Pemerintah Siapkan PP Perpajakan Khusus Gross Split
Berita

Pemerintah Siapkan PP Perpajakan Khusus Gross Split

Secara persentase, penerimaan pajak sektor migas akan meningkat. Namun secara agregat, hal tersebut sangat tergantung kepada kepastian hukum dan bisnis migas di Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Siapkan PP Perpajakan Khusus Gross Split
Hukumonline
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tampaknya akan segera merealisasikan penggunaan sistem gross split dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Skema kontrak migas gross split menghapus cost recovery yang sebelumnya merupakan bagian dari skema kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Namun, mekanisme pengenaan pajak dengan menggunakan skema gross split belum ditentukan oleh pemerintah.

Belum lama ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi.

Penerbitan PP ini diharapkan akan dapat meningkatkan penemuan cadangan Minyak dan Gas Bumi nasional dan menggerakkan iklim investasi serta lebih memberikan kepastian hukum pada kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi. Untuk melengkapi PP 27/2017 ini, pemerintah berencana akan menerbitkan PP Perpajakan khusus Gross split yang akan comparable dengan PP 79 Tahun 2010.

(Baca Juga: Implementasi Gross Split di Blok ONWJ Untungkan Indonesia)

"PP Nomor 27 Tahun 2017 sudah keluar, sudah ditandatangani Presiden, apa yang dikeluarkan, apa yang direvisi itu tidak 100% memang yang diharapkan oleh Indonesia Petroleum Association (IPA) namun sebagian besar sudah kita akomodir, alhamdulillah," ujar Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar dikutip dari website resmi Kementerian ESDM, Rabu (5/7).

Menurut Archandra, dikeluarkannya PP 27/2017 ini merupakan sebuah lompatan besar dalam pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia. "Akhirnya PP 79 dapat kita keluarkan dengan harapan kedepannya apa yang diharapkan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) maupun IPA, pemerintah sekarang sangat mendengar apa kesulitan mereka untuk melakukan kegiatan baik itu eksplorasi maupun eksploitasi di Indonesia," tambahnya.

Namun karena PP 27/2017 tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai perpajakannya, maka pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur perpajakan khusus gross split karena aturan pajak umum tidak dapat diterapkan untuk kegiatan minyak dan gas bumi berbasis gross split.

(Baca Juga: ESDM Yakin Skema Gross Split Efisienkan Bisnis Migas)

"Kita juga mendengar penerbitan gross split perpajakannya masih belum jelas, mereka menyadari atau atau mengusulkan sebaiknya dikeluarkan PP yang hampir comparable dengan PP nomor 79 dimana PP 79 mengatur cost recovery dan yang ini mengatur gross split. Draftnya sudah ada semoga bulan ini kita harapkan bisa keluar," jelas Arcandra.

Arcandra menjelaskan salah satu poin utama dari PP perpajakan yang akan dikeluarkan adalah adanya perlakukan-perlakuan pajak yang khusus untuk minyak dan gas bumi yang tidak bisa diberlakukan di aturan perpajakan umum.

Sementara itu, pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menyampaikan bahwa mekanisme pajak dalam skema gross split dihitung dari jumlah lifting. Maka pengenaan pajak nantinya akan dibayar sesuai skema split dan hal tersebut juga akan menjadi bagian pemerintah.

“Sebenarnya alokasi dari lifting berapa persen sesuai dengan tarif itu akan dibayar dengan skema split, akan jadi bagian pemerintah juga. Nanti kalau dilifting 100 persen akan dibagi dua antara kontraktor dengan pemerinntah dan pemerintah juga termasuk bagian pajak, begitu skemanya,” kata Yustinus kepada hukumonline, Kamis (6/7).

(Baca Juga: Gross Split, Langkah Luar Biasa Pemerintah Dongkrak Produksi Migas)

Persoalan dalam skema gross split adalah letak biaya yang harus dikeluarkan oleh kontraktor. Dengan skema profit split seperti saat ini yang menganut sistem cost recovery, kontraktor mendapatkan jaminan pengembalian uang dalam eksporasi dan eksploitasi migas.

Sementara dalam gross split investasi yang dikeluarkan akan lebih besar sehingga memerlukan cash flow yang lebih besar karena perusahaan akan mengeluarkan seluruh biaya di depan dan itu akan menjadi beban. Biaya yang sudah dikeluarkan tidak bisa diklaim.

“Pertanyaanya, apakah gross split akan lebih diminati atau tidak? Nah itu sangat bergantung kepada bagaimana kepastian hukum dan bisnis di sektor migas, ini yang akan menjadi tantangan karena kalau tidak ada skemanya, dugaan saya kontraktor lebih tertarik profit split karena cost recovery lebih menjamin orang akan mengeluarkan biaya duluan tapi akan dkembalikan, itu yang paling krusial,” imbuhnya.

Jika menyoal pajak migas, lanjutnya, selama ini memang diatur secara khusus. Dalam UU PPH disebutkan bahwa perpajakan untuk sektor migas pertambangan akan diatur tersendiri sehingga rezimy bisa berbeda dengan yang berlaku di PPh umum. Letak kekhususan dari pajak eksploitasi dan eksplorasi adalah migas adalah dasar pengenannya.

“Kalau ini kan dasar pengenaan dari berapa yang dilifting, nanti dibagi persentase pajaknya dari minyak berapa persen itu yang dimaksud dengan kekhususan, kalau kemaren ada cost recovery termasuk yang khusus dan itu tidak sama dengan skema di PPh umum karena kalau PPh umum seluruh biaya yang dikeluarkan itu bisa di biayakan oleh perusahaan, biaya fiskal. Kalau recovery ini dia pembiayaan awal nanti diklaim, akan menjadi uang pengganti seperti reimbursement,” jelasnya.

Lalu bagaimana potensi penerimaan pajak dari sektor migas jika pemerintah menerapkan skema gross split ini? Yustinus menilai, jika dilihat dari sisi persentase, akan ada kemungkinan penerimaan PPh migas akan lebih besar karena selama ini porsi pemerintah semakin kecil dengan adanya cost recovery.

Tetapi, hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah perhitungan secara aggregate. Apakah aggregate skema gross split bisa lebih besar ketimbang skema cost recovery, hal tersebut sangat tergantung dari ketertarikan investor terhadap skema gross split.

“Ini yang menjadi tantangan bagi pemerintah, apakah investor baru tertarik dengan skema gross split ini. Kalau tidak (tertarik) secara agregate tidak akan berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait