Ada Kekhawatiran dalam Amandemen Konstitusi
Utama

Ada Kekhawatiran dalam Amandemen Konstitusi

Golkar dan Demokrat berpendapat belum perlunya mengamandemen konstitusi untuk mengatur haluan negara karena khawatir materi amandemen melebar ke hal-hal lain. Kalau amandemen hanya menyangkut haluan negara masih dapat diatur melalui UU tersendiri, seperti yang sudah diatur dalam UU 25/2004.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Sejumlah fraksi partai di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ternyata belum bulat terkait amandemen UUD Tahun 1945. Salah satunya, Fraksi Golkar yang terang-terangan keberatan untuk mengamandemen konstitusi untuk kelima kalinya. Alasannya, ada kekhawatiran substansi amandemen konstitusi bakal melebar kemana-mana, tak hanya terbatas soal GBHN.       

 

Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Idris Laena menerangkan sistem demokrasi di Indonesia telah mendapat tempaan dan ujian sedemikian keras. Ujian atau cobaan silih berganti dalam setiap era pemerintahan. Mulai pemilihan presiden atau kepala daerah secara langsung, pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden, serta kepala daerah yang notabene hasil reformasi yang tertuang dalam UUD Tahun 1945 hasil amandemen pertama s.d. keempat (1999-2002).    

 

Karena itu, kata Idris, ketika ada wacana amandemen konstitusi (kelima) menjadi pertanyaaan besar. “Apakah ini tidak akan melebar ke mana-mana? Kita khawatir rencana amandemen ini melebar ke banyak hal,” kata Idris di Komplek Gedung Parlemen, Senin (9/12/2019). Baca Juga: Amandemen Konstitusi Potensial Jadi ‘Bola Liar’

 

Dia mengingatkan amandemen konstitusi bukanlah perkara mudah baik dari sisi persyaratan dan fungsinya. Sebab, konstitusi negara sebagai hukum dasar yang menjadi pedoman setiap penyusunan peraturan perundang-undangan. “Jika berubah satu pasal saja dalam UU, akan mempengaruhi seluruh produk peraturan perundang-undangan di bawahnya, dan sudah barang tentu juga mempengaruhi kebijakan pemerintah,” kata dia.

 

Misalnya, Pasal 37 ayat (1) UUD Tahun 1945 menyebutkan “Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratn Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Pasal 37 ayat (2)-nya menyebutkan, “Usulan perubahan pasal pada UUD 1945 diajukan secara tertulis serta ditunjukan dengan jelas bagian yang bakal diubah beserta alasannya.”

 

Bila saja 1/3 anggota MPR mengusulkan perubahan UUD Tahun 1945 disertai alasannya sesuai aspirasi yang diserap di daerah pemilihan masing-masing, dipastikan amandemen bisa melebar ke ranah lainnya. “Jangan lupa, bahwa konstitusi melekat pada masing-masing anggota MPR, bukan pada fraksi-fraksi atau kelompok di MPR,” kata Idris.

 

Sekalipun usul amandemen telah disetujui, masih terdapat syarat lain sebagaimana diatur Pasal 37 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan untuk dapat mengubah pasal dalam UUD 1945, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 atau 470 orang dari jumlah anggota MPR. Sedangkan ayat (4)-nya menyebutkan, “Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR”.

Tags:

Berita Terkait