karena ada Pemda. Karena itu dia harus connect, pada waktu ia menyusun rencana kerja tahunan, coba tengok apa bunyi RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah)," ujar Farouk.

Menurut Farouk, BPD saat ini harus lebih proaktif memainkan perannya sebagai salah satu lokomotif ekonomi daerah, serta lebih inovatif dalam memberikan pelayanan perbankan. "Jangan terkungkung bahwa kami pelaku bisnis terus cari aman, takut kena korupsi. Selama transparan dan akuntabel why not (kenapa tidak)," katanya.

Selain itu, Farouk juga menilai BPD masih banyak memberikan kredit konsumtif khususnya bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang lebih aman dari sisi tingkat kredit bermasalah (NPL), dibandingkan menyalurkan kredit ke sektor produktif.

Berdasarkan data OJK, per Juni 2016 porsi kredit produktif BPD mencapai 29,35 persen, menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 31,07 persen. Sementara sekitar 70 persen disalurkan ke kredit konsumtif. "Coba berikan KUR (kredit usaha rakyat) ke pengusaha kecil atau kaki lima. Anda (BPD) harus berani masuk ke sana," ujar Farouk.

Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi mengatakan, memang selama ini laba BPD terus meningkat, namun di sisi lain masih banyak keluhan masyarakat terkait peran BPD yang dinilai belum memiliki kontribusi nyata dalam mencapai pembangunan daerah.

"Tentu perlu dicari titik keseimbangan, antara entitas yang mencari keuntungan dan kiprah BPD yang bisa membantu program daerah," ujar Zainul.
Tags:

Berita Terkait