Komnas HAM Ikut Kritik Reklamasi
Berita

Komnas HAM Ikut Kritik Reklamasi

Berdampak buruk terhadap ekologi dan ekonomi masyarakat. Berpotensi melanggar hak Ekosob dan Sipol.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Diskusi para pemangku kepentingan reklamasi di Jakarta, 4 Oktober lalu. Foto; RES
Diskusi para pemangku kepentingan reklamasi di Jakarta, 4 Oktober lalu. Foto; RES
Pemerintah terus menggenjot pembangunan dengan menggandeng perusahaan BUMN/BUMD atau swasta sebagai pelaksana proyek reklamasi. Ini berlangsung tak hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah lain. Pelaksanaan proyek reklamasi itu bersinggungan dengan kehidupan masyarakat sekitar.

Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, mengatakan reklamasi berdampak pada ekologi dan ekonomi, terutama terhadap masyarakat yang terpapar langsung. Reklamasi yang berjalan saat ini seperti di teluk Jakarta dan tuk Benoa terlihat dipaksakan dan tidak cermat menghitung dampak buruk yang ditimbulkan. "Ini harus dikritik, kalau reklamasi dilanjutkan bisa menyebabkan kerugian bagi masyarakat," katanya dalam diskusi di kantor Komnas HAM di Jakarta, Selasa (25/10).

Mantan Direktur LBH Jakarta, Nurkholis Hidayat, mencatat persoalan reklamasi teluk Jakarta sudah bergulir sejak masa Gubernur DKI Jakarta dijabat Fauzi Bowo sekitar tahun 2012. Desakan masyarakat membuat proyek reklamasi ditunda. Penundaan itu berlangsung sampai masa Gubernur Jakarta diampu Joko Widodo. Reklamasi kembali bergulir di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Nurkholis menyebut ada banyak dalih yang digunakan untuk mendukung reklamasi seperti menyelamatkan Jakarta karena kondisi tanah semakin turun dan abrasi. Tapi faktanya tujuan reklamasi tidak seperti yang didalilkan, masyarakat tidak mendapat informasi yang utuh. "Kebijakan reklamasi tidak melibatkan warga, hanya pemerintah dan pengusaha yang saling bernegosiasi," ujarnya.

Nurkholis melihat proyek reklamasi melanggar hak masyarakat sebagaimana diatur dalam kovenan ekosob diantaranya hak atas perumahan yang terjangkau. Reklamasi menggusur masyarakat yang tinggal di pesisir dan mengancam sumber penghidupan nelayan. Penghormatan terhadap HAM perlu dilakukan oleh perusahaan yang terkait proyek reklamasi mulai dari penyedia bahan baku seperti perusahaan pengeruk pasir dan pengembang.

Jika terbukti melakukan kejahatan lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya, Nurkholis mengatakan terbuka peluamg untuk dikenakan pidana. Ketentuan itu telah diatur dalam beberapa peraturan seperti UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahkan PBB menggolongkan penggusuran paksa sebagai pelanggaran HAM berat.

Aktivis anti reklamasi teluk Benoa, Bali, Gendo Suardana, melihat proyek reklamasi bukan saja melanggar kovenan ekosob tapi juga sipol. Pelanggaran kovenan Sipol dirasakan masyarakat Bali yang menolak reklamasi di teluk Benoa. Intimidasi itu melibatkan aparat kepolisian dan militer. Sudah puluhan kali baliho dan spanduk menolak reklamasi dirusak dan melarang warga menggunakan kaos bertema tolak reklamasi. "Band Superman Is Dead (SID) sulit manggung di Bali, di blacklist karena menolak reklamasi," ujarnya.

Ketua kelompok keahlian teknik pantai ITB, Muslim Muin, yakin reklamasi terhadap belasan pulau di teluk Jakarta melanggar HAM. Ahli teknik kelautan yang mengaku pro terhadap reklamasi dan Great Sea Wall (GSW) itu melihat secara teknis dan keilmuan teluk Jakarta tidak layak direklamasi. Pasalnya, tidak ada ancaman yang mengharuskan teluk Jakarta untuk direklamasi ataupun membuat GSW.

Jika reklamasi tetap bergulir dan GSW dibangun di teluk Jakarta, Muin menghitung pelabuhan perikanan dan PLTU yang ada di pesisir bakal dipindah. Selain itu nelayan di teluk Jakarta dipaksa menanggalkan profesinya  karena tidak bisa melaut. Dampak lainnya, banjir di Jakarta semakin parah karena aliran dari hilir sungai menuju laut akan terhambat. "Reklamasi merampas hak para nelayan, mereka tidak bisa lagi menjalankan profesinya sebagai nelayan di pesisir Jakarta," urainya.

Dosen Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Warmadewa, I Ketut Sudiarta, menegaskan reklamasi teluk Benoa harusnya dikelola berbasis konservasi. Tanpa konservasi, reklamasi akan berdampak buruk bagi masyarakat Bali diantaranya terancam banjir. Selain itu air laut berpotensi semakin keruh dan merusak ekosistem seperti terumbu karang dan mangrove. Tak ketinggalan budaya masyarakat adat disekitar teluk Benoa akan terancam. "Reklamasi meningkatkan resiko dari dampak tsunami," tukasnya.
Tags:

Berita Terkait