Mahasiswa Uji Revisi UU KPK, Ini Saran Hakim MK
Utama

Mahasiswa Uji Revisi UU KPK, Ini Saran Hakim MK

Majelis meminta kejelasan permohonan ini, apakah yang diuji UU KPK atau Revisi UU KPK? Karena dalam petitum memuat pengujian UU KPK terkait prosedur penetapan pimpinan KPK oleh Presiden.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sekitar 18 mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia merasa dirugikan atas disahkannya Revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Mereka diantaranya adalah Mahasiswa FH Universitas Indonesia (FHUI) Muhammad Raditio Jati Utomo; Mahasiswa FH UKI Deddy Rizaldy Arwin Gommo; Mahasiswa FH Unpad Putrida Sihombing; Mahasiswa FH Universitas Tarumanegara Kexia Goutama; Dkk.

 

Mereka melakukan uji materil dan formil atas Revisi KPK yang disahkan menjadi UU pada Selasa (17/9) lalu itu. Mereka menilai materi muatan Revisi UU KPK itu secara jelas melemahkan kewenangan KPK sebagai lembaga independen dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Secara formil, proses pembahasan hingga pengesahan RUU KPK dinilai tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

Kuasa Hukum Para Pemohon, Zico Leonard Djagardo Simajuntak mendalilkan upaya pelemahan KPK, diantaranya mengubah status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang potensial terjadi benturan kepentingan; kewenangan menyadap harus izin Dewan Pengawasan dinilai mempersempit ruang gerak KPK memberantas korupsi; KPK diberi kewenangan SP3 jika penanganan kasus korupsi tidak selesai dalam waktu 2 tahun.

 

“Proses pembentukan revisi UU KPK ini dilakukan terburu-buru, sehingga disinyalir sarat kepentingan politik,” ujar Leonard Djargardo Simajuntak dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Ketua Majelis Panel Anwar Usman di ruang sidang MK, Senin (30/9/2019). Baca Juga: UU KPK Revisi Bisa Jadi Objek Uji Formil di MK

 

Zico menilai pembentukkan Revisi UU KPK ini mengabaikan prinsip yang terkandung dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur prinsip keterbukaan. Proses pembahasan Revisi UU KPK ini tidak ada partisipasi masyarakat dengan cara konsultasi publik seperti yang diatur Pasal 188 ayat (1-3) Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mulai proses penyiapan RUU, pembahasan RUU dan pengesahan menjadi UU, hingga pelaksanaan UU.

 

Tak terpenuhinya asas keterbukaan ini dapat dilihat keputusan Revisi UU KPK diambil secara tiba-tiba dan pembahasan yang dilakukan secara tertutup dengan dalam waktu yang sangat terbatas. KPK pun sebagai lembaga stakeholder tidak dilibatkan dalam perancangan dan pembahasan.

 

“Bukannya terlebih dahulu melibatkan partisipasi masyarakat untuk mendengar dan meminta masukan, pembentuk UU justru tetap mengesahkan revisi UU KPK ini, padahal masyarakat telah menolak habis-habisan,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait