Revolusi Industri 4.0 Ubah Relasi Hubungan Kerja? Begini Pandangan Pengusaha dan Akademisi
Utama

Revolusi Industri 4.0 Ubah Relasi Hubungan Kerja? Begini Pandangan Pengusaha dan Akademisi

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu direvisi untuk mengakomodir perkembangan revolusi industri 4.0 yang berdampak terhadap ketenagakerjaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Revolusi Industri 4.0 Ubah Relasi Hubungan Kerja? Begini Pandangan Pengusaha dan Akademisi
Hukumonline

Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu telah meluncurkan Peta Jalan Revolusi Industri 4.0 yang dinamakan Making Indonesia 4.0. Dalam dokumen itu pemerintah akan mendorong produktivitas tenaga kerja, sehingga meningkatkan daya saing dan mengangkat pangsa pasar ekspor global. Pemerintah yakin dengan ekspor yang tinggi dapat membuka lebih banyak lapangan kerja, konsumsi domestik kuat dan Indonesia mampu menjadi salah satu dari 10 besar ekonomi dunia.

 

Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, dalam beberapa kesempatan menyebut tantangan ekonomi di era disrupsi revolusi industri 4.0 makin besar. Sebagian pekerjaan hilang, tapi juga bermunculan yang baru. Menurutnya masyarakat tidak perlu khawatir dengan revolusi industri generasi keempat ini, paling penting dilakukan yakni menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada termasuk bagi dunia industri.

 

Hanif menyebut pemerintah telah menyiapkan tiga strategi transformasi bagi industri dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yakni industry transformation strategy, future jobs, dan manpower planning. Dengan adanya perubahan jenis pekerjaan, keterampilan yang dibutuhkan ikut berubah sehingga butuh pemetaan apa saja keterampilan yang dibutuhkan dan tidak.

 

Hanif mengatakan ada tiga langkah strategis yang disiapkan pemerintah daya manusia. “Pertama, meningkatkan link and match antara supply and demand SDM. Kedua, masifikasi pelatihan kerja dan sertifikasi profesi. Ketiga, pemagangan berbasis jabatan," ujar Hanif dalam keterangan pers medio November lalu.

 

Terpisah, Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, berpendapat revolusi industri 4.0 telah menggeser hubungan kerja. Relasi antara pekerja dan pemberi kerja bukan lagi berbentuk hubungan kerja tapi kemitraan. Untuk merespons perkembangan itu Hariyadi mengusulkan pemerintah untuk merevisi peraturan terkait ketenagakerjaan terutama UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

(Baca juga: Pengusaha: Permenaker Upah Minimum Melengkapi Peraturan Teknis PP Pengupahan)

 

Senada, Ketua Apindo bidang Ketenagakerjaan, Harijanto, melihat pola hubungan kerja yang berkembang di era revolusi industri 4.0 yakni kemitraan. Perubahan hubungan kerja itu berdampak pada pengupahan. Menurutnya pemangku kepentingan telah mengantisipasi itu dan telah berkembang wacana mengenai pembayaran upah yang dihitung per jam, hari, mingguan, dan bulanan.

 

Selain itu hubungan ketenagakerjaan ke depan akan lebih fleksibel dan seorang pekerja bisa bekerja pada lebih dari 1 pengusaha. Perkembangan ini juga perlu didukung melalui beberapa kebijakan seperti asuransi pengangguran, dan skill development funds untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan buruh. “Ini penting untuk mengantisipasi disrupsi revolusi industri 4.0, butuh reformasi ketenagakerjaan yang memberi perlindungan terbaik bukan saja bagi pekerja tapi juga masyarakat agar bisa mengakses lapangan kerja,” urai Harijanto.

Tags:

Berita Terkait