Empat Hal ‘Haram’ dalam Amandemen Konstitusi
Utama

Empat Hal ‘Haram’ dalam Amandemen Konstitusi

Mengubah sistem presidensial, bentuk negara kesatuan, pembukaan UUD 1945, dan menambah Penjelasan UUD 1945.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR. Foto: RES
Gedung MPR/DPR. Foto: RES

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024 telah meminta Badan Pengkajian menindaklanjuti usulan amandemen UUD 1945 dari beberapa fraksi di parlemen. Selanjutnya, Badan Pengkajian MPR bakal menerima semua aspirasi dan masukan semua pihak untuk dilakukan pengkajian lebih dalam terkait substansi amandemen konstitusi kelima ini.    

 

Menanggapi rencana amandemen konstitusi ini, Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Bayu Dwi Anggono menilai amandemen konstitusi merupakan hal wajar untuk dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan dasar negara Pancasila. “Ide amandemen itu boleh-boleh saja sepanjang tidak bertentangan dengan dasar negara kita. Jadi sesuatu yang alami saja, tinggal bagaimana dan materi amandemennya,” ujar Bayu kepada Hukumonline, Jum’at (11/10/2019).

 

Dia menegaskan amandemen konstitusi bukanlah sesuatu yang “haram” untuk dilakukan sepanjang demi kebutuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, dia mengingatkan amandemen konstitusi agar dilakukan secara hati-hati. Karena itu, dia menyarankan agar substansi amandemen konstitusi tidak masuk lima wilayah ini. Pertama, tidak bertentangan dengan penguatan sistem presidensial. Kedua, tidak mengubah bentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

Ketiga, tidak mengubah bunyi Pembukaan UUD 1945. Keempat, tidak perlu ditambah lagi Penjelasan UUD 1945. Menurutnya, sepanjang substansi amandemen konstitusi tidak berkaitan dengan upaya melemahkan konsensus tersebut, maka layak untuk dipertimbangkan. Baca Juga: Badan Pengkajian MPR Tindaklanjuti Rekomendasi Amandemen UUD 1945

 

Menanggapi satu satu poin usulan amandemen UUD 1945 yakni memasukan kembali garis-garis besar haluan negara (GBHN) dalam konstitusi, Bayu berpendapat sepanjang tidak mengubah sistem pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, tak menjadi masalah. Demikian pula, tidak menjadikan Presiden sebagai mandataris MPR yang bisa dengan mudahnya Presiden dimakzulkan oleh MPR.

 

Sejalan dengan itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Jawa Timur meminta agar MPR mempertegas amandemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas. Bayu merujuk Pasal 37 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.”

 

“Pasal 37 ayat (2) UUD 1945 ini bisa sebagai dasar amandemen konstitusi secara terbatas.”

 

Menurutnya, kewenangan MPR mengamandemen Pasal 3 UUD 1945 dengan menambahkan kewenangan menetapkan haluan negara tidak menjadi persoalan. Haluan negara memang pernah masuk dalam konstitusi era Orde Baru. Namun era reformasi, haluan negara diatur dalam UU. Dalam perjalanannya, ada usulan haluan negara dimasukan kembali dalam konstitusi sebagai norma dalam UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait