7 Bulan Bersidang di 2016, Ini Hasil Kinerja MK
Berita

7 Bulan Bersidang di 2016, Ini Hasil Kinerja MK

MK telah memutus 96 perkara. Masih terdapat 78 perkara dalam proses pemeriksaan yang akan dilanjutkan pada 2017.

Oleh:
CR22
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Melalui laporan akhir tahun, Mahkamah Konstitusi (MK) memaparkan kinerja sepanjang tahun 2016 dan proyeksi untuk tahun 2017. Hal yang sering kali menjadi tolak ukur peningkatan kinerja MK adalah jumlah penanganan perkara sepanjang tahun berjalan, baik berupa Pengujian Undang-Undang atau Judicial Review maupun perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) Gubernur, Walikota, dan Bupati serentak di tahun 2015.

“Kalau dilihat dari efektifitas kinerja mahkamah, pengujian undang-undang itu dari Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember, ada 7 bulan. Tujuh bulan kita memutus 96 perkara,” ujar Ketua MK, Arief Hidayat, kepada awak media dalam konfrensi pers di Gedung Makamah Konstitusi, Kamis (29/12).

Selama 7 bulan bersidang, MK telah memutus 96 perkara dengan rincian, 19 perkara dikabulkan, 34 perkara ditolak, 30 perkara tidak dapat diterima, 3 perkara gugur, 9 perkara ditarik kembali oleh pemohon, dan 1 perkara dinyatakan MK tidak berwenang untuk memeriksa. Masih terdapat 78 perkara dalam proses pemeriksaan yang akan dilanjutkan pada 2017. (Baca Juga: Agar Lebih Informatif, MK Ubah Tampilan Laman)

Total 72 Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji ke MK selama 2016. Undang-Undang yang memiliki frekuensi pengujian cukup tinggi yaitu UU Pilkada sebanyak 17 kali. Jumlah tersebut terdiri atas dua UU Pilkada, yakni UU No. 10 Tahun 2016 sebanyak 10 kali, dan UU No. 8 Tahun 2015 yang telah direvisi sebanyak 7 kali.

Beberapa putusan MK yang menarik perhatian publik sepanjang 2016, yaitu putusan pengujianmateri UU Pilkada yang berkaitan dengan hal pilih bagi pengidap gangguan jiwa non permanen, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang mengatur bahwa alat berat bukanlah moda transportasi, KUHAP tentang Jakhsa tidak boleh mengajukan PK, UU Grasi di mana pengajuan Grasi tanpa limitasi, UU Ketenagakerjaan yang mengatur pengusaha harus membayar penuh upah tertangguh. (Baca Juga: MK: UU Pilkada, KUHAP, dan UU MA Populer Diuji di 2015)

Masih pada putusan yang menarik bagi publik adalah, UU Rumah Susun yang mengatur pengembang wajib memfasilitasi pembentukan perhimpunan penghuni rumah susun, UU ITE tentang penyadapan dengan izin aparat berwenang, UU Perkawinan yang mengatur perjanjian dapat dilakukan pada masa perkawinan, UU Ketenagalistrikan di mana listrik untuk kepentingan umum tak boleh digarap swasta, UU Pengampunan Pajak yang mengatur pengampunan pajak sesuai UUD 1945, UU KPK di mana KPK berwenang mengangkat penyidik, serta UU Perkebunan yang mana mengatur petani kecil dapat memuliakan tanaman tanpa izin.

Rentang Januari hingga April, MK melaksanakan wewenang memeriksa dan memutus perkara perselisihan hasil Pilkada serentak di tahun 2015. Sepanjang waktu tersebut disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan penyelesaian PHP Kepala Daerah (Kada) tahun 2015 selama 45 hari kerja. (Baca Juga: 13 Negara Ikut Pelatihan Penanganan Perkara Konstitusi)

Dari 269 daerah yang mengikuti Pilkada serentak 2015, MK menerima permohonan PHP Kada dari calon kepala daerah di 7 Provinsi, 118 Kabupaten, 12 Kota, dan meregistrasi perkara PKP Kada sebanyak 152 perkara dengan rincian 132 perkara diajukan oleh calon Bupati, 13 perkara diajukan oleh pasangan calon Walikota, dan sebanyak 7 perkara diajukan oelh pasangan calon Gubernur.

Hingga Akhir 2016, MK memutus seluruh permohonan perkara PHP Kada serentak 2015. Rinciannya berupa, 6 perkara ditarik kembali oleh pemohon, sebnayk 5 perkara ditolak, 3 perkara dikabulkan, dan sebnayak 138 perkara diputus tidak dapat diterima termasuk PHP Kada Pematangsiantar yang merupakan pemilihan susulan.

Terhadap 152 perkara PHP Kada yang diputus, MK menjatuhkan putusan sela kepada 5 perkara, yakni PHP Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Selatan, PHP Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula, PHP Bupati dan Wakil Bupati Muna, PHP Bupati dan Wakil Bupati Mamberamo Raya, dan PHP Bupati dan Wakil Bupati Teluk Bintuni. Putusan Sela tersebut memerintahkan KPU masing-masing daerah untuk melakukan perhitungan/pemungutan suara ulang di sejumlah TPS.

MK kemudian mengabulkan 3 dari 5 perkara yang sebelumnya diputus sela, yakni PHP Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Selatan dengan Nomor Perkara 1/PHP.BUP-XIV/2016, PHP Bupati dan Wakil Bupati Teluk Bintuni dengan Nomor Perkara 101/PHP.BUP-XIV/2016, dan PHP Bupati dan Wakil Bupati Muna dengan Nomor Perkara120/PHP.BUP-XIV/2016. Putusan yang dikabulkan tersebut membuat hasil akhir dari Pilkada di ketiga daerah berubah.

Sementara yang menjadi Proyeksi di tahun 2017, MK memperkirakan akan lebih banyak menangani perkara pengujian undang-undang. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat terhadap hak-hak kontitusionalnya.

MK memprediksi dengan digelarnya Pilkada serentak 2017, akan membuat pengujian undang-undang tentang Pilkada semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Diperkirakan MK akan menerima sebanyak 205 perkara pengujian undang-undang pada 2017 mendatang. Sedangkan untuk perkara PHP Kada serentak 2017, MK memprediksi jumlah perkara yang masuk akan lebih sedikit dari perkara PHP Kada serentak 2015.

Tags:

Berita Terkait