Untung Rugi Bila PKPU First Travel Berujung Pailit
Utama

Untung Rugi Bila PKPU First Travel Berujung Pailit

Berbagai pihak khawatir apabila upaya PKPU yang saat ini berlangsung akan berakhir pailit dan merugikan jamaah.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Foto: firsttravel.co.id
Foto: firsttravel.co.id
Majelis hakim pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan calon jamaah PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel pada Selasa (22/8) lalu. Terhitung 45 hari kerja ke depan, pihak First Travel menawarkan usulan perdamaian kepada para kreditur termasuk calon jamaah.

Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba, menilai bahwa permohonan PKPU dikhawatirkan akan merugikan kepentingan calon jamaah. Sebab, PKPU pada prinsipnya adalah menunda kewajiban seluruh pembayaran kepada para kreditur sehingga pada masa PKPU tersebut, First Travel tidak boleh dipaksa membayar utang atau kewajiban lainnya kepada siapapun berdasarkan putusan pengadilan.

“Dalam status PKPU maka semua kewajiban debitur ditunda pembayarannya. Yang menjadi pertanyaan kritisnya, pemohon PKPU kan tiga orang jamaah, nah jamaah ini justru yang mengajukan PKPU ke court (pengadilan) artinya mereka ingin agar kewajiban debitur (First Travel) ditunda saja pemenuhannya dan dikabulkan Pengadilan Niaga,” kata James kepada hukumonline, Kamis (24/8).

Sekadar informasi, tiga calon jamaah First Travel Euis Hilda Ria, Hendarsih, dan Ananda Perdana Saleh mengajukan upaya PKPU. Mereka menunjuk Anggi Putera Kusuma sebagai kuasa hukum. Selasa (22/8) kemarin, majelis pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam putusannya mengabulkan permohonan mereka lantaran menilai yang diajukan pemohon memenuhi unsur-unsur Pasal 222 ayat (3) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU karena First Travel tidak dapat menunaikan kewajibannya kepada para kreditur.

(Baca Juga: Hakim Terima PKPU Sementara Calon Jamaah First Travel)

Berdasarkan bukti yang disampaikan pemohon di muka sidang, Ketua Majelis berpendapat bahwa total uang sebesar Rp 54,4 juta yang dibayarkan tiga calon jamaah First Travel menimbulkan utang bagi First Travel dan memenuhi unsur minimal dua orang kreditur untuk dapat mengajukan PKPU ke Pengadilan Niaga. Dalam persidangan juga terungkap bahwa First Travel menunda jadwal keberangkatan dari sebelumnya antara bulan Mei atau Juni 2017 serta menawarkan opsi pengembalian dana (refund) dalam 30 hari atau 90 hari kerja.

“Dalam kasus First Travel maka kewajiban debitur adalah memberangkatkan jamaah ke tanah suci, dengan demikian maka seharusnya Pengadilan Niaga tidak menafsirkan atau mengkonversi kewajiban memberangkatkan haji sebagai utang dalam UU Kepailitan,” kata James.

Terlepas dari persoalan tersebut, James khawatir bila proses PKPU sementera yang berlangsung dalam waktu 45 hari ini gagal menemui titik tengah antara First Travel dan kreditur lain termasuk para jamaah. Bila proposal perdamaian yang diajukan debitur atau First Travel nantinya ditolak para kreditur, James mengatakan maka demi hukum status First Travel dinyatakan pailit dan jamaah akan semakin merugi karena perusahaan sulit memberangkatkan jamaah.

“Ya kalau sudah diputuskan oleh Pengadilan dalam status PKPU maka semua pihak wajib mentaati putusan pengadilan dan ikut proses PKPU, dan mudah-mudahan dana jamaah bisa dikembalikan secepat mungkin. Semua kreditur wajib daftarkan tagihan ke Pengurus PKPU,” kata James.

Dalam putusan PKPU tersebut, majelis hakimmenunjuk satu orang hakim pengawas, yakni Titik Tejaningsih serta menunjuk lima Pengurus antara lain,Sexio Yuni Noor Sidqi, Abdillah, Ahmad Ali Fahmi, Lusiana Malik, dan Fadlin. Namun, salah seorang pengurus yakni Fadlin mengundurkan diri dengan alasan telah menangani perkara kepailitan lebih dari tiga kasus. Surat pengunduran diri Fadlin tertanggal 21 Agustus 2017 telah diterima oleh Ketua Majelis.

(Baca Juga: Bos First Travel Janji Refund Rp4,29 Miliar pada Agustus dan September)

Kuasa Hukum First Travel, Deski, mengatakan pihaknya akan segera mengajukan usulan perdamaian yang paling menguntungkan buat para jamaah.Pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktur Utama dan Direktur First Travel, yakni Andika Surachman dan Anniesa Desvita Hasibuan terkait usulan perdamaian tersebut, sehingga Deski masih belum bisa merinci skema apa yang nantinya akan ditawarkan kepada jamaah.

Sejauh ini, Deski mengatakan lebih mudah bila memberangkatkan para jamaah ketimbang memenuhi keinginan mereka untuk refund, sehingga ia berharap para kreditur menerima usulan perdamaian yang nanti mereka ajukan.

“Kalau usulan perdamaian diterima (kami) akan jalankan. Kalau ditolak, maka (First Travel) akan dipailitkan. Kami rasa itu akan merugikan semua orang. Kami akan berunding dengan kreditur agar usulan ini menemukan keadilan untuk semua,” kata Deski.

Dimintai tanggapannya, salah seorang Pengurus, Sexio Yuni Noor Sidqi, mengatakan bahwa masa PKPU sementara selama 45 hari dapat diperpanjang sampai 270 hari menjadi PKPU tetap apabila proposal perdamaian yang diajukan First Travel belum bisa diterima oleh para kreditur termasuk calon jamaah.

Apabila proposal perdamaian diterima para kreditur, maka akan dibuat homologasi perdamaian oleh majelis hakim kemudian status PKPU First Travel berakhir dan diumumkan melalui Koran atau media masa.

“Tim Pengurus akan berkoordinasi dan bersinergi dengan Bareskrim terkait dengan informasi aset First Travel baik yang telah maupun yang belum disita. Proses pidana sebisa mungkin sinergi dengan PKPU ini agar hak keperdataan jamaah terlindungi serta Tim Pengurus akan berkomunikasi dan meminta debitur (First Travel) untuk terbuka terkait aset serta menyusun proposal Perdamaian yang diajukan kepada Kreditur dengan opsi memberangkatkan umroh dan/atau maupun refund (pengembalian dana),” kata Sexio kepada Hukumonline, Kamis (24/8).

Patut diketahui, yang dikhawatirkan James juga disampaikan sebelumnya oleh salah satu kuasa hukum calon jamaah First Travel, Riesqi Rahmadiansyah. Kepada hukumonline, Riesqi mengatakan bahwa upaya hukum pengajuan PKPU memang menjadi hak siapapun. Namun, bila First Travel dinyatakan pailit, Riesqi mempertanyakan siapa pihak yang akan memenuhi permintaan kliennya baik mengembalikan uang yang telah dibayarkan atau memberangkatkan mereka ke tanah suci.

(Baca Juga: Advokat Khawatir Upaya PKPU Justru Rugikan Jamaah Korban First Travel)

Riesqi melanjutkan, upaya PKPU masih berjalan tetapi apabila putusan tersebut nantinya benar-benar berujung pada dipailitkannya First Travel, ia memastikan akan menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK) perdata dengan alasan 1.000 klien yang memberikan kuasa kepadanya akan dirugikan. Ia memastikan akan menempuh upaya sebagai penggungat intervensi sepanjang First Travel dinyatakan pailit oleh pengadilan.

“Kenapa kami tolak PKPU, karena ini bukan bisnis. Ini adalah ibadah. Jelas mereka bukan kreditur, mereka adalah jamaah. Dari segi penamaan saja beda. Dengan ada gugatan PKPU, First Travel akan (berpotensi) dipailitkan, kalau pailit siapa yang akan memberangkakan ini semua, siapa yang akan tanggung jawab,” kata Riesqi.

Sementara itu, kuasa hukum calon jamaah First Travel lainnya, Mustolih Siradj menyikapi upaya PKPU yang ditempuh ‘gerbong’ jamaah lain dengan cara memantau perkembangan masing-masing termasuk proses pidana yang saat ini tengah ditangani oleh Bareskrim Polri. Sekedar tahu, Komnas Haji & Umrah menerima kuasa sebanyak 300 calon jamaah, di mana upaya yang ditempuh adalah permintaan pengembalian uang secara utuh secara langsung kepada Andika dan Anniesa Hasibuan.

“Cuma yang jadi repotnya, selain ada persoalan pidana, sekarang ada juga PKPU. Senin kesimpulan. Ini bisa berujung ke pailit kalau tidak disepakati proposal perdamaian. Ini situasi yang rumit, di samping proses pidana berjalan ada juga PKPU,” kata Mustolih kepada hukumonline.

Mustolih mengungkapkan bahwa pihak First Travel sudah berkomitmen melakukan refund kepada 300 calon jamaah dengan skema dua kali pembayaran pada 28 Agustus 2017 untuk 120 calon jamaah dan 25 September 2017 untuk 180 calon jamaah. Kesepakatan tersebut ditandatangi di atas kertas pada 24 Juli 2017 di kantor First Travel di bilangan Kuningan Jakarta oleh Andika mewakili jajaran direksi First Travel dan Mustolih selaku kuasa hukum calon jamaah dan Ketua Komnas Haji & Umrah.

“Kalau diterima, ada proposal perdamaian bisa selesai. Tapi kalau tidak, bisa pailit. Kalau pailit, asetnya diurus kurator. Nanti kemudian, saya kira orang-orang akan merapat kepada kurator untuk disertakan dalam pembagian aset,” kata Mustolih.

Komisi VIII DPR RI juga khawatir apabila upaya PKPU sementara ini berujung pailit. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengatakan bahwa ia sedikit khawatir bila First Travel dinyatakan pailit lantaran kerugian jamaah akan semakin besar. Menurutnya, upaya yang saat ini dilakukan Baresrkim sudah cukup sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada jamaah sepanjang penyitaan aset dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan dengan penelusuran aset yang optimal, maka nasib jamaah akan jelas apakah akan diberangkatkan ataupun dilakukan refund.

“Itulah yang harus kita cegah. Argumen-argumen yang akan berujung kepada pailit. Kita harus melihat sanksi yang lain, adalah penipuan. Kalau penipuan kan tidak selesai ke pailit. Kita khawatir bila dipailit, kita ingin penyitaan aset berapapun agar bisa diberangkatkan atau refund,” kata Sodik saat ditemui di gedung DPR Kamis (24/8) kemarin.

Sodik menambahkan, Komisi VIII DPR memutuskan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) agar Kementerian Agama dan Bareskrim betul-betul mengawasi komitmen First Travel apakah memberangkatkan atau melakukan refund. Dibentuknya Panja juga diperuntukkan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah melalui Menteri Agama selaku otoritas yang memberikan izin penyelenggaraan perjalanan umrah kepada First Travel.

“Kita bentuk panja agar menteri tanggungjawab. Kita harap minta polisi sita aset, dengan sita aset, peluang kembalian uang lebih besar,” kata Sodik.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Iskan Qolba Lubis. Ia menilai upaya PKPU sementara akan berhasil sepanjang aset yang dimiliki First Travel mencukupi memenuhi kewajiban-kewajibannya yang jatuh tempo termasuk kepada para jamaah. Yang menjadi pertanyaan, apakah aset yang dimiliki mencukupi kewajibannya. Sebab, mengutip data yang dirilis Bareskrim, Iskan menilai sepertinya tidak akan dapat memenuhi kewajiban kepada seluruh jamaah.

Catatan hukumonline, Bareskrim menelusuri aliran dana 44 rekening First Travel bersama Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Di samping itu, Bareskrim juga mencatat ada72.682 orang yang mendaftar mengikuti paket umrah promo yang ditawarkan First Travel sejak Desember 2016 hingga Mei 2017. Dalam kurun itu, ada 14 ribu orang yang sudah diberangkatkan ke tanah suci dan masih ada 58.682 orang yang belum diberangkatkan.

Menurut perkiraan polisi, kerugian jemaah pengguna layanan umrah perusahaan itu mencapai Rp848 miliar, yang meliputi biaya setor paket promo umrah Rp839 miliar dan biaya carter pesawat Rp9,5 miliar.

Bareskrim mencatat juga First Travel memiliki utang Rp85 miliar ke penyedia tiket, utang Rp9,7 miliar kepada penyedia jasa pengurusan visa dan utang Rp24 miliar kepada sejumlah hotel di Arab Saudi. Pada Mei 2017, pelaku kembali menawarkan biaya tambahan Rp2,5 juta per orang untuk sewa pesawat kepada jemaah yang ingin segera diberangkatkan. Pelaku juga menawarkan paket Ramadhan dengan biaya tambahan Rp3 juta-Rp8 juta per orang.

“Kalau dibikin proposal, itu kalau uangnya masih ada, (tapi) kalau sudah bangkrut gimana. Makanya sekarang yang penting berapa asetnya, itu bagi aja sama jamaahnya,” kata Iskan.

Tags:

Berita Terkait