Beragam Persoalan dalam RUU Haji dan Umrah
Berita

Beragam Persoalan dalam RUU Haji dan Umrah

Mulai siapa pihak yang bakal menyelenggarakan ibadah haji dan umrah, kuota haji dan umrah, hingga daftar tunggu haji yang terlalu lama.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang  Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) masih terus dilakukan antara Komisi VIII DPR bersama pemerintah. Namun RUU yang bakal menggantikan UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji masih menyisakan sejumlah persoalan yang harus dilakukan pendalaman antara DPR bersama dengan pemerintah.

 

Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Komisi VIII bergerak cepat dengan melakukan upaya agar RUU Ibadah Haji dan Umrah dapat segera dirampungkan. Apalagi, RUU ini menjadi salah satu RUU yang lebih diprioritaskan DPR periode 2014-2019. Baginya, RUU ini penting segera rampung lantaran aturan RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang baru mendesak dibutuhkan bagi para calon jamaah.

 

Namun demikian Bamsoet, begitu biasa disapa, mengakui masih terdapat sejumlah persoalan yang mesti didalami. Pertama, pengaturan pemisahan antara Kementerian Agama (Kemenag) menjadi regulator penyelenggaraan haji dengan Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH). Selama ini dalam praktik Kemenag memang menjadi regulator dan operator. Sementara BPIH dirancang sebagai operator penyelenggaraan haji.

 

Karenanya, kata dia, dengan adanya pemisahan diharapkan terjadi penyelenggaraan ibadah haji da umrah yang jauh lebih profesional. Sayangnya, memang masih terjadi tarik menarik antara Kemenag dengan DPR. Maklum saja, pengelolaan  penyelenggaraan ibadah haji dan umrah menjadi upaya menghimpun dana umat.

 

Kedua, pengaturan lebih lengkap dan komprehensif soal kuota haji, umrah, dan petugas Indonesia yang akan membantu penyelenggaraan ibadah haji di tanah haram, Mekkah. Menurutnya, aturan terhadap kuota bagi petugas penting dilakukan secara ketat. Pasalnya jumlah kuota jamaah haji Indonesia sulit mendapatkan tambahan dari Pemerinta Arab Saudi.

 

Ketiga, pemberdayaan stakeholder haji termasuk masyarakat dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), serta penyelenggaraan haji khusus diberikan peran secara proporsional. Keempat, pengaturan detail terhadap beberapa pasal yang selama ini kurang jelas yang seharusnya pelaksanaannya diatur dalam peraturan Kemenag. “Seperti pengaturan kuota dan kriteria pengelola KBIH,” ujar Bamsoet dalam keterangannya di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (18/1/2019). Baca Juga: Ini 5 RUU Target DPR di Masa Persidangan III Tahun 2018-2019

 

Mantan Ketua Komisi III DPR itu meminta agar Komisi VIII dan pemerintah dapat lebih terbuka dan transparan saat membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah ini. Tak hanya menampung kepentingan kelompok bimbingan haji, namun masyarakat juga dilibatkan atau berpartisipasi memberi masukan terhadap pembahasan RUU ini.

Tags:

Berita Terkait