La Nyalla Didakwa Korupsi Dana Hibah, Rp5,3 M untuk IPO Bank Jatim
Utama

La Nyalla Didakwa Korupsi Dana Hibah, Rp5,3 M untuk IPO Bank Jatim

Pengacara La Nyalla menganggap dakwaan tidak sah karena didasarkan penyidikan yang tidak sah.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
La Nyalla Mattalitti saat menjalani sidang perdana. Foto: RES
La Nyalla Mattalitti saat menjalani sidang perdana. Foto: RES
Penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, I Made Suarnawan mendakwa mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (KADIN Jatim) La Nyalla Mahmud Mattalitti didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/9).

Made mengatakan, La Nyalla bersama-sama Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.

"Memperkaya dirinya sendiri Rp1,105 miliar, orang lain, yaitu saksi Diar dan Nelson sebesar Rp26,654 miliar atau setidak-tidaknya sejumlah itu. Perbuatan terdakwa selaku Ketua Umum KADIN Jatim sekaligus penerima dana hibah bersama-sama Diar dan Nelson dapat merugikan negara Rp27,76 miliat atau setidak-tidaknya Rp26,654 miliar," katanya.

Bermula dari adanya kesepakatan bersama antara Pemprov dengan KADIN Jatim No.120.1/127/012/2009 dan 390/K/MoU/X/2009 tanggal 9 Oktober 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Jatim yang ditandatangani La Nyalla selaku Ketua Umum KADIN Jatim masa bakti 2009-2014.

Pemprov Jatim menganggarkan dana hibah melalui APBD tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 kepada KADIN Jatim sebagaimana tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jatim sebesar Rp43 miliar, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim tahun 2011 melalui APBD-P sebesar Rp5 miliar.

Untuk menindaklanjuti anggaran dana hibah tersebut, sambung Made, La Nyalla mengajukan proposal kegiatan yang dilampiri Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk beberapa program kegiatan, yaitu akselerasi perdagangan antar pulau, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan Business Development Center (BDC).

Proposal itu diibuat oleh Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Jaringan Usaha Antar Provinsi KADIN Jatim Diar Kusuma Putra, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral KADIN Jatim Nelson Sembiring dengan dibantu Staf Badan Penelitian dan Pengembangan Pemprov Jatim, Heru Susanto. (Baca Juga: Ini Curhat Jaksa Agung Soal Kasus La Nyalla Mattalitti)

Setelah proposal dipersentasikan dan ditandatangani La Nyalla, proposal diusulkan kepada Gubernur Jatim cq Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah cq Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim. Pengajuan dana hibah ini berlangsung sejak 2011 hingga 2014 dengan total biaya kegiatan yang berbeda-beda.

Total biaya yang diusulkan untuk kegiatan tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 masing-masing sebesar Rp13 miliar, Rp10 miliar, Rp15 miliar, dan Rp10 miliar, sehingga seluruhnya dana yang diterima KADIN Jatim sejumlah Rp48 miliar. Namun, nyatanya, La Nyalla, Diar, dan Nelson tidak menggunakan dana hibah sebagaimana peruntukannya.

Made menjelaskan, pada 2011, pasca pencairan dana hibah, untuk menyiasati penggunaan dana hibah yang tidak sesuai peruntukannya, La Nyalla bersama-sama Diar, dan Nelson merekayasa data pendukung dan laporan pertanggungjawaban, serta meminta bantuan Heru untuk membuat laporan pertanggungjawaban sesuai RAB.

Hal serupa dilakukan pula untuk dana hibah tahun 2012, 2013, dan 2014. Bahkan, menurut Made, ada dana hibah tahun 2012 sejumlah Rp5,359 miliar yang digunakan untuk overbooking ke saham Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim atas nama La Nyalla. Kemudian, saham itu dijual ke KADIN Jatim dan hasil penjualan masuk ke rekening La Nyalla di PT Mandiri Sekuritas.

"Bahwa keuntungan yang diperoleh terdakwa adalah sejumlah Rp1,105 miliar yang merupakan selisih harga jual yang lebih tinggi dari harga perolehan sama atas kepemilikan IPO Bank Jatim, yaitu Rp6,411 miliar dikurangi Rp5,395 miliar, sehingga terdakwa telah memperkaya diri sendiri Rp1,105 miliar dengan menggunakan dana hibah KADIN Jatim," ujarnya. (Baca Juga: La Nyalla Menang di Praperadilan, Kejati Jatim Tak Tinggal Diam)

Selain dana Rp5,395 miliar, lanjut Made, ada dana Rp1,3 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi La Nyalla. Dana itu ditarik tunai oleh Edy Kusdaryanto dari rekening KADIN Jatim sebesar Rp2 miliar, lalu ditransfer Diar sejumlah Rp900 juta ke rekening Bank Mandiri La Nyalla dan Rp400 juta ke rekening Citibank La Nyalla.

Atas perbuatannya, La Nyalla didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No.20 Tahun 2001 (UU Tipikor) jo Paaal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Paaal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, La Nyalla mengatakan dirinya tdak mengerti apa yang didakwakan penuntut umum. Ia menyinggung tiga putusan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menyatakan penetapannya sebagai tersangka tidak sah. "Saya heran kalau ada dakwaan seperti itu," ucapnya.

Pengacara La Nyalla, Fahmi H Bachmid pun langsung membacakan nota keberatan atau eksepsi. Fahmi menyatakan, putusan pengadilan, termasuk praperadilan adalah keniscayaan yang harus ditaati. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), praperadilan merupakan sarana untuk menjaga hak warga negara dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.

"Maka secara yuridis dakwaan yang didasarkan pada penyidikan yang tidak sah, mengakibatkan proses penuntutan juga tidak sah, sehingga secara yuridis kami berpendapat PN Jakarta Pusat atau PN mana pun tidak berwenang mengadili perkara atas nama La Nyalla ini, dalam kasus dugaan penyimpangan dana hibah Pemprov Jatim tahun 2011-2014," tuturnya.
Tags:

Berita Terkait