3 Peraturan Direkturnya Dibatalkan MA, Begini Sikap BPJS Kesehatan
Berita

3 Peraturan Direkturnya Dibatalkan MA, Begini Sikap BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan diminta untuk segera mencabut tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan yang sudah dinyatakan bertentangan dengan peraturan lebih tinggi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pelayanan BPJS di salah satu rumah sakit di Jakarta. Foto: HOL
Pelayanan BPJS di salah satu rumah sakit di Jakarta. Foto: HOL

Defisit dana jaminan sosial (DJS) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membuat BPJS Kesehatan mencari cara untuk menjaga agar program ini dapat berjalan berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan adalah menerbitkan kebijakan yang tujuannya agar pelayanan dapat diberikan secara efektif dan efisien, termasuk biayanya.

 

Kebijakan itu dituangkan dalam tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan. Begitu penjelasan Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, dalam jumpa pers awal Agustus lalu di Jakarta, (02/8).

 

Ketiga Perdirjampelkes itu terdiri dari Perdirjampelkes No.02 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan; Perdirjampelkes No. 03 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan tentang Bayi Baru Lahir Sehat dalam Program Jaminan Kesehatan; dan Perdirjampelkes No. 05 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik dalam Program Jaminan Kesehatan.

 

Kebijakan yang diterbitkan BPJS Kesehatan itu menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian ada yang menolak karena menganggap beleid itu merugikan peserta JKN dan dokter. Salah satu yang keberatan adalah kelompok dokter yang tergabung dalam Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB). Merka lantas mengajukan permohonan uji materiil terhadap ketiga Perdirjampelkes itu ke Mahkamah Agung (MA).

 

Dalam gugatan itu PDIB menilai Perdirjampelkes telah mereduksi dan mengintervensi tindakan dokter dalam bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter. Harusnya itu tidak dilakukan oleh Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan karena bertentangan dengan sumpah dan kode etik kedokteran Indonesia.

 

Selain kode etik kedokteran, Perdirjampelkes itu dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan antara lain Pasal 24 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Ssosial, dan pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, beleid yang digugat dianggap bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 20 Peraturan Presiden (Perpres) No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang telah diubah beberapa kali dan terakhir diganti dengan Perpres No.82 Tahun 2018.

 

(Baca juga: Penagihan Iuran BPJS Kesehatan Harus Diawasi, Begini Alasannya)

 

Selanjutnya Perdirjampelkes itu dianggap melanggar pasal 25 Perpres No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Perpres No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Ketentuan itu mengatur 17 jenis pelayanan yang tidak dijamin JKN. Dari 17 ketentuan itu tidak satu pun menyebut jenis pelayanan yang ada dalam Perdirjampelkes tersebut.

Tags:

Berita Terkait