Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo dan Sejarah Firma Hukum di Indonesia
Utama

Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo dan Sejarah Firma Hukum di Indonesia

Ia termasuk generasi awal orang Indonesia yang lulus Sekolah Hukum. Pernah menjadi Mendagri dan Menteri Perekonomian. Namanya tak mungkin dihilangkan dari sejarah pendirian firma hukum di Indonesia.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Mr Iskaq Tjokrohadisurjo yang diambil dari cover buku biografinya yang ditulis R Nalenan. Ilustrator: HGW
Ilustrasi Mr Iskaq Tjokrohadisurjo yang diambil dari cover buku biografinya yang ditulis R Nalenan. Ilustrator: HGW

Siapakah advokat Indonesia pertama yang membuka kantor dan berpraktik? Jawaban atas pertanyaan ini umumnya merujuk kepada nama Besar Mertokusumo. Lalu, siapakah advokat Indonesia pertama yang membuka kantor hukum di Batavia alias Jakarta pada era Belanda? Jawaban atas pertanyaan ini disinggung sekilas oleh Daniel S Lev, seorang Indonesianis yang berjasa merekam perjalanan dunia kepengacaraan di Indonesia. Kini, namanya diabadikan menjadi nama perpustakaan hukum di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan.

 

Dalam bukunya ‘Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan Perubahan’ (1990), Lev menceritakan pilihan sejumlah tokoh Indonesia bergelar Meester in de Rechten (Mr) dari Leiden setelah mereka kembali ke Tanah Air yang saat itu masih dijajah Belanda. Sebagian besar bekerja di pemerintahan, terutama di pengadilan. Tetapi ada beberapa nama yang akhirnya memilih bekerja swasta sebagai advokat. Sastromulyono, Suyudi, dan Sunardi bergabung dengan kantor hukum yang dibangun Mr. Besar Mertokusumo di Tegal dan Semarang.

 

Lalu, Mr. Sartono –yang kelak menjadi Ketua DPR Indonesia pertama—bergabung dengan kantor hukum Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo di Batavia. Lev menulis begini: “Sartono bergabung ke kantor advokat yang didirikan oleh Iskaq Tjokrohadisurjo –ditulis juga dengan Iskaq Cokrohadisuryo—di Batavia, kantor advokat Indonesia yang pertama di ibukota tanah jajahan itu”. Dengan kata lain, Lev mencatat kantor yang dididirikan Mr. Iskaq adalah firma hukum yang pertama berdiri di Batavia (kini Jakarta). Lev pernah mewawancarai Mr. Iskaq pada 13 November 1964.

 

Nama lain yang berjasa mengabadikan nama Mr. Iskaq dalam dunia kepengacaraan adalah Adnan Buyung Nasution (almarhum). Dalam ceramah lisan dan beberapa tulisan, Buyung sering menyebut nama tokoh advokat yang ikut berjuang dalam pergerakan nasional. Bahkan berpraktik menjadi pengacara tokoh nasional yang diadili di Landraad. Sebagai contoh adalah ceramah Bang Buyung di Jakarta pada 19 Maret 2003, acara yang digelar dalam rangka syukuran atas lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Bang Buyung menyebut nama Mr. Iskaq, Mr. Ali Sastroamidjojo, Mohammad Yamin, Mr. Amir Syarifuddin, Mr. Mohammad Roem, dan Mr. AA Maramis. “Semuanya ikut dalam pergerakan memperjuangkan kemerdekaan bangsa di samping menjalankan profesinya sebagai advokat,” papar Bang Buyung.

 

Contoh konkrit yang disebut Buyung adalah ketika Mr Iskaq tampil bersama Mr. Suyudi dan Mr. Sastromoeljono sebagai pembela Bung Karno di hadapan Landraad Bandung (1930). Mr. Iskaq juga ikut membidani lahirnya organisasi advokat bernama Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) di Surakarta pada 1964.

 

Siapa Mr. Iskaq?

Sebagaimana dimuat dalam buku biografi Mr. Iskaq yang ditulis R. Nalenan, Iskaq Tjokrohadisurjo dilahirkan di Desa Ngepeh, Kecamatan Ngoroh Kabupaten Jombang pada 11 Juli 1896. Di buku Daniel S Lev tertulis Iskaq lahir di Surabaya, Jawa Timur. Iskaq adalah anak pasangan Raden Panji Tirtoprojo, seorang penjaga pintu air di Ngepeh, dengan Animah, anak Bupati Lamongan. Meskipun masih punya darah bangsawan, kehidupan RP Tirtoprojo-Animah dan anak-anak terbilang sederhana. Sebagai keturunan bangsawan, dan ayahnya pegawai Hindia Belanda, pada dasarnya iskaq berhak untuk sekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Tetapi ia dimasukkan ke Sekolah Desa (Volksschool). Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan ke ELS III di Nganjuk (1904-1911). Di ELS ini sebagian besar murid adalah anak-anak keturunan Belanda. Hanya sedikit warga pribumi. Guru-guru dan bahasa pengantar yang dipakai adalah Belanda. Di sini, Iskaq mendapatkan pelajaran penting tentang disiplin.

 

Setelah lulus ELS, Iskaq meneruskan sekolah ke Rechtsschool di Batavia. Sekolah Hukum ini baru dibuka pada 26 Juli 1909 dengan nama School tot Opleiding voor Inlandsche Rechtskundigen. Orang yang bisa masuk ke sekolah ini bukan ‘keluarga inlander biasa’, dan itu sebabnya dilakukan seleksi ketat. Untuk pertama kalinya, hanya diterima 17 dari 62 calon siswa. Hingga 1914, hanya calon siswa dari Jawa-Madura yang diterima.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait