Menanti Kejelasan Hak Keuangan Hakim
Utama

Menanti Kejelasan Hak Keuangan Hakim

Penyusunan perubahan PP 94/2012 sudah memasuki tahap finalisasi. Setelah selesai akan dibahas bersama Tim Kajian Kemenpan dan RB dan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, mengirim surat ke Presiden agar dapat dikeluarkan PP Hak dan Fasilitas Hakim yang baru.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sudah lebih dari tiga bulan, pemerintah belum melaksanakan amanat putusan Mahkamah Agung (MA) terkait uji materi Pasal 3 ayat (2), (3), (4); Pasal 5 ayat (2); Pasal 11, 11A, 11B, 11C, 11D, dan 11E PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim sebagaimana telah diubah dengan PP No. 74 Tahun 2016. Permohonan ini diajukan beberapa hakim yakni Andi Muhammad Yusuf Bakri, Sunoto, Djuyamto, Achmad Cholil yang mempersoalkan gaji pokok dan hak pensiun hakim sebagai pejabat negara.  

 

Melalui putusan MA No. 23 P/HUM/2018 tertanggal 10 Desember 2018, Majelis MA membatalkan pengaturan gaji pokok dan hak pensiun hakim karena bertentangan dengan UU Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama, UU PTUN dan UU ASN. Sebab, faktanya besaran gaji pokok dan hak pensiun hakim ini masih disamakan kedudukannya dengan pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara (PNS/ASN).

 

Dalam putusannya, Majelis yang diketuai Hakim Agung Supandi beranggotakan Irfan Fachruddin dan Yodi Martono Wahyunadi tersirat memerintahkan pemerintah agar semestinya gaji dan tunjangan hakim ditentukan peraturan perundang-undangan tersendiri. Sebab, jabatan PNS berbeda dengan hakim yang berstatus pejabat negara dalam beberapa UU.

 

Terlebih, dateline pelaksanaan putusan MA ini sudah melebihi 90 hari sesuai Pasal 8 ayat (2) Peraturan MA (Perma) Nomor 1 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil. Artinya, setelah jangka waktu 90 hari sejak diterimanya putusan, pemerintah belum menerbitkan PP yang baru terkait gaji pokok dan pensiun hakim, maka secara otomatis pasal-pasal yang diuji dalam PP 94/2012 itu tidak mempunyai kekuatan hukum atau tidak berlaku.  

 

Di sisi lain, terbitnya PP No. 15 tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS secara hukum tidak lagi mengikat bagi para hakim. Karena itu, konsekuensinya besaran gaji pokok para hakim akan lebih kecil daripada gaji pokok PNS setelah terbitnya PP 15/2019 itu. (Baca Juga: Alasan MA Batalkan Aturan Gaji Pokok dan Pensiun Hakim)

 

Hal ini pula yang dilkeluhkan seorang Hakim Pengadilan Negeri Magelang Wahyu Sudrajat. Melalui artikel yang dimuat di Hukumonline berjudul “Mengantisipasi Gaji Ilegal Hakim”, Wahyu berpendapat apabila sampai 1 April 2019, pemerintah tidak juga menjalankan kewajibannya membuat aturan baru tentang gaji hakim, maka keadaan di tahun 2012 terdapat gaji pokok hakim lebih rendah daripada PNS akan terulang terulang.

 

Menurutnya, terbitnya PP 15 Tahun 2019, maka pada 1 April 2019, PNS seluruh Indonesia secara resmi akan menerima kenaikan gaji pokok. Sementara ketentuan gaji (pokok) hakim sudah tidak bisa disandarkan pada PP Nomor 15 tahun 2019 tersebut karena mata rantai ketentuan gaji hakim dalam PP 94/2012 telah dibatalkan lewat putusan MA No. 23 P/HUM/2018 itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait