Ahli: Bukti Video HTI Gugurkan Alasan Penerbitan Perppu Ormas
Berita

Ahli: Bukti Video HTI Gugurkan Alasan Penerbitan Perppu Ormas

Karena penayangan bukti video HTI tahun 2013 di sidang MK atas permintaan Pemerintah tidak logis atau tidak relevan jika dihubungkan alasan terbitnya Perppu Ormas.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang MK. Foto: MK
Suasana sidang MK. Foto: MK
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pleno pengujian Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan dua orang saksi dan ahli yang diajukan mantan Jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ahli yang dimaksud yakni pengamat hukum tata negara Margarito Kamis.

Sedangkan dua saksi yang dihadirkan bernama Farid Wadjdi dan Abdullah Fanani, eks anggota/pengurus HTI yang menghadiri Muktamar Khilafah HTI tahun 2013 di Stadion Gelora Bung Karno. Dalam keterangannya, Faridji Wadjdi menuturkan adanya video selama dua menit yang diputar di sidang pleno mendengarkan keterangan pemerintah terjadi pada tahun 2013.

“Ketika itu, HTI sedang melakukan kegiatan Muktamar Khilafah yang disampaikan oleh Ketua Umum Muhammad Kuniar yang diawasi pula oleh pihak Kepolisian,” ujar Farid dalam persidangan di Gedung MK, Rabu (6/9/2017). (Baca Juga: Begini Alasan Pemerintah Terbitkan Perppu Ormas)  

Dia menuturkan acara Muktamar Khilafah tahun 2013 itu tidak pernah ada persoalan. Lagipula, pihaknya tidak pernah ada anggota dan pengurus HTI yang dipanggil aparat penegak hukum setelah acara Muktamar Khilafah itu. “Selama kita melakukan kegiatan tentang penegakkan syariat Islam dan dakwah Islam tidak pernah dipanggil aparat. Dan khilafah hanya salah satu bagian dakwah saja,” ungkap Farid.

Anggota Pimpinan Pusat HTI Abdullah Fanani mengatakan sejak tahun 2013 tidak pernah ada surat peringatan dari Kepolisian atau Pemerintah terkait kegiatan dakwah HTI. Pihaknya juga tidak pernah diajak berdialog mengenai persoalan khilafah ini. “Justru HTI yang mengajukan audiensi untuk berdialog,” ujar Abdullah.

Sementara Margarito Kamis menilai penayangan bukti video HTI di sidang MK atas permintaan Pemerintah tidak logis jika dihubungkan alasan terbitnya Perppu Ormas. Terlebih, jika dikaitkan adanya syarat “kegentingan yang memaksa”. “Peristiwa dalam penayangan video HTI itu tidak bisa menjadi dasar untuk merumuskan peristiwa genting,” ujar Margarito Kamis.

“Penerbitan Perppu Ormas tidak logis. Terlebih, jika pemerintah mengacu pada kegiatan Muktamar Khilafah HTI yang digelar pada 2013 lalu.”

Ia menerangkan organisasi HTI pada Tahun 2013 belum berbadan hukum yang sah dan hanya memegang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Lalu, kemudian pada tahun 2014, HTI resmi berbadan badan hukum dan terdaftar secara sah di Kemenkumham.

Margarito melanjutkan diterimanya HTI sebagai badan hukum terdaftar oleh Pemerintah pada 2014 dihubungkan Muktamar HTI 2013, menggugurkan asumsi negara dalam keadaan kegentingan yang memaksa, sehingga perlunya diterbitkan Perppu Ormas. Menurutnya, jika pemerintah menilai HTI perlu dibubarkan, maka seharusnya dilakukan tahun 2013 lalu.

“Seharusnya pada 2013, pemerintahan (saat itu) segera bertindak keluarkan Perppu. Tetapi, kok kenapa menunggu 4 tahun kemudian? Ini menjadi betul-betul tidak logis. Karena itu, peristiwa tahun 2013 gugur dan tidak cukup alasan hukum mengkonstruksi ‘hal ihwal kegentingan yang memaksa’ oleh presiden dengan hak ekslusifnya.”

Dia juga mempertanyakan apakah keluarnya Perppu Ormas ini sudah mengacu tiga syarat dalam Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009? Putusan MK ini terkait keadaan mendesak dalam hal tidak adanya norma hukum yang memadai. Padahal, saat ini sudah ada UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas.  

“Putusan MK ini terkait keadaan mendesak atau keadaan hukum yang tidak memadai. Apanya yang tidak memadai ini? Ini harus dijelaskan (dalam Perppu Ormas, red). Seperti tadi, adanya video HTI tahun 2013, apakah itu mendesak?”

Sebelumnya, kuasa Hukum eks Jubir HTI, Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan relevansi pemutaran video HTI sebelum pemerintah menyampaikan keteranganya. Yusril menilai tidak ada relevansinya pemutaran video HTI dengan adanya syarat “kegentingan yang memaksa” terbitnya Perppu Ormas. Sebab, video orasi HTI di Senayan pada tahun 2013 terjadi saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).   

“Kalau ada unsur ‘kegentingan yang memaksa’, kenapa video yang diputar aktivitas tahun 2013 (era SBY) dan baru tahun 2017 dikeluarkan Perppu Ormas di era pemerintahan Presiden Jokowi? ujar Yusril mempertanyakan dalam persidangan sebelumnya. Baca Juga: Lebih Baik Membubarkan Ormas Lewat Mekanisme Yudisial

Seperti diketahui, sidang pleno uji materi Perppu ini mengabungkan 7 Pemohon yang pokok permohonannya hampir sama. Yakni, Afriady Putra S (OAI); Mantan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto; Aliansi Nusantara; Yayasan Sharia Law Institute Dkk. Dan, PP Persatuan Islam (persis); Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Yayasan Forum Silaturahmi Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia; Herdiansyah.

Para Pemohon menguji formil dan materil Perppu Ormas, khususnya Pasal 59 ayat (4) huruf c sepanjang frasa “menganut”, Pasal 61 ayat (3), Pasal 62, Pasal 80, dan Pasal 82A. Intinya, dalil permohonan mempersoalkan alasan pemerintah menerbitkan Perppu Ormas yang dinilai tidak memenuhi syarat “kegentingan yang memaksa” dalam Pasal 22 ayat (1) UUD Tahun 1945 dan Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 serta melanggar hak berserikat yang dijamin konstitusi.  
Tags:

Berita Terkait