Jalan Tengah, Menhan Usul Peradilan Militer Disisipi Unsur Umum
Berita

Jalan Tengah, Menhan Usul Peradilan Militer Disisipi Unsur Umum

'Kalau sistem penggabungan sementara itu bisa diterima berarti secara hukum tidak ada perubahan hukum yang harus dilakukan dan terpenuhi prinsip peradilan umum masuk dalam menentukan nasib seorang prajurit'

Oleh:
Aru
Bacaan 2 Menit
Jalan Tengah, Menhan Usul Peradilan Militer Disisipi Unsur Umum
Hukumonline

 

Usulan ini menurut Juwono dimaksudkan sebagai persiapan masa transisi sebelum perangkat UU dan hukum acara pidana militer bisa disesuaikan. Kalau sistem penggabungan sementara itu bisa diterima berarti secara hukum tidak ada perubahan hukum yang harus dilakukan dan terpenuhi prinsip peradilan umum masuk dalam menentukan nasib seorang prajurit, ujar Juwono yang menyatakan akan membahas soal usul ini dengan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, LSM dan Partai-partai Politik.

 

Berbeda dengan Juwono dalam memaknai transisi, Theo menyatakan transisi adalah waktu yang dipersiapkan untuk melengkapi segala sesuatu yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan UU. Misalnya, setelah UU Peradilan Militer lahir, maka diberikan waktu transisi dua tahun. Dalam kurun waktu itu, tutur Theo seluruh infrastruktur, dari mulai harmonisasi perundangan, persiapan hakim dan jaksa serta sosialisasi ke prajurit TNI dilakukan.

 

Theo juga mengungkapkan dirinya tidak habis mengerti mengapa Pemerintah keberatan dengan rencana mengadili prajurit TNI di pengadilan umum. Kan itu sudah diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, urai Theo.

 

Mahkamah Agung (MA) sendiri seperti disampaikan Ketua MA Bagir Manan meminta agar semua pihak realistis dengan keinginan untuk mengadili TNI ke peradilan umum. Ada beberapa aspek yang menurut Bagir perlu diperhatikan. Yaitu, aspek sosiologis dan aspek normatif.

 

Secara sosiologis, apakah polisi sanggup menjadi penyidik tentara dan apakah realistis? Pada bagian lain, pekerjaan peradilan umum sudah cukup banyak. Kalau ditambahkan lagi dengan masalah militer, apakah peradilan umum sanggup. Lalu, kata Bagir, perlu dicek apakah keputusan peradilan militer selalu lebih ringan daripada peradilan umum.

 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah menyetujui jika TNI yang melakukan tindak pidana umum akan diadili di pengadilan umum. Pernyataan Presiden tersebut jelas merupakan sinyal positif pembahasan Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer yang saat ini mandeg.

 

Sinyal positif ini disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR Theo L. Sambuaga. Disela-sela acara diskusi tentang keamanan nasional, politisi dari Partai Golongan Karya itu mengakui macetnya pembahasan RUU Peradilan Militer disebabkan perbedaan pendapat yang mencolok antara DPR dengan Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan (Dephan) dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).

 

Namun demikian, ketika dikonfirmasi soal ini, Menteri Pertahanan Juwono Sudharsono menyampaikan pandangan yang berbeda dibandingkan pernyataan Presiden. Juwono justru memberikan usul alternatif terkait dengan buntunya pembahasan RUU Militer yang saat ini berada dalam pembahasan di tingkat Panitia Khusus.

 

Usul alternatif Juwono adalah menyisipkan unsur umum, dalam hal ini Kejaksaan sebagai penuntut dan hakim umum untuk menyertai penuntut dan hakim pada peradilan militer. Alternatif ini, urai Juwono didasari karena ketiadaan perangkat pelaksanaan untuk mengadili TNI di peradilan umum. Belum ada hukum acara yang memungkinkan seorang prajurit disidangkan dalam pengadilan umum, ungkap Juwono.

 

UU 34/2004 tentang TNI

(2)   Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.

(3)   Apabila kekuasaan peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berfungsi, maka prajurit tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang.

 

Halaman Selanjutnya:
Tags: