DPR Setujui Revisi UU ITE Jadi UU
Berita

DPR Setujui Revisi UU ITE Jadi UU

Adanya kewajiban setiap penyelenggara membuat mekanisme penghapusan informasi elektrronik yang sudah tidak relevan atas permintaan pemohon setelah adanya penetapan pengadilan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Setelah dilakukan pembahasan secara mendalam, DPR memberikan persetujuan dan pengesahan terhadap Revisi Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) menjadi UU. Keputusan itu diambil setelah anggota dewan yang hadir memberikan persetujuan dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR, Kamis (27/10).

“Dengan demikian RUU ITE disahkan menjadi UU,” ujar Wakil Ketua DPR AGus Hermanto yang memimpin rapat paripurna.

Wakil Ketua Komisi I TB Hasanudin dalam laporan akhirnya mengatakan perkembangan informasi dan teknologi sedemikian pesat. Bahkan memiliki dampak yang sangat dashyat bagi masyarakat luas. Terlebih kebanyakan masyarakat terbiasa menyebarkan informasi serta melakukan transaksi elektronik. Sebabnya, jaringan internet sudah merambah ke seluruh wilayah Indonesia.

Selain memberi manfaat, teknologi informasi dapat digunakan menyebarkan informasi yang bersifat merusak, fitnah maupun pencemaran nama baik. Oleh karena itu, UU 11/2008 dinilai kurang memadai dengan perkembangan masyarakat yang dinamis. Makanya, diperlukan perubahan agar tetap relevan. Terlebih, UU ITE berulang kali diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam pembahasan RUU tersebut, komisi yang dipimpinnya bersama pemerintah menyetujui perubahan UU ITE untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi. Selain itu, UU ITE yang baru juga mengakomodasi putusan MK antara lain adanya tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dalam bidang teknologi informasi, serta transaksi elektronik.

Menurutnya, pidana terhadap dugaan pencemaran nama baik melalui teknologi informasi merupakan delik aduan. Penegasan itu diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) dan (5) RUU tersebut. Hal itu ditujukan untuk menyelaraskan asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat.

“Dalam penjelasan Pasal 27 juga dijelaskan mengenai tindakan ‘pendistribusian’, ‘mentransmisikan’, dan ‘membuat dapat diakses’ informasi elektronik dan/atau dokumen eektronik, serta menambah penjelasan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materil yang diatur di Indonesia,” ujarnya.

Tak hanya itu, UU ITE hasil perubahan pun mengubah ancaman sanksi pidana trhadap pelaku penghinaan maupun pencemaran nama baik. Bila dalam UU 11/2008 mengatur ancaman sanksi bagi pidana pencemaran nama baik selama 6 tahun dan/atau denda sebesar Rp1 miliar, maka dalam UU ITE terbaru menjadi 4 tahun dan/atau denda sebesar Rp750 juta.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menambahkan dengan melalui perubahan ancaman kurungan badan serta denda menjadikan pelaku tak serta merta dilakukan penahanan oleh penyidik kepolisian. Selain itu, DPR dan pemerintah menambahkan ketentuan pada Pasal 40 ayat (2a) sebagai pencegahan yakni pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik maupun sistem elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mengamini pandangan TB Hasanudin. Menurutnya, melalui UU ITE hasil revisi nantinya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh masyarakat Indonesia yang memanfaatkan teknologi informasi elektronik.

“Semoga memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam sambutannya dalam rapat paripurna. (Baca Juga: Revisi UU ITE Masih Mengandung Cacat)

UU 11/2008 merupakan produk legislasi pertama yang menjadi pionir dalam perlindungan masyarakat melalui transaksi elektronik. Namun dalam penerapannya, terjadi dinamika masyarakat yang berkembang. Makanya pemerintah mengambil inisiatif minor dalam mengatasi dinamika masyarakat.

Ia menambahkan UU ITE teranyar juga mengatur kewajiban penyelenggara sistem elektronik menyediakan mekanisme pennghapusan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sudah tidak relevan berada di bawah kendalinya. Tentunya penghapusan dilakukan berdasarkan permintaan pemohon setelah mendapatkan penetapan dari pengadilan.

“Presiden menyatakan setuju dengan perubahan RUU ITE untuk disahkan menjadi UU,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait