Pembentuk UU Diminta ‘Rombak’ Pengaturan Pajak Alat Berat
Berita

Pembentuk UU Diminta ‘Rombak’ Pengaturan Pajak Alat Berat

Pembentuk undang-undang diberi jangka waktu 3 tahun untuk merevisi UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya berkenaan dengan pengenaan pajak terhadap alat berat. Sebab, menurut Pasal 23A UUD 1945, negara hanya dibenarkan mengenakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Kendaraan alat berat. Foto: YOZ
Kendaraan alat berat. Foto: YOZ
Setelah dinyatakan alat-alat berat bukan kategori kendaraan bermotor dan seharusnya terbebas dari pajak kendaraan bermotor pada umumnya melalui putusan pengujian UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Kini, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menghapus aturan yang masih menyamakan alat-alat berat sebagai kendaraan bermotor dalam beberapa pasal UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Menyatakan Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa ‘termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen’, Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasa ‘termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar’; Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan bernomor 15/PUU-XV/2017 di Gedung MK Jakarta, Selasa (10/10/2017.

Dalam amar putusannya, Mahkamah juga meminta pembentuk Undang-Undang (Pemerintah dan DPR) merevisi UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berhubungan dengan pengaturan kendaraan alat-alat berat/besar khususnya menyangkut pajak. “Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya berkenaan dengan pengenaan pajak terhadap alat berat,” ujar Arief.   

Sebelumnya, permohonan ini diajukan tiga perusahaan alat-alat berat yakni PT Tunas Jaya Pratama, PT Mappasindo, PT Gunungbayan Pratamacoal yang diwakili advokat Ali Nurdin. Alasannya, pasca terbitnya putusan MK No. 3/PUU/XIII/2015 terkait pengujian UU LLAJ itu, alat-alat berat masih dikenakan pajak PKB dan BBNKB.  

Padahal, putusan MK tersebut telah mencabut Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ, sehingga alat-alat berat telah dinyatakan bukanlah kendaraan bermotor. Dengan begitu, implikasi putusan itu seharusnya aturan persyaratan bagi kendaraan bermotor, seperti uji kir/tipe, berkala, termasuk pengenaan pajak tidak berlaku bagi kendaraan alat-alat berat. Baca Juga: Putusan Ini ‘Kado’ untuk Perjuangan Bang Buyung  

Dalam putusan No. 15/PUU-XV/2017 ini, Mahkamah mengingatkan meski frasa pasal-pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional, hal itu bukan berarti atau ditafsirkan terhadap alat-alat berat tidak boleh dikenakan pajak. Apalagi, para pemohon baik dalam permohonannya maupun di persidangan berkali-kali menyatakan bahwa pengujian pasal-pasal a quo sama sekali tidak bermaksud menghindar dari kewajiban membayar pajak.

“Dengan demikian, alat berat tetap dapat dikenakan pajak, namun dasar hukum pengenaan pajak terhadap alat berat itu bukan karena alat berat merupakan bagian dari kendaraan bermotor. Karena itu, berarti dibutuhkan dasar hukum baru dalam peraturan perundang-undangan untuk mengenakan pajak terhadap alat berat yang antara lain dapat dilakukan dengan mengubah (revisi) UU No. 28 Tahun 2009 sepanjang berkenaan dengan pengaturan pengenaan pajak terhadap alat berat,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah.

Mahkamah memandang penting memberi tenggang waktu 3 tahun kepada pembentuk Undang-Undang untuk merevisi UU yang dimaksud. Tenggang waktu tersebut untuk menghindari adanya kekosongan hukum tentang pengenaan pajak terhadap alat berat. Karena itu, (sementara waktu), terhadap alat berat tetap dapat dikenakan pajak berdasarkan ketentuan UU yang lama.

“Apabila tenggang waktu perubahan Undang-Undang tersebut telah terlampaui dan Undang-Undang baru belum juga diundangkan, maka terhadap alat berat tidak boleh lagi dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang yang lama. Sebab, menurut Pasal 23A UUD 1945, negara hanya dibenarkan mengenakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang.”
Tags:

Berita Terkait