Dua Calon Hakim Ad Hoc PHI Terganjal di Senayan
Berita

Dua Calon Hakim Ad Hoc PHI Terganjal di Senayan

Anggota DPR menyebut kedua calon tidak ‘qualified’. Komisi Yudisial tunggu usulan Mahkamah Agung.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Seleksi hakim ad hoc PHI di Komisi Yudisial. Foto: ASH
Seleksi hakim ad hoc PHI di Komisi Yudisial. Foto: ASH
Terhenti sudah perjalanan panjang Juanda Pangaribuan dan Sugeng Santoso mengikuti seleksi calon hakim ad hoc hubungan industrial untuk tingkat Mahkamah Agung. Berbulan-bulan mereka mempersiapkan diri mengikuti serangkaian seleksi, akhirnya kandas di tangan politisi Senayan. Mereka adalah kandidat tersisa yang diusulkan Komisi Yudisial ke Komisi III DPR.

Komisi III DPR menyatakan tidak setuju terhadap kedua calon, masing-masing merepresentasikan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Anggota Komisi Hukum DPR, Mulfachri Harahap, menjelaskan keputusan menolak kedua calon diambil setelah melakukan evaluasi terhadap penjelasan dan meneliti jejak rekam kandidat, November lalu. Mengapa?  “Para calon hakim itu tidak ada yang qualified,” katanya Mulfachri kepada hukumonline lewat telepon, Senin (13/12).

Menurut Fachri, jika masih dibutuhkan formasi hakim baru untuk menempati posisi calon hakim ad hoc hubungan industrial di MA, bisa dilakukan seleksi ulang. Setelah itu para calon yang lolos tersebut diajukan ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. (Baca juga: Diusulkan Pengusaha, Independensi Calon Hakim Ad Hoc PHI Ini Dipertanyakan).

Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Farid Wajdi, mengatakan dalam proses pengisian kekosongan hakim agung atau ad hoc di MA terlebih dulu harus ada usulan dari MA kemudian KY akan melaksanakan prosesnya. Itu perlu dilakukan karena MA yang paham kebutuhan hakim di lembaganya. “Seleksi dimungkinkan jika ada usulan dari MA kepada KY untuk melakukan seleksi sesuai kebutuhan yang ada di MA,” ujar Farid. (Baca juga: KY Hanya Luluskan 2 Hakim Ad Hoc PHI).

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menilai proses penyelesaian perkara hubungan industrial di MA relatif lama, bisa sampai setahun. Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan berlarutnya penyelesaian perkara itu yakni kurangnya jumlah hakim ad hoc dari unsur buruh dan pengusaha. Dua hakim ad hoc yang tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan itu akan membuat jumlah hakim ad hoc di MA semakin tidak ideal. “Ini artinya proses penyelesaian perkara hubungan industrial di MA akan semakin lama,” ujarnya.

Menurut Timboel jumlah hakim ad hoc di MA yang ideal jumlahnya dari masing-masing unsur sebanyak 5 orang. Jika itu bisa terwujud diyakini proses penyelesaian perkara hubungan industrial bisa dieselesaikan MA dengan cepat. Dia menghitung saat ini ada sekitar dua orang hakim ad hoc di MA dari masing-masing unsur.

Timboel menduga proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR didominasi muatan politis sehingga tidak transparan dalam menilai para calon hakim ad hoc. Oleh karenanya ia ragu terhadap penilaian Komisi III DPR terhadap dua calon hakim ad hoc yang akhirnya tidak diloloskan itu. “Padahal dilihat dari rekam jejak calon hakim itu, terutama dari unsur buruh, tergolong punya kualitas yang mumpuni untuk menjadi hakim ad hoc di MA,” tukasnya. (Baca juga: Ahli Sebut Periodisasi Hakim Ad Hoc PHI Diskriminatif).

Terakhir, Timboel mendesak Komisi III DPR untuk memberi penjelasan secara rinci hasil penilaian mereka terhadap dua calon hakim ad hoc tersebut. Menurutnya keputusan Komisi III itu merugikan buruh untuk mendapat kepastian dalam penyelesaian perkara hubungan industrial di MA.
Tags:

Berita Terkait