Pengutipan Kasus Palsu Karya AI Terjadi Lagi, Hakim Manhattan Menolak Jatuhkan Sanksi
Terbaru

Pengutipan Kasus Palsu Karya AI Terjadi Lagi, Hakim Manhattan Menolak Jatuhkan Sanksi

Hakim Jesse M. Furman menerima penjelasan Michael D. Cohen bahwa dia tidak memahami cara kerja Google Bard dan tidak bermaksud menyesatkan pengacaranya. Ia juga tidak menganggap pengacara David M. Schwartz telah bertindak dengan iktikad buruk.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kutipan hukum hasil halusinasi Artificial Intelligence (AI) yang diajukan ke pengadilan oleh seorang pengacara AS terjadi lagi. Michael D. Cohen, secara keliru memberikan kutipan hukum palsu kepada pengacaranya David M. Schwartz. Membuat pengacara tersebut mengutip kasus-kasus palsu dalam berkasnya yang diajukan di Pengadilan Distrik Federal. Kutipan palsu tersebut, sebagaimana disebutkan The New York Times, dibuat oleh program kecerdasan buatan Google Bard.

Terlepas dari peristiwa yang memalukan tersebut, Hakim Manhattan memutuskan tidak menjatuhkan sanksi terhadap Michael D. Cohen, yang diketahui pernah menjadi pemecah masalah bagi mantan Presiden Donald J. Trump. Sebaliknya, Hakim Jesse M. Furman menerima penjelasan Cohen bahwa dia tidak memahami cara kerja Google Bard dan tidak bermaksud menyesatkan pengacaranya. Dengan demikian, Hakim juga tidak menganggap Schwartz telah bertindak dengan iktikad buruk.

“Memang benar, sangat tidak masuk akal baginya untuk memberikan kasus palsu kepada Schwartz untuk dimasukkan ke dalam mosi karena mengetahui bahwa kasus tersebut palsu,” ungkap Hakim Furman dalam persidangan seperti dikutip dari THE HILL, Rabu (20/3/2024).

Persoalan ini terjadi pada kasus penggelapan pajak serta pelanggaran dana kampanye yang dilakukan Cohen atas nama Donald Trump. Cohen kemudian dinyatakan bersalah pada tahun 2018 di mana dia kemudian menjalani hukuman penjara.

Dia kemudian mengajukan upaya untuk mengakhiri pembebasannya yang diawasi sebelum bulan November. Dalam pengajuan tersebut, memuat 3 kasus yang tidak pernah ada dihasilkan AI. Pengacaranya, Schwartz, mengatakan berkas diajukan setelah kliennya mengaku meminta masukan dari pengacara lain, Danya Perry. Mengetahui reputasi Perry di dunia lawyering, dia kemudian tidak memeriksa keakuratannya.

“Mengingat kemungkinan bahwa Schwartz akan menemukan masalahnya sendiri dan tidak memasukkan kasus-kasus tersebut ke dalam mosi (sebagaimana seharusnya) atau, jika tidak, masalah tersebut akan diketahui oleh Pemerintah atau Pengadilan, yang berpotensi menimbulkan dampak buruk yang serius bagi Cohen sendiri,” kata Hakim Furman.

Seperti dilansir Reuters, Hakim Furman menyebut tindakan Schwartz tentunya merupakan kelalaian atau bahkan mungkin sangat lalai, meski dirinya tidak menemukan bukti adanya iktikad buruk untuk menjatuhkan sanksi. Namun hakim terkejut akan fakta Cohen menganggap Google Bard sebagai "mesin pencari yang sangat canggih" dan bukan "layanan teks generatif" seperti ChatGPT ketika publisitas seputar AI semakin meningkat.

Untuk diketahui, dalam laporan tahunan terbaru, Ketua Mahkamah Agung AS John Roberts pun menjadikan AI sebagai fokus utama. Dia meminta pengadilan untuk menentukan penggunaannya yang tepat dalam sistem hukum. Menurutnya, penggunaan AI membutuhkan kehati-hatian dan kerendahan hati, sedangkan mengutip kasus yang tidak nyata dalam dokumen pengadilan merupakan ide yang buruk.

Memang kasus mengenai pengacara yang melakukan sitasi terhadap kasus-kasus palsu hasil buatan AI beberapa waktu belakangan terus menggemparkan dunia hukum. Meski di satu sisi keberadaan AI dinilai menjadi kemajuan yang dapat memudahkan berbagai aspek kehidupan, nyatanya masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya, bagi kalangan profesional hukum ialah terjadinya pengutipan kasus palsu hasil ‘buatan’ AI dalam pengajuan berkas ke pengadilan.

Tags:

Berita Terkait