Alasan RUU Pekerjaan Sosial Tak Atur Sanksi Pidana
Berita

Alasan RUU Pekerjaan Sosial Tak Atur Sanksi Pidana

Karena cukup mengacu pada ketentuan KUHP yang sudah mengatur berbagai jenis tindak pidana. Sementara, sanksi administrasi akan dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan yang akan dibentuk sesuai pedoman kode etik yang berlaku dalam profesi ini.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat Baleg DPR dengan pengusul RUU Praktik Pekerjaan Sosial. Foto: RFQ
Suasana rapat Baleg DPR dengan pengusul RUU Praktik Pekerjaan Sosial. Foto: RFQ

Badan Legislasi (Baleg) DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Praktik Pekerjaan Sosial bersama Komisi VIII DPR sebagai pihak pengusul. Hal yang menjadi sorotan dalam pembahasan RUU tersebut diantaranya ketiadaan pengaturan sanksi pidana dan keharusan memiliki sertifikasi kompetensi agar dapat menjalankan praktik pekerjaan sosial.

 

Anggota Baleg DPR, Ibnu Multazam berpandangan ketiadaan pengaturan sanksi pidana dalam RUU dikhawatirkan sulit memberi sanksi. Misalnya, terhadap oknum pelaku praktik pekerja sosial yang memanipulasi data kliennya demi keuntungan pribadi. Baca Juga: DPR Akui Penyelesaian RUU Prolegnas Tidak Optimal

 

Menurutnya, dalam Pasal 34 draf RUU Praktik Pekerjaan Sosial mengatur hak dan kewajiban klien. Seperti, menerima pelayanan praktik pekerjaan sosial, klien memang berhak memperoleh pelayanan sesuai standar praktik pekerjaan sosial. Selain itu, klien berhak memperoleh informasi secara benar dan jelas mengenai rencana intervensi praktik pekerjaan sosial.

 

Klien pun berhak memberi persetujuan atau penolakan terhadap rencana intervensi yang akan dilakukan. Tak hanya itu, klien memperoleh jaminan kerahasiaan identitas dan kondisi klien, dan pelayanan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial. “Klien dapat mengajukan keberatan atas pelayanan yang tidak sesuai dengan standar praktik pekerjaan sosial.”

 

Hanya saja, kata dia, draf RUU ini tidak mengatur ketentuan sanksi hukuman pidana jika ada pihak yang melanggar termasuk tidak adanya pengaturan sanksi administratif. Padahal, penting adanya sanksi terhadap oknum pelaku praktik pekerja sosial agar dapat memberi efek jera dan dapat menjaga marwah profesi pekerja sosial.

 

Anggota Baleg lain, Ledia Hanifa menuturkan sekalipun pengusul tak merumuskan ketentuan pidana, namun sebaiknya perlu memasukan pengaturan sanksi administratif. Misalnya, pencabutan berupa sertifikasi kompetensi yang diberikan lembaga kompetensi terkait. Dengan begitu, profesi praktik pekerjaan sosial dapat terjaga kode etiknya.

 

Menurut anggota Komisi X dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu, kata “larangan” yang mengandung sanksi dalam pengaturan RUU Praktik Pekerjaan Sosial penting dimasukan. Hal ini sebagai alat kontrol bagi para pelaku praktik pekerjaan sosial agar tidak melakukan pelanggaran hukum yang berujung pada sanksi pidana ataupun sanksi administrasi di luar ketentuan UU yang berlaku.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait