Penambahan Komisioner KPU dan Bawaslu Dikritik
RUU Pemilu:

Penambahan Komisioner KPU dan Bawaslu Dikritik

Yang diperlukan bukan menambah komisioner, tapi menambah SDM kesekertariatan yang menjalankan teknis pemilu.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung KPU. Foto: RES
Gedung KPU. Foto: RES
Pembahasan RUU Pemilu di DPR terus bergulir. Hasil pembahasan RUU Pemilu beberapa waktu lalu panitia khusus (pansus) RUU Pemilu sepakat untuk menambah jumlah komisioner KPU dan Bawaslu RI masing-masing 4 orang. Beberapa organisasi masyarakat sipil yang fokus di bidang kepemiluan menolak rencana itu. Wakil Sekjend KIPP, Girindra Sandino, menilai penambahan komisioner itu tidak urgen.

Menurut Girindra semakin banyak jumlah komisioner memperbesar peluang terjadinya konflik di internal sehingga berdampak negatif terhadap tugas yang mestinya dijalankan. Potensi itu harus dicegah melalui RUU Pemilu, apalagi pemilu ke depan dilaksanakan secara serentak sehingga membutuhkan penyelenggara pemilu yang solid.

“Pemilu serentak sangat membutuhkan soliditas yang kuat dari komisioner, bukan melakukan penambahan komisioner karena dapat memecah belah ketika terjadi perbedaan pendapat,” kata Girindra dalam keterangan pers, Kamis (08/6).

Penambahan komisioner itu bagi Girindra akan menambah beban APBN dan membuat biaya pemilu di Indonesia semakin mahal. Menambah jumlah komisioner itu belum tentu menjamin penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.

Daripada menambah jumlah komisioner, Girindra mengusulkan pansus RUU pemilu untuk memperkuat SDM di internal atau kesekertariatan KPU dan Bawaslu RI. Misalnya, menambah jumlah tenaga ahli dan tim asistensi. Jika selama ini seorang komisioner didampingi satu tenaga ahli, ke depan jumlah pendamping itu bisa ditambah jadi dua. Dia yakin hal tersebut berkontribusi positif karena komisioner bisa lebih fokus menjalankan tugasnya. Tim asistensi untuk seorang komisioner yang biasanya 5 orang bisa ditambah menjadi 7. “Sehingga akan lebih fokus dan terorganisir dalam mengerjakan tugas-tugas kepemiluan,” usulnya.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan dukungan terhadap sekretariat dan staf pendukung lebih penting dilakukan untuk KPU dan Bawaslu RI ketimbang menambah jumlah komisioner. Dukungan sekretariat yang kuat sangat dibutuhkan karena mereka melaksanakan seluruh unit tugas teknis dalam penyelenggaraan pemilu dari kebijakan yang dibuat komisioner.

Jumlah komisioner yang semakin banyak akan menyulitkan KPU dan Bawslu RI mencapai konsesus ketika mengambil keputusan karena lembaga itu bersifat kolektif kolegial. “Pengambilan keputusan KPU dan Bawaslu harus mendapatkan persetujuan dari seluruh anggotanya. Jika jumlah semakin banyak, kesepakatan dan kesepahaman bersama akan sulit untuk tercapai,” urai Titi. (Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembahasan RUU Pemilu Dilakukan Terbuka).

Banyaknya jumlah komisioner akan membuat komunikasi mereka dengan sekretariat dan tim pendukung semakin rumit. Selain itu akan memecah fokus pemerintah dan DPR dalam menyelenggarakan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang berlangsung berbarengan. Jika pada saat yang sama dilakukan seleksi terhadap calon komisioner KPU dan Bawaslu maka semakin menambah beban penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Tags:

Berita Terkait