Libatkan Pemantau untuk Pengawasan Legalitas Kayu
Berita

Libatkan Pemantau untuk Pengawasan Legalitas Kayu

Kehadiran pemantau dibenarkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Oleh:
MYS/MR25
Bacaan 2 Menit
Praktik penggundulan hutan oleh perusahaan tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Foto Ilustrasi: SGP/Hol
Praktik penggundulan hutan oleh perusahaan tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Foto Ilustrasi: SGP/Hol
Mewujudkan tata kelola hutan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan bukanlah pekerjaan mudah. Meskipun sederet peraturan telah dikeluarkan, pengelolaan dan eksploitasi hutan secara melawan hukum masih sering terjadi. Pemberian izin-izin usaha di kawasan perkebunan tak sepenuhnya mengikuti aturan. Pemerintah tak bisa terus mengawasi kepatuhan para pihak terhadap norma-norma pengelolaan hutan yang baik, termasuk pengelolaan kayu.

Karena itu, kehadiran pemantau independen kehutanan sangat dibutuhkan. Pemantau perlu dilibatkan terutama pada Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang sudah dimiliki Pemerintah. SVLK dikembangkan untuk perbaikan tata kelola hutan, serta pemberantasan pembalakanliar dan perdagangannya. Sistem yang sudah disusun secara multipihak ini menempatkan masyarakat sipil sebagai Pemantau Independen (PI). Kehadiran pemantau diakomodasi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen-LHK) No. 30 Tahun 2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin, Hak Pengelolaan, atau pada Hutan Hak.

Hingga kini, PI tersebar di seluruh Indonesia melalui berbagai jaringan, lembaga dan individu. Lembaga dan jaringan seperti Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) yang aktif melakukan pemantauandi seluruh Indonesia;Eyes on The Forest(EoF) di Sumatera, Kalimantan,dan Papua;PPLH Mangkubumi aktif di Jawa Timur;LSPP adi Jawa Tengah; YCHI di Kalimantan Selatan; APIKS di Sumatera; Auriga di Papua; dan ICEL aktif melakukan advokasi kebijakan lingkungan hidup.

Eksistensi PI dalam rangka mendukung tata kelola hutan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan tidak bisa dinafikan lagi, sejak mulai maraknya aktivitas pembalakan liar dan pengrusakan hutan di Indonesia. Kerja-kerja PI di lapangan sudah memberikan kontribusi yang besar bagi pemerintah, terutama sebagai pemberi data dan informasi terkait kejahatan kehutanan untuk mendukung pemerintah melakukan penegakan hukum. Termasuk pula memperbaiki regulasi tentang SVLK.

Dinamisator Nasiona Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK)  Muhammad Kosar,  mengatakan meskipun telah diatur dalam Peraturan Menteri, PI belum dimaksimalkan fungsinya. Alhasil pengawas independen banyak mengalami hambatan di lapangan. Misalnya, akses ke lokasi, ancaman atau intimidasi dari perusahaan. “Kami masih kesulitan memasuki konsesi,” ujarnya kepada Hukumonline, via telepon, Selasa (30/8).

Koordinator Eyes in the Forest Kalimantan Barat, World Wildlife Fund for Nature(WWF), Ian Hilman menilai Pemerintah kurang mengoptimalkan PI sehingga dalam pelaksanaan pemantauan di lapangan masih sering menemui kendala. Apalagi dalam bidang keamanan baik itu dari PI maupun perusahaan yang dipantau.

Kerja pemantauan menyinggung banyak kepentingan, dan ancaman intimidasi selalu terbuka. “Maka pergerakan kami di lapangan sangat tertutup,” jelasnya.

Bukan berarti tak ada pengawasan terbuka. PI berusaha  memperjuangkan agar sebelum pemeriksaan, Kementerian memberikan surat rekomendasi kepada perusahaan. Perusahaan tahu sedang dipantau.

SVLK mewajibkan perusahaan untuk menerapkan perlindungan dan pengamanan hutan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan untuk mengendalikan gangguan hutan. Namun,fakta di lapangan sampai dengan hari ini masih terjadi kebakaran hutan di dalam konsesi perusahaan, ini menandakan masih terdapat perusahaan yang belum sepenuhnya patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Tags:

Berita Terkait