KAI Anggap Pemblokiran Data Kendaraan Tidak Menyelesaikan Masalah
Berita

KAI Anggap Pemblokiran Data Kendaraan Tidak Menyelesaikan Masalah

KAI dapat memahami tujuan pemberlakuan kebijakan adalah untuk menertibkan kendaraan bermotor di Indonesia. Namun, pemblokiran tersebut tidak menyelesaikan masalah, baik bagi pemilik kendaraan atau pemerintah.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
KAI Anggap Pemblokiran Data Kendaraan Tidak Menyelesaikan Masalah
Hukumonline

Sejak diwacanakan pada tanggal 12 Juni 2017, Korlantas Polri sebagaimana diwartakan oleh Kompasmenyatakan, pemberlakuan penghapusan data kendaraan yang Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) menunggak selama dua tahun secara berturut-turut, akan diberlakukan mulai tahun ini. Dengan kata lain, bagi kendaraan bermotor yang menunggak pajak selama lima tahun (ganti pelat) dan dua tahun berikutnya belum membayar kewajibannya (tujuh tahun), data kendaraan tersebut akan dihapus dan tidak dapat diregistrasi kembali (diblokir).

 

Melalui pernyataan persnya pada 12 Juli 2019, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Refdi Andri mengungkapkan, penghapusan data kendaraan ini sudah sesuai dengan ketentuan pasal 74 UU No. 22 Tahun 2012 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Darat, serta pasal 110 Perkap Polri No. 2 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor. Dasar dari rencana kebijakan ini berpijak pada asumsi—ada banyak kendaraan yang rusak atau tidak dapat digunakan lagi. Selain itu, rencana ini juga menjadi bentuk peringatan kepada pemilik kendaraan untuk melakukan kewajibannya, seperti membayar pajak, sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas, perpanjangan STNK, dan pengesahan STNK.

 

Menanggapi pernyataan Kakorlantas Polri, Adv. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, SH, MH, CLA, CIL, CLI, CRA selaku Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) menganggap bahwa penghapusan data kendaraan disertai pemblokiran adalah tindakan yang berlebihan dan keliru. “KAI dapat memahami tujuan pemberlakuan kebijakan adalah untuk menertibkan kendaraan bermotor di Indonesia. Namun, pemblokiran tersebut tidak menyelesaikan masalah, baik bagi pemilik kendaraan atau pemerintah,” ujar dia.

 

Solusinya, KAI menyarankan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan penerapan penarikan pajak yang dibayarkan sepuluh tahun di muka saat pembelian kendaraan baru yang dijadikan satu dengan harga kendaraan. Memang, pembayaran di muka akan sedikit memberatkan. Namun, dengan cara ini, pemilik kendaraan baru tidak lagi terbebani untuk memikirkan pajak kendaraannya selama sepuluh tahun ke depan. Bagi calon pembeli atau pemilik kendaraan baru yang membeli secara kredit, mereka dapat mengangsurnya berdasarkan masa kredit pembayaran. Sementara itu, bagi yang langsung membeli secara tunai, dapat membayarnya di muka untuk sepuluh tahun mendatang.

 

Dalam proses pembayaran, pemilik lama yang menunggak juga dapat diberi kebijakan pemutihan terhadap bunga dan denda tunggakan pajak kendaraannya, sedangkan untuk pembayaran tunggakan pajak pokok, dapat diberikan keringanan dengan cara mengangsur dalam jangka waktu dua tahun. “Apabila dalam jangka waktu dua tahun sejak dikeluarkannya kebijakan tersebut, pihak-pihak belum juga melaksanakan kewajiban berupa perpanjangan pajak kendaraan, maka kendaraan tersebut baru dianggap sudah tidak ada,” Tjoetjoe menambahkan.

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Tags:

Berita Terkait