Pemerintah Siapkan Regulasi Pajak Perusahaan Raksasa Digital
Berita

Pemerintah Siapkan Regulasi Pajak Perusahaan Raksasa Digital

Potensi pajak dari perusahaan raksasa digital sangat besar. Namun, regulasi saat ini belum maksimal menarik penerimaannya.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Siapkan Regulasi Pajak Perusahaan Raksasa Digital
Hukumonline

Regulasi perpajakan di Indonesia saat ini masih belum maksimal menarik pungutan dari perusahaan raksasa berbasis internet atau over the top (OTT). Kondisi tersebut tentunya berpotensi hilangnya penerimaan negara dari sektor pajak dari keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut.

 

Padahal kalau dihitung-hitung, penerimaan negara dari perusahaan OTT tersebut bisa dibilang tidak sedikit. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus pernah menyatakan potensinya mencapai Rp 11 triliun pada 2015.

 

Melihat kondisi tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP, Hestu Yoga Saksama mengatakan pihaknya saat ini sedang mengkaji untuk memperkuat regulasi dalam menarik pajak perusahaan OTT. Dia menjelaskan salah satu cara yang dilakukan dengan merevisi UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

 

Yoga menjelaskan dalam UU PPh saat ini masih memiliki atau membuka celah bagi perusahaan OTT yang berasal luar negeri untuk menghindari pajak di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena hingga saat ini masih belum ada konsep aturan perpajakan yang jelas terhadap perusahaan OTT.

 

“Dalam konteks perpajakan internasional, saat ini sedang merumuskan konsep perpajakan yang tepat untuk OTT. Karena kalau dari perjanjian-perjanjian internasional yang saat ini ada masih banyak ‘lubangnya’ termasuk UU domestik di banyak negara,” kata Yoga saat dihubungi Hukumonline, Jumat (15/3/2018). Baca Juga: Pengamat Pajak Beberkan Dugaan Modus Google

 

Saat ini, pemerintah baru bisa menerapkan pajak terhadap perusahaan OTT yang memenuhi kriteria bentuk usaha tetap (BUT). Yoga menjelaskan perusahaan OTT dengan kriteria BUT, maka perhitungan pajaknya dikenakan sama dengan wajib pajak badan lain seperti yang tertera dalam Pasal 17 UU PPh dengan tarif 28 persen dari penghasilan kena pajak.

 

Sayangnya, meski sudah diatur dalam UU PPh, kategori BUT tersebut masih belum cukup memiliki kekuatan hukum untuk menjaring pajak dari perusahaan OTT asing di Indonesia. Dalam Pasal 2 ayat (4) UU PPh disebutkan perusahaan dengan status BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait