Polemik Pengaturan Pesangon dan JKP dalam UU Cipta Kerja
Utama

Polemik Pengaturan Pesangon dan JKP dalam UU Cipta Kerja

Pengaturan pesangon dalam UU Cipta Kerja disepakati maksimal 25 kali gaji dengan rincian 19 kali gaji ditanggung pengusaha dan 6 kali gaji ditanggung pemerintah melalui program JKP.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja telah disetujui menjadi UU dalam rapat paripurna, Senin (5/10/2020) kemarin. Proses pengesahan dan materi muatan UU Cipta Kerja terus menuai penolakan dari berbagai kalangan, terutama kalangan buruh/pekerja. Kalangan buruh menyoroti pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, pesangon, upah.     

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai bila membaca draf RUU Cipta Kerja secara keseluruhan pengaturan pesangon hanya formalitas dan kurang berfungsi, Sebab, pengaturan pekerja PKWT, outsourcing dibebaskan baik jangka waktu kontrak maupun jenis pekerjaannya, sehingga kapanpun pekerja outsourcing atau PKWT bisa diputus kontrak kerjanya tanpa pernah mendapat pesangon. 

Dia mengakui RUU Cipta Kerja sempat simpang siur soal pengaturan pesangon karena draf asli UU Cipta Kerja secara resmi belum beredar. Sebelumnya, ada anggota Panja mengungkap pesangon di angka 32 kali gaji dengan skema (formulasi) yang hampir sama dengan skema Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Tapi, kesepakatan terakhir pesangon menurun menjadi 25 kali gaji.

“Karena itu, aturan pesangon tetap harus dikawal mengingat berkaitan dengan hak-hak pekerja yang terkena PHK,” kata Iqbal.

Said menjelaskan selama ini skema pembayaran kompensasi PHK dibagi menjadi tiga komponen. Pertama, uang pesangon. Kedua, penghargaan masa kerja. Ketiga, penggantian hak. Namun, dalam UU Cipta kerja, uang penggantian hak tidak lagi bersifat wajib. Selain itu, seluruh ketentuan yang memungkinkan pekerja mendapat pesangon sebesar dua kali ketentuan dihapus.

Dalam UU Cipta Kerja disebutkan, pekerja yang di-PHK mendapat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Namun keberadaan jaminan kehilangan pekerjaan ini menjadi tanpa makna karena ketentuannya berbasis iuran. “Siapa yang akan membayar iuran? Karena basisnya adalah asuransi, kita menduga yang membayar iuran JKP adalah pekerja dan pengusaha. Di sinilah letak persoalannya. Bagaimana mungkin buruh diminta membayar iuran untuk pesangonnya sendiri? Padahal selama ini, pesangon hanya diberikan oleh pengusaha,” ujarnya.

Angota Komisi III DPR Taufik Basari mengakui dalam RUU Cipta Kerja banyak hal yang menjadi perhatian masyarakat, salah satunya mengenai pesangon. Dia menjelaskan saat rapat Panja 27 September 2020, semula disepakati pemerintah dan DPR jumlah pesangon tak mengalami perubahan sebagaimana diatur UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni berjumlah 32 kali gaji dengan perubahan skema pembayaran yakni 23 kali gaji ditanggung pengusaha dan 9 kali gaji ditanggung pemerintah melalui program JKP. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait