Ini Zamannya Mahasiswa Tuntut Hak Konstitusional, Bung!
Mahasiswa Bergerak

Ini Zamannya Mahasiswa Tuntut Hak Konstitusional, Bung!

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia paling sering ‘menggugat’ undang-undang ke Mahkamah Konstitusi. Kemajuan partisipasi kalangan muda dalam penegakkan hukum.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia berdiri, tercatat tak kurang dari 20 putusan hasil upaya pengujian undang-undang oleh kalangan mahasiswa. Adakalanya mahasiswa mengajukan sendiri permohonan, tetapi dalam perkara lain mereka bergabung dengan pemohon non-mahasiswa. Rupanya kini mahasiswa tak sekadar hobi turun ke jalan untuk unjuk rasa membela hak masyarakat. Mereka mulai datang ke pengadilan untuk menuntut hak konstitusional dan kepentingan yang dirugikan akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan.

 

Contoh teranyar adalah demonstrasi mahasiswa menolak revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Penolakan mahasiswa diwujudkan bukan hanya lewat demonstrasi yang akhirnya menelan korban, tetapi juga dalam bentuk permohonan pengujian hasil revisinya ke Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan catatan Hukumonline pengujian UU KPK adalah pengajuan dengan jumlah pemohon mahasiswa terbanyak, tidak kurang dari 183 orang.

 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Charles Simabura, berpendapat bahwa langkah mahasiswa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari pergerakan mahasiswa yang menggunakan jalur konstitusional, di luar jalur ‘parlemen jalanan’. “Artinya, ini bagian dari peran mahasiswa juga sebagai agent of change melalui Mahkamah Konstitusi, mereka berjuang untuk melakukan perubahan dan kontrol atas kekuasaan,” jelasnya kepada Hukumonline.

 

Normatif, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak menuntut hak-hak konstitusi dan kepentingan hukumnya dipenuhi. Wujudnya dapat berupa permohonan pengujian Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi, atau permohonan hak uji materi peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang ke Mahkamah Agung.

 

Penelusuran Hukumonline menemukan fakta bahwa mahasiswa sudah sering mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi, dan permohonan hak uji materi peraturan perundang-undangan ke Mahkamah Agung. Sekadar menyebut contoh yang menarik perhatian publik adalah permohonan pengujian UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemohonnya adalah Eliadi Hulu dan Ruben Saputra Hasiholan Nababan. Kedua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini mempersoalkan aturan yang mewajibkan pengendara motor harus menyalakan lampu di siang hari. Keduanya merasa tidak adil ditangkap polisi karena tidak menyalakan lampu motor; sebaliknya polisi tidak menilang Presiden Jokowi yang tidak menyalakan lampu saat mengendarai motor.

 

Baca:

 

Selain itu, tercatat masih ada beberapa permohonan pengujian yang belum diputus Mahkamah Konstitusi. Misalnya, permohonan Felix Juanardo Winata dari Universitas Gadjah Mada yang mempersoalkan status kepemilikan hak atas tanah dalam UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada juga Ricki Martin Sidauruk dan Gregorius Agung, mahasiswa Universitas Esa Unggul yang mengajukan permohonan pengujian UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Terbaru, ada permohonan yang diajukan Michael, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, yang meminta pengujian UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota berkaitan kekosongan kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Tags:

Berita Terkait