Struktur Tarif Cukai Rokok Buka Peluang Penghindaran Pajak
Berita

Struktur Tarif Cukai Rokok Buka Peluang Penghindaran Pajak

Sepuluh layer tarif cukai yang saat ini berlaku membuat persaingan usaha antara perusahaan kecil dan besar menjadi tidak seimbang.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Indonesia menganut struktur tarif cukai rokok yang berlapis. Saat ini, untuk tiga jenis rokok yang tersedia yakni Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT), terdapat 10 layer tarif.

 

Kebijakan cukai rokok menggolongkan pengenaan tarif cukai berdasarkan jumlah produksi dari setiap jenis rokok per tahun. Pabrik rokok yang memproduksi satu jenis rokok lebih dari 3 miliar batang per tahun harus membayar tarif cukai lebih mahal dibandingkan dengan rokok yang diproduksi kurang dari itu.

 

Tarif Golongan 1, rokok mesin jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang diproduksi lebih dari 3 miliar batang per tahun. Golongan 1 harus membayar cukai sebesar Rp590 dan HJE Rp. 1.120. Sedangkan SKM yang diproduksi kurang dari 3 miliar batang per tahun, terdiri dari dua kategori, yakni 2A dan 2B, dengan tarif yang jauh lebih murah. Tarif cukai rendah dikenakan pada Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan produksi kurang dari 500 juta batang per tahun, yakni dengan tarif cukai Rp. 100 dan HJE minimum Rp400.

 

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, kebijakan ini membuka celah bagi perusahaan rokok untuk membentuk anak perusahaan dan memproduksi rokok di bawah3 miliar sehingga mendapat tarif cukai lebih rendah. Sehingga terdapat potensi penghindaran pajak dalam struktur tarif yang berlayer ini.

 

“Ada potensi penghindaran pajak. Tarif cukai rokok yang terdiri dari 10 layer justru membuka peluang bagi industri rokok untuk membayar tarif lebih murah. Dengan membatasi jumlah produksi kurang dari miliar batang per tahun,” kata Roy dalam sebuah dskusi di Jakarta, Rabu (23/10).

 

Untuk kategori SKM golongan 2A, lanjutnya, pelaku usaha hanya membayar cukai Rp385. Padahal jenis yang sama seharusnya bisa dikenakan cukai paling mahal, yakni golongan 1 dengan tarif Rp590.

 

Contoh nyata rancunya kebijakan ini bisa dilihat dari beberapa produk industri rokok yang beredar di pasar. Marlboro, produksi Philip Morris Indonesia dikenakan cukai Rp625 per batang karena diproduksi lebih dari 3 miliar per batang. Sementara itu, merk lain seperti Mevius (Japan Tobacco Indonesia), Lucky Strike dan Dunhill (produk Bentoel yang telah dibeli oleh British American Tobacco), Esse Blue (Korean Tobacco and Ginseng), dikenakan tarif golongan 2A sebesar Rp370 per batang.

Tags:

Berita Terkait