Putusan MK Mendorong Bawaslu Lebih Siap
Berita

Putusan MK Mendorong Bawaslu Lebih Siap

Ada putusan yang tidak relevan digunakan.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Sidang sengketa hasil pilpres di MK. Foto: RES
Sidang sengketa hasil pilpres di MK. Foto: RES

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang sengketa hasil Pilpres telah memastikan sejumlah hal, bukan hanya memastikan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai pemenang. Melalui putusan No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 itu, Mahkamah Konstitusi juga mempertegas kewenangan Badan Pengawas Pemilu untuk menangani sengketa administrasi pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).

Komisioner Badan Pengawas Pemilu, Fritz Edward Sirait, memandang putusan Mahkamah Konstitusi, terutama berkaitan dengan pelanggaran yang bersifat TSM, sebagai bentuk dukungan konstitusional terhadap kelembagaan Bawaslu. Fritz sampai menghitung nama Bawaslu disebut 1.844 kali dalam putusan Mahkamah. Ini juga berarti pemberian kewenangan kepada Bawaslu dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum semakin mendapat landasan hokum.

Fritz berpandangan bahwa MK secara tegas telah membagi kewenangan sejumlah lembaga dalam menangani sengketa terkait Pemilihan Umum. Tidak hanya kepada Bawaslu, MK juga menegaskan pembagian kewenangan serupa kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA). Itu sebabnya, Bawaslu sangat mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi. “Bagian awal putusan itu kan mahkamah menegaskan dimana peran Bawaslu, di mana peran lembaga lain seperti PTUN, dan Mahkamah Agung yang sangat terbatas. Bawaslu sangat mengapresiasi putusan MK,” ujar Fritz kepada hukumonline, di Jakarta, Rabu (3/7).

Menurut Fritz, pembagian kewenangan tersebut semata-mata untuk memudahkan proses penanganan sengketa Pemilihan Umum yang pada dasarnya menggunakan mekanisme speedy trial. Dengan begitu tidak terjadi penumpukan hanya di salah satu lembaga saja.

(Baca juga: MK: Dalil Pelanggaran TSM Kewenangan Bawaslu).

Fritz menyebutkan, sebenarnya terkait penanganan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif bukan baru kali ini saja diberikan kepada Bawaslu. Bawaslu sebelumnya sudah memeiliki kewenangan tersebut. Cuma, saat itu masih terbatas pada pelanggaran dengan motif politik uang. Inilah antara lain yang berubah setelah UU No. 7 Tahun 2017 terbit.

Konstruksi UU Pemilu 2017 tersebut memberikan perluasan makna terhadap pelanggaran TSM yang menjadi wewenang penanganan oleh Bawaslu. Pada 2016 muncul konsep TSM tapi hanya mengenai politik uang. Lalu, “TSM itu maknanya diperluas menjadi pelanggaran administrasi oleh UU No. 7 Tahun 2017 dan itu adalah keweanagan dari Bawaslu,” terang Fritz.

Penegasan Mahkamah Konstitusi itu mendorong kesiapan Bawaslu menjalankan kewenangan yang telah diamanahkan undang-undang. Kesiapan juga diperkuat oleh kebijakan yang menjadikan Bawaslu di daerah bersifat permanen, tidak lagi ad hoc seperti sebelumnya.  Penguatan kelembagaan Bawaslu terhadap kewenangan TSM tersebut itu juga diberikan kepada Bawaslu daerah, Kabupaten kota maupun juga Propinsi”.

Tags:

Berita Terkait