Nasionalisme Iptek dan Riset Berbasis Keanekaragaman Hayati Diperlukan untuk Kemajuan Bangsa
Pojok MPR-RI

Nasionalisme Iptek dan Riset Berbasis Keanekaragaman Hayati Diperlukan untuk Kemajuan Bangsa

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Foto: Istimewa
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Foto: Istimewa

Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Umum Persatuan Alumni GMNI (PA-GMNI), Ahmad Basarah, menyambut baik gagasan para narasumber yang berkembang dalam Webinar dalam rangka Pra-Kongres PA GMNI yang mengambil tajuk ‘Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Untuk Mewujudkan Keadilan Sosial’ yang dilaksanakan pada Jumat (7/4/21).

Ahmad Basarah menjelaskan benang merah pemikiran yang berkembang dalam webinar tersebut adalah untuk mewujudkan keadilan sosial dan peradaban bangsa, pengembangan riset dan teknologi nasional harus berbasis pada keanekaragaman hayati, geografi dan seni budaya lokal yang bersumber nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal bangsa Indonesia.  Perhelatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menyambut pelaksanaan Kongres IV PA GMNI di Bandung tanggal 21–23 Juni 2021.

Webinar tersebut menghadirkan narasumber, yakni Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, BA, MBA;  Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN, Dr. Laksana Tri Handoko; Wakil Rektor Bidang Kerjasama UGM dan Ketua DPD PA GMNI DIY, Prof. Dr. Paripurna Poerwoko Sugarda serta Ketua Bidang Riset, Teknologi dan Informasi DPP PA GMNI/Institut Sarinah, Dra. Eva Kusuma Sundari, MA, MDE dan dipandu oleh Ketua Bidang Ideologi DPP PA GMNI dan Guru Besar ITB  Prof Nanang Tyas Puspito.

"Fokus riset Indonesia ke depan pada digital, green, dan blue economy. Basisnya sumber daya lokal dan keanekaragaman hayati, geografis, serta seni budaya. Riset berperan penting dan menyokong keanekaragaman di Indonesia sehingga mempunyai nilai ekonomi," ujar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

Saat ini, menurut Laksana, Indonesia adalah negara kedua terbesar di dunia setelah Brazil yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati. Dicontohkan, kenapa produk seni budaya perlu ditopang riset dan teknologi. Para perajin rotan tentu sulit bersaing di pasar global jika  hanya menjual bahan mentah. Di satu sisi, produk kerajinan rotan bisa ditolak di pasar Eropa jika tidak memiliki sertifikasi keamanan produk. Jadi selain membuka peluang kreatif para perajin namun juga ada aspek riset dan teknologi agar produk budaya nasional diterima pasar.

"Dunia ke depan bukan lagi digital atau elektronik melainkan bioteknologi. Kita yang punya banyak koleksi biodiversity, harus lebih unggul dibanding negara lain. Oleh karena itu, kita perlu melakukan refocusing pada kekayaan alam dan budaya kita lewat dukungan riset yang kuat," jelas mantan Kepala LIPI tersebut.

Sebagai lembaga baru yang memimpin arah baru riset dan inovasi Indonesia, Kepala BRIN menjelaskan arah dan target BRIN. Lembaga ini  diarahkan untuk melakukan konsolidasi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebelumnya tersebar di beberapa institusi pemerintah. BRIN juga menciptakan ekosistem riset standar global yang inklusif dan kolaboratif serta diharapkan dapat menghasilkan fondasi ekonomi yang berbasis riset yang kuat dan berkesinambungan.

Tags: