Apakah Pembantaran Itu? Berikut Penjelasan Hukumnya
Utama

Apakah Pembantaran Itu? Berikut Penjelasan Hukumnya

Pembantaran hanya bisa diberikan bagi tahanan yang dirawat-inap di rumah sakit di luar rutan. Masa pembantaran tidak dihitung untuk pengurangan pidana yang dijatuhkan Pengadilan.

Oleh:
Kartini Laras Makmur
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembantaran penahanan karena sakit. Ilustrator: HGW
Ilustrasi pembantaran penahanan karena sakit. Ilustrator: HGW

Meskipun masih dalam kondisi terbaring di rumah sakit pasca kecelakaan tunggal, Ketua DPR RI yang juga tersangka kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto tetap ditahan oleh KPK. Namun, kemudian KPK langsung memutuskan untuk melakukan upaya pembantaran terhadap Novanto. Pembantaran itu memang dicabut setelah Novanto tak dirawat inap lagi. Sebenarnya, apakah pembantaran atau yang dalam bahasa Belanda disebut stuiting itu?

 

Dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ditemukan istilah pembantaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) versi daring, kata pembantaran berarti penangguhan masa penahanan dan diperjelas dengan keterangan “masa penahanan yang tidak dihitung selama dirawat di rumah sakit”. Pengertian yang hampir sama ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia versi cetak edisi September 2015.

 

(Baca juga: Setnov Bersedia Tanda Tangani Berita Acara Pencabutan Pembantaran)

 

Sejumlah kamus hukum yang ditelusuri hukumonline, termasuk Kamus Hukum Umum terbitan BPHN (2004) dan ‘Terminologi Hukum Pidana’ (2009) karya Andi Hamzah, tak mencantumkan sama sekali lema pembantaran atau kata dasarnya bantar. Kamus Hukum terbitan Citra Umbara Bandung (2011), mengartikan pembantaran penahanan sebagai penahanan yang dilakukan kepada tersangka yang sakit dan perlu dirawat inap di rumah sakit dengan ketentuan jangka waktu tersangka menjalani rawat inap tersebut tidak dihitung sebagai masa penahanan.

 

Adapun pengaturan mengenai pembantaran terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 1989 tentang Pembantaran (Stuiting) Tenggang Waktu Penahanan Bagi Terdakwa yang Dirawat Menginap di Rumah Sakit di Luar Rumah Tahanan Negara atas Izin Instansi yang Berwenang Menahan.

 

Pada paragraf 2 SEMA tersebut, dijelaskan bahwa sering terjadi terdakwa yang berada di dalam rumah tahanan negara (rutan) mendapat izin untuk dirawat inap di rumah sakit di luar rutan, yang kadang-kadang perawatannya memakan waktu lama sehingga tidak jarang terjadi terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum karena tenggang waktunya untuk menahan telah habis.

 

(Baca juga: Kebijakan Pembantaran Dilaporkan ke KY)

 

Ketua MA saat itu, Ali Said, berpendapat bahwa pada hakikatnya jika seorang terdakwa karena sakit yang dideritanya benar-benar harus dirawat di rumah sakit, dalam keadaan tidak ditahan pun ia akan tetap menjalani perawatan yang sama. Artinya, bagi mereka yang benar-benar sakit, masa perawatan di rumah sakit itu tidak terkait dengan perhitungan waktu penahanan.

 

Dengan demikian, Ali Said memutuskan bahwa setiap perawatan yang menginap di rumah sakit di luar rutan atas izin instansi yang berwenang menahan, tenggang waktu penahanannya dibantar (gertuit). Namun, ada aturan main yang harus diikuti terkait pembantaran. Pertama, pembantaran baru dihitung sejak tanggal terdawa secara nyata dirawat-inapkan di rumah sakit. Hal ini harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Rumah Sakit tersebut.

Tags:

Berita Terkait