Polisi Jabat Plt Gubernur, Ini UU yang Potensi Dilanggar Mendagri
Berita

Polisi Jabat Plt Gubernur, Ini UU yang Potensi Dilanggar Mendagri

Mulai UU Pilkada, UU ASN, hingga UU Polri.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menunjuk perwira Polri aktif sebagai pelaksana tugas pejabat (Plt) Gubernur di Sumatera Utara dan Jawa Barat dipandang berpotensi melanggar sejumlah Undang-Undang (UU). Mulai UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada), UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.   

 

Pandangan ini disampaikan peneliti hukum Perkumpulan untuk Demokrasi dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil. “Langkah penunjukan anggota polisi aktif jadi penjabat gubernur, berpotensi melanggar sejumlah UU,” ujar Fadli Ramadhanil di Jakarta, Senin (29/1/2018).  

 

Dia menerangkan UU Pilkada sudah mengatur secara jelas perihal pengisian kekosongan jabatan gubernur yang diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan madya. Pasal 201 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

 

Menurut Fadhil, jabatan pimpinan tinggi madya dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Mulai sekretaris jenderal kementrian, sekretaris utama, sekretaris jendral kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jendral, deputi, inspektur jendral, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

 

Merujuk aturan itu, kata dia, semestinya Mendagri sudah mengetahui sebelum mengambil keputusan untuk menunjuk pejabat pelaksana tugas gubernur. Karena itu, tindakan Mendagri yang hendak menunjuk perwira polisi sebagai gubernur Sumatera Utara dan Jawa Barat yakni Irjen Pol M. Iriawan dan Irjen Pol Martuani Sormin, berpotensi melanggar UU Pilkada itu.

 

Senada, Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Mustafa Fakhri menilai jabatan pelaksana gubernur semestinya berasal dari jabatan pimpinanan tinggi madya. Yakni, berasal dari kalangan sipil seperti diatur dalam Pasal 201 ayat (10) UU Pilkada.

 

“Rencana Mendagri menunjuk anggota Polri aktif sebagai pelaksana tugas gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara wacana yang tidak berdasarkan hukum dan menciderai  semangat reformasi,” ujar Mustafa Fakhri.  

Tags:

Berita Terkait