MA Sebut Konsep Shared Responsibility Langgar Putusan MK
Berita

MA Sebut Konsep Shared Responsibility Langgar Putusan MK

MA dan Kemenpan sepakat tentang formasi kebutuhan hakim untuk 3 lingkungan peradilan yaitu peradilan umum, agama, dan tata usaha negara, kecuali peradilan militer. Secara keseluruhan jumlahnya 1.684 orang hakim yang harus direkrut Juni tahun ini.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Ide konsep shared responsibility system dalam pengelolaan manajemen hakim dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim kembali mendapatkan tentangan dari Mahkamah Agung (MA). MA beralasan konsep pembagian peran dan tanggung jawab beberapa organ negara dan publik yang bakal mengubah sistem satu atap (one roof system) di MA ini bertentangan dengan putusan MK.   

Juru Bicara MA Suhadi merasa ada lembaga tertentu yang mencoba mengubah sistem satu atap dengan berupaya mewujudkan konsep shared responsibility ini dalam RUU Jabatan Hakim. Dirinya menolak tegas apabila ada lembaga lain yang mencoba mengambil alih fungsi organisasi, administrasi dan finansial lembaga peradilan kepada lembaga lain. Baca Juga: Pentingnya Konsep Shared Responsibility dalam Rekrutmen Hakim

“Tentu konsep ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 dan UU bidang peradilan yang menyatakan fungsi organisasi, administrasi, finansial badan peradilan berada dalam satu atap di MA sejak terbitnya UU No. 35 Tahun 1999. Sekarang ini ada yang ingin ambil alih lebih dari satu atap. Ini membahayakan badan peradilan,” ujar Suhadi di Gedung MA Jakarta, Rabu (12/4/2017).

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan jangan ada persepsi keliru mengenai pelaksanaan sistem atap ini dalam pengelolaan manajemen hakim termasuk rekrutmen hakim. Menurutnya, konsep shared responsibility sebenarnya bertentangan dengan putusan MK No. 43/PUU-XIII/2015 yang menghapus wewenang KY dalam proses seleksi calon hakim bersama MA.   

“Sesuai putusan MK, proses seleksi calon hakim merupakan wewenang tunggal MA. Jadi, tidak perlu menerapkan shared responsibility ini terkait pengusulan dan pengangkatan hakim,” ujar Ridwan mengingatkan. Baca Juga: Seleksi Calon Hakim Wewenang Tunggal MA

Meski begitu, kata Ridwan, proses seleksi atau pengadaan calon hakim bakal melibatkan lembaga lain yakni Kemenpan dan RB, Sekneg, dan BKN. Pihaknya, tengah intens melakukan pertemuan terkait persiapan pelaksanaan pengadaan calon hakim. “Alhamdulillah, rencana rekrutmen calon hakim disetujui dalam pertemuan itu. Kemudian kita menerbitkan PERMA No. 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim,” katanya. Baca Juga: MA: PERMA Pengadaan Hakim, Solusi Atasi Krisis Hakim  

Dia mengungkapkan kesepakatan antara MA dengan Kemenpan dan RB bahwa formasi jumlah hakim yang dibutuhkan sekitar 1.684 hakim di tiga lingkungan peradilan. Pihaknya, tinggal menunggu persetujuan anggaran dari Menteri Keuangan.

Sementara Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA DY Witanto mengatakan sejak beberapa tahun terakhir, kondisi riil jumlah personil hakim di pengadilan-pengadilan daerah sangat memprihatinkan. Misalnya, ada pengadilan yang hanya memiliki 3-4 orang hakim termasuk ketua dan wakil, sehingga hanya bisa dibentuk satu majelis. Belum lagi, jika salah seorang hakimnya sakit atau berhalangan, maka persidangan tidak dapat dilangsungkan karena tidak ada hakim penggantinya.

“Tentu, hal ini berdampak pada kepentingan para pencari keadilan,” ujar Witanto.  

Terkait usulan pemerataan jumlah hakim seperti yang dinyatakan oleh Direktur LeIP Astriyani adalah tidak beralasan. Sebab, para hakim yang saat ini ada memiliki pangkat dan golongan yang berbeda-beda sesuai masa kerja hakim yang bersangkutan. Sebab, sesuai aturan, MA tidak sembarangan menempatkan personil hakim karena harus disesuaikan dengan kelas dan tipe pengadilannya.

“Kalau tidak (atas dasar pemerataan), maka akan berpengaruh terhadap tunjangan dan sistem karier para hakim yang bersangkutan,” katanya.

Baginya, tak beralasan jika ada beberapa pihak menyebutkan rekrutmen hakim tidak diperlukan. Menurutnya, apabila rekrutmen calon hakim tidak bisa dilaksanakan tahun ini akan mengancam proses pelayanan publik bagi pencari keadilan. “Dimungkinkan pada tahun 2020 peradilan di Indonesia akan mengalami ‘kelumpuhan’,” tegasnya.

Kebutuhan hakim mendesak
Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo mengatakan kebutuhan hakim sudah sangat mendesak, sehingga rekrutmen calon hakim mesti dilakukan secepatnya tahun ini setelah terbitnya PERMA No. 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim. Belum lagi, ada pembentukan 86 pengadilan yang baru yang dikukuhkan lewat keputusan presiden.

Kini, MA dan Kemenpan sudah sepakat tentang formasi kebutuhan hakim untuk 3 lingkungan peradilan yaitu peradilan umum, agama, dan tata usaha negara, kecuali peradilan militer. Secara keseluruhan jumlahnya 1.684 orang hakim yang harus direkrut tahun ini. Tinggal menunggu persetujuan Kementerian Keuangan mengenai gaji, tunjangan, yang suratnya sudah diajukan oleh Menpan. “Untuk anggaran pendidikan hakim tahun ini sebesar 12 miliar sudah siap,” ujar Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

Menurutnya, saat ini rata-rata kebutuhan hakim di pengadilan kelas dua umumnya hanya memiliki 1 majelis. Padahal, kebutuhan dalam organisasi pengadilan minimal sekurang-kurangnya memiliki 2 majelis. “Ini masih dalam koordinasi dengan beberapa pihak terkait. Selambat-lambatnya, bulan Juni 2017 sudah ada rekrutmen calon hakim. Kita berharap Menteri Keuangan tidak menunda-nunda lagi dengan alasan teknis."
Tags:

Berita Terkait