Masukan untuk SIWAS yang Patut Dicermati
Berita

Masukan untuk SIWAS yang Patut Dicermati

Ini hanya salah satu sarana pengaduan. Masih ada sarana lain yang bisa dimanfaatkan masyarakat.

Oleh:
CR21
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam sosialisasi SIWAS di Medan, Selasa (29/11). Foto: EDWIN
Para pembicara dalam sosialisasi SIWAS di Medan, Selasa (29/11). Foto: EDWIN
Mahkamah Agung telah mengembangkan sistem informasi pengawasan peradilan dan sistem penelusuran perkara berbasis aplikasi. Sistem SIWAS dan SIPP itu adalah bagian dari reformasi peradilan yang selama ini dicanangkan Mahkamah Agung menuju visi peradilan peradilan yang agung.

Diresmikan peluncurannya oleh Ketua Mahkamah Agung HM Hatta Ali 29 September lalu, SIWAS menjadi salah satu sarana pengawasan aparatur pengadilan. Masyarakat bisa melaporkan dugaan penyimpangan dan pelanggaran kode etik/kode perilaku aparatur pengadilan. Bahkan juga ketika warga tidak mendapatkan layanan peradilan sebagaimana mestinya. (Baca juga: Satpam Pengadilan pun Bisa Dilaporkan).

Cuma, SIWAS belum tentu berjalan seperti yang diharapkan. Berkaca pada sistem pengawasan berbasis aplikasi yang selama ini sudah digunakan lembaga lain, komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Adrianus Meliala, memberikan sejumlah catatan, sebagian berupa masukan, untuk SIWAS.

Adrianus mengapresiasi peluncuran SIWAS karena akan sangat membantu pengawasan pelayanan publik yang dijalankan ORI. “Ini akan sangat membantu Ombudsman,” ujarnya dalam acara sosialisasi SIWAS dan SIPP di Medan, Selasa (29/11). (Baca juga: Upaya Pulihkan Kepercayaan Publik, MA Luncurkan SIWAS).

Adrianus mengatakan ‘demam aplikasi’ yang melanda lembaga-lembaga Pemerintah tak berarti linier dengan naiknya pengaduan. Berdasarkan penelitian yang dia baca, penggunaan aplikasi belum maksimal. Hanya sekitar 10 persen dari total pengaduan.

Karena itu, menurut Guru Besar kriminologi FISIP Universitas Indonesia itu berharap SIWAS tidak menyulitkan akses. Sistemnya harus dibangun sedemikian rupa sehingga mudah digunakan (user friendly). Kalau masih harus disuruh mengisi banyak data, orang cenderung malas mengadu. “Sebaiknya begitu memasukkan pengaduan, tinggal klik,” usulnya.

Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA), Nugroho Setiadji, mengatakan SIWAS memang hanya salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, baik di internal peradilan maupun di luar. Jika merasa lebih nyaman dengan sarana lain, masih ada kotak pengaduan, surat, telepon, fax dan lain-lain. Masyarakat tetap dimungkinkan menggunakan saluran pengaduan selain SIWAS.

Selain itu, aplikasi berbasis web seperti SIWAS tetap membutuhkan petugas operator. Jika kebutuhan kesejahteraan operator tak dipenuhi dengan baik, sangat mungkin terjadi penyimpangan atau pembiaran dalam pengelolaan SIWAS. Lama-lama informasinya tidak updated, dan akhirnya terbengkalai alias tak terurus.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Edi Yunara, mengusulkan agar SIWAS menjadi sarana pengaduan atas layanan pengadilan. Pengadilan, kata dia, acapkali masih memberikan layanan berbeda kepada masyarakat marjinal yang mencari keadilan, termasuk kasus-kasus yang ditangani lembaga bantuan hukum kampus.

Edi Yunara menyambut baik SIWAS karena di satu sisi akan mendorong hakim membuat putusan yang berkualitas; dan di sisi lain memudahkan mahasiswa hukum melakukan riset putusan. Itu sebabnya ia menyarankan agar akses terhadap putusan pengadilan dan hasil pengawasan terhadap aparatur pngadilan lebih terbuka.

Dalam diskusi sosialisasi SIWAS di Medan, hakim tinggi Pengadilan Tinggi Medan, Perdana Ginting, juga sempat mengajukan pertanyaan tentang pendanaan pengawasan. Jika SIWAS menerima banyak pengaduan dari masyarakat, aparat Badan Pengawasan MA atau hakim pengawasan dari pengadilan tinggi harus menghabiskan banyak waktu dan biaya memverifikasi pengaduan tersebut.

Redaktur senior Hukumonline, Muhammad Yasin, yang tampil sebagai pembicara di acara yang sama mengatakan salah satu yang perlu diantisipasi adalah banyaknya pengaduan yang masuk. Segala hal bisa diadukan lewat SIWAS, termasuk misalnya kalau tidak puas atas putusan hakim. Dalam hal ini verfikasi menjadi penting. Ia menyarankan agar sejak awal Mahkamah Agung menegaskan pengaduan yang ditindaklanjuti berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik dan pelayanan pengadilan yang kurang baik.

Kepala Badan Pengawasan MA, Nugroho Setiadji, menyatakan aplikasi SIWAS akan mempercepat dan mempermudah administrasi pengaduan dengan menggunakan sistem yang terintegrasi serta mempercepat proses penanganan pengaduan. SIWAS memberikan alternatif tambahan sarana pengaduan selain sarana lain yang tetap berfungsi yaitu layanan telepon, sms, surat dan e-mail, serta meja pengaduan di semua satuan kerja.

Ia yakin Badan Pengawasan sangat terbantu menjalankan kewenangan pengawasan kepada seluruh insane pengadilan. Bayangkan, kini hampir 900 satuan kerja di lingkungan peradilan.
Tags:

Berita Terkait