Poso Kembali Membara, Densus 88 Diminta Ditarik
Berita

Poso Kembali Membara, Densus 88 Diminta Ditarik

Mahendradatta menuding asas praduga tidak bersalah tidak dijunjung oleh Densus 88. Ini terkait dengan berlebihannya tindakan Densus dalam penangkapan DPO.

Aru/CRI
Bacaan 2 Menit
Poso Kembali Membara, Densus 88 Diminta Ditarik
Hukumonline

 

Untuk meredakan suhu yang memanas di Poso, Zaenal Ma'arif meminta Kepala Polri Jend. (Pol) Sutanto untuk menarik Densus 88. Secara pribadi saya meminta Kapolri menarik Densus 88 supaya ummat Islam di seluruh pelosok Indonesia tidak marah, ucap Zaenal.

 

Tapi Koordinator Human Right Working Group (HRWG) Rafendy Djamin tidak sependapat dengan usul penarikan Densus dari Poso. Masalahnya bukan pada ditarik atau tidak ditarik. Tapi lebih pada bagaimana pemerintah membangun sebuah manajemen sektor keamanan disana. Khusus untuk situasi seperti di Poso, perlu manajemen yang lebih hati-hati. 

 

Pendekatan Militer

Menurut keterangan Zaenal, Pimpinan DPR dalam waktu singkat akan segera bersikap dengan membentuk dan memperkuat Tim Poso yang selama ini ada. Sementara, anggota Komisi I yang juga tergabung dalam Tim Poso R.K. Sembiring menyatakan kondisi di Poso semakin tidak menentu saat Komado Operasi Keamanan (Koopskam) ditarik. Padahal, menurut Sembiring, kondisi relatif stabil saat masih ada Koopskam.

 

Pernyataan Sembiring ini disesalkan Rafendy. Menurut pengamatannya, sampai saat ini dirinya tidak melihat satu upaya atau operasi militer yang bisa dikatakan berhasil. Karena berdasarkan catatan kita, di sana sepanjang tahun terus terjadi tindak kekerasan. Jadi sulit bagi saya untuk menyetujui pernyataan yang mengatakan bahwa Koopskam berhasil menekan angka kekerasan disana, ujar Rafendy.

 

Sementara, anggota Tim Poso lainnya, Rendy Lamajido mengaku kecewa dengan tindakan Densus 88 yang menurutnya berlebihan dan lebih mengedepankan pendekatan militeristik. Rendy, yang juga anggota Komisi I, mengharapkan Polri bertindak sebagai pengayom.

 

Penegakan Hukum

Segendang sepenarian, Rafendy berpendapat Pemerintah seharusnya tidak hanya melakukan upaya penegakan hukum dan keamanan di Poso. Jika tujuan yang diinginkan adalah perdamaian, urai Rafendy, Pemerintah harus memikirkan pendekatan yang lebih komprehensif. Misalnya, membangun kepercayaan dalam bidang sosial ekonomi masyarakat pasca konflik.

 

Kalau penegakkan hukum digunakan pemerintah  sebagai  dalih menggunakan pendekatan militeristik,  itu seperti perang, karena ternyata pendekatan militeristik digunakan sebagai strategi dalam penegakkan hukum, urai Rafendy. 

 

Hal ini juga dirasakan Mahendradatta. Menurutnya Densus tidak lagi menegakkan asas praduga tak bersalah dalam persoalan DPO. DPO inikan masih dalam taraf penyidikan, mengapa penagkapannya seperti mau menangkap teroris kelas wahid. Diserbu dan ditembak, sesal Mahendradatta yang mengaku tidak akan segan mengajukan praperadilan terhadap Polri dalam perkara ini.

 

Menyambung Mahendradatta, Rafendy meminta Polri memperhatikan kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia. Jadi kalau ada orang yang masuk DPO, harus jelas apa alasan kejahatan yang dilakukannya, terus sejak kapan DPO. Sebagai contoh kita lihat kemarin waktu beberapa orang yang masuk DPO berhasil ditangkap. Setelah diperiksa, kemudian dilepaskan karena tidak ada bukti yang kuat.

 

Selain membentuk dan memperkuat Tim Poso, Komisi III DPR juga berencana mengirimkan tim lain ke Poso. Temuan dari Tim Komisi III ini akan dijadikan bahan rapat kerja dengan Kapolri dan Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan.

Kerusuhan kembali pecah di Poso, Sulawesi Tengah. Dalam baku tembak antara kelompok bersenjata sipil dengan Kepolisian, Senin (22/1) itu, 14 orang dinyatakan tewas. Seorang diantaranya adalah anggota Polri. Demikian pernyataan Markas Besar Kepolisian (Mabes Polri), Selasa (23/1).

 

Jatuhnya korban sipil ini disesalkan Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan. Ditemui di DPR, Selasa (23/1), Trimedya mengkritik lemahnya kinerja aparat intelijen. Ini terlihat dengan terbunuhnya warga yang bukan menjadi sasaran Detasemen Khusus (Densus) 88. Diyakini Trimedya, sasaran Densus 88 adalah menangkap orang-orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

 

Kekecewaan atas jatuhnya korban di Poso juga disampaikan oleh beberapa elemen masyarakat. Misalnya saja Forum Ummat Islam (FUI), Tim Pembela Muslim (TPM) dan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang bertandang untuk menemui Pimpinan DPR.

 

Diterima Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif, mereka meminta Pemerintah lebih obyektif dalam penyelesaian kasus Poso. Mereka menuding Densus 88 diskrimatif dalam melaksanakan tugasnya. Banyak contoh sikap berlebihan Densus, misalnya saja dalam kasus Ba'asyir. Nyatanya Mahkamah Agung menyatakan Ba'asyir tidak bersalah. Tunggu apa lagi, bubarkan Densus 88, pungkas Koordinator TPM Mahendradatta yang didampingi anggota TPM Achmad Michdan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: