Posisi Hukum Pemerintah di Forum Arbitrase Internasional Dinilai Kuat
Berita

Posisi Hukum Pemerintah di Forum Arbitrase Internasional Dinilai Kuat

Sudah lebih dari dua tahun mendapatkan keringanan atas pemberlakuan Pasal 17 UU Minerba. Seharusnya, Freeport wajib tunduk dan patuh terhadap UU yang berlaku di Indonesia.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: ADY
Pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: ADY
Kerja sama pemerintah Indonesia dengan perusahaan asal Amerika Serikat PT Freeport Indonesia nampaknya berada di ujung tanduk. Kedua belah pihak saling ngotot dengan pendapatnya masing-masing. Perseteruan itu buntut dari sikap tegas pemerintah Indonesia untuk mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Freeport emoh menuruti permintaan pemerintah Indonesia itu. Sementara Freeport mengancam bakal memboyong persoalan tersebut ke badan arbitrase internasional. Pemerintah Indonesia tak bergeming. Malahan siap menghadapi ancaman Freeport. Hal itu mendapat dukungan dari kalangan parlemen.

Anggota Komisi III Sufmi Dasco Ahmad misalnya. Dasco, begitu biasa disapa, menilai sengketa Freeport dengan pemerintah terkait dengan status KK dan larangan eksport konsetrat sebenarnya sederhana. Semua pihak, mestinya memahami bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan (regeling) berada di atas segala macam perjanjian. Bahkan diatas keputusan pemerintah (beschikking). Baca juga: Anomali Negara dalam Pusaran Freeport

Dasco berpandangan larangan ekspor konsetrat telah diatur Pasal 170 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pasal itu menyebutkan, “Pemegang Kontrak Karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

Faktanya, Freeport sudah lebih dari dua tahun mendapatkan keringanan atas pemberlakuan pasal tersebut, sejak tenggat waktu pelaksaannya UU Minerba pada 2014 silam. Atas dasar itulah, langkah pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mengubah KK menjadi IUPK sudah tepat.

“Apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat dan tidak perlu diubah lagi. Kami menyerukan pemerintah agar jangan kendor hadapi Freeport,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta.

Ketua Makhamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR ini mengatakan perlunya penekanan terhadap Freeport bahwa UU mengikat terhadap semua individu dan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Freeport, kata Dasco, tak boleh semena-mena di tanah nusantara. Pasalnya perusahaan negeri Paman Sam itu sudah banyak diberikan keleluasaan dalam menjalankan usaha penambangan emas sejak puluhan tahun silam di tanah Papua (1967).

“Seharusnya sebagai sebuah perusahaan berskala dunia, Freeport bisa menunjukkan ketaatan pada hukum,” ujarnya.

Kalaupun polemik ini akan dibawa ke ranah badan arbitrase internasional, menurut Dasco posisi Indonesia kuat. Ia merujuk Konvensi New York 1958 dan Pasal 66 huruf (c) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 66 huruf c UU 30 Tahun 1999 menyebutkan, “Putusan arbitrase dapat dilaksanakan bila tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau hukum di negara setempat”.

Politisi Partai Gerindra itu beralasan polemik Freeport sudah masuk ke ranah kedaulatan Indonesia sebagai negara kesatuan. Ia menilai tak boleh ada pihak asing yang sewenang-wenang mengatur penegakan hukum di Indonesia. “Bagaimana mungkin UU yang kita buat sendiri diminta untuk dilanggar. Mengikuti kemauan Freeport sama saja dengan melanggar undang-undang,” tegasnya.

Mesti didukung
Anggota Komisi VII DPR yang membidangi ESDM, Rofi Munawar menilai sikap tegas pemerintah mesti didukung terkait penegakan renegoisasi KK dengan Freeport. Ia menilai langkah pemerintah sesuai dengan amanat UU Minerba. Selama ini pemeritah cenderung melunak dengan berbagai kewajiban yang diamanatkan UU Miberba terhadap perusahaan yang memegang KK. Baca Juga: Freeport Pertimbangkan Gugat Indonesia ke Arbitrase Internasional

Hal itu terlihat dari berbagai aturan relaksasi yang diterbitkan pemerintah sejak UU Minerba diberlakukan. Malah, pemerintah terkesan tidak serius menjalankan aturan yang telah dibuatnya sendiri. Akibatnya, polemik dengan PT Freeport Indonesia (PT FI) terus terjadi lantaran arah kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan tidak transparan.

“Salah satu contohnya adalah proses monitoring pembangunan smelter yang tidak dikendalikan oleh pemerintah dan tidak dijalankan dengan serius oleh PT Freeport,” katanya.

Karena itu, saatnya sikap pemerintah menegakkan UU Minerba mesti konsisten selaras dengan semangat pengelolaan sumber daya alam sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Terhadap perusahaan pemegang KK, mereka mesti berkomitmen melaksanakan peraturan yang tertuang dalam road map yang jelas dalam renegoisasi kontrak.

“Jangan karena alasan operasional, PT Freeport seringkali mengancam akan merumahkan ribuan karyawannya. Padahal sudah sepantasnya perusahaan itu punya formula yang bijak terhadap pengelolaan karyawan,” kata dia. Baca juga: Periksa Due Dilligence Freeport, Lihat Peluang Indonesia Menang di Arbitrase Internasional

Untuk diketahui, melalui Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 telah mengamanatkan kepada semua pemegang KK yang belum membangun smelter untuk mengubah KK menjadi IUPK. Ini sesuai Pasal 102-103 UU Minerba, perusahaan akan tetap mendapat izin melakukan ekspor konsentrat dalam jangka waktu 5 tahun sejak PP No. 1 Tahun 2017 diterbitkan. Namun tetap diwajibkan membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun.

Progress pembangunan smelter akan diverifikasi oleh verifikator independen setiap 6 bulan. Nah, apabila progress pembangunan smelter tidak mencapai minimal 90 persen dari rencana, maka rekomendasi ekspor akan dicabut. 

Pemerintah memberi jangka waktu untuk PT Freeport memikirkan hal-hal ini selama enam bulan sejak izin ekspor diberikan, yakni sejak pertengahan Februari lalu, sembari menyesuaikan dengan aturan yang ada. Namun demikian, PT Freeport tetap bersikeras mempersingkat masa berpikir ulang terhadap seluruh aturan pemerintah itu dan memberi waktu kepada pemerintah untuk mempertimbangkan keberatan PT Freeport selama 120 hari.  
Tags:

Berita Terkait