Penyetoran Dana Non Budgeter Pernah Dilakukan di Toilet
Korupsi DKP

Penyetoran Dana Non Budgeter Pernah Dilakukan di Toilet

Dana non budgeter yang diperoleh dari perjalanan dinas dan pihak ketiga mengalir ke berbagai pihak dengan berbagai peruntukan, dari mulai bantuan munas, biaya pengobatan, uang saku, hingga biaya perjalanan haji anggota DPR.

CRN
Bacaan 2 Menit
Penyetoran Dana Non Budgeter Pernah Dilakukan di Toilet
Hukumonline

 

Penyetoran dana di toilet

Uniknya, menurut pengakuan Wisnawa, dirinya pernah menyetorkan dana non budgeter langsung kepada Andin pada tanggal 24 Januari 2004 sejumlah 200 juta rupiah. Penyetoran tersebut dilakukan di dalam toilet di sebuah hotel di Jakarta, pada saat dirinya sedang mengikuti rapat yang diadakan oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) DKP.

 

Menurutnya Wisnawa, Irjen memang tidak mengetahui perihal adanya dana non budgeter. Mungkin itu sebabnya mengapa penyetoran dilakukan dalam sebuah toilet, tidak sebagaimana biasanya. Berdasarkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penyetoran ini tetap tercatat dalam buku catatan yang dipegang Sumali.

 

Ketiga saksi mengaku penyetoran dana non budgeter hanya bersifat himbauan. Himbauan tersebut disampaikan Andin di sela-sela Rapat Kerja DKP pada 2002 yang dihadiri oleh Kadis Perikanan dan Kelautan di tiap provinsi. Waktu itu kami dikumpulkan dalam suatu ruangan di luar ruang rapat. Tapi yang dikumpulkan waktu itu hanya Kadis, wakilnya Kadis pun tidak boleh ikut, ujar Wisnawa. Oleh Andin dikatakan himbauan tersebut merupakan hasil keputusan rapat pimpinan, guna membiayai kegiatan operasional yang tidak ada dananya dalam APBN.

 

Meskipun tidak ada pemaksaan atau sanksi jika himbauan penyetoran dana non budgeter tidak dijalankan, namun Mamat mengaku kuatir himbauan tersebut akan mempengaruhi alokasi anggaran yang diterima unitnya tahun depan. Tidak ada sanksi, tapi kami cuma kuatir tidak ada hubungan baik dan anggaran kami tahun depan di dinas jadi berkurang, jelas Mamat.

 

Kekhawatiran Mamat memang tidak menjadi kenyataan, namun lain halnya dengan yang dialami Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali. Menurut keterangan Wisnawa anggaran untuk unitnya pernah menurun meskipun ada penyetoran. Pemberian tidak terkait dengan alokasi anggaran, sebab sebelum-sebelumnya (2002 dan 2003) kami menyetor, malah justru turun. Penyetoran dari kami memang tidak mencapai target 1%, tapi tidak ada teguran untuk itu, ujarnya.

 

Penggunaan dana non budgeter

saksi Riani, Kepala Bagian Tata Usaha dan Persuratan DKP menuturkan sebagai pemegang Kuasa Pengguna Anggaran, dirinya pernah membuat dan menandatangani beberapa kuitansi dari kas dana non budgeter. Ia juga menyebut sejumlah pengeluaran dana non budgeter berdasarkan kuitansi-kuitansi yang pernah dibuatnya.

 

Pengeluaran tersebut antara lain untuk uang saku anggota DPR atas nama Imam Khaer pada tahun 2002 sebesar 5 juta rupiah, biaya perjalanan haji anggota DPR atas nama Ali Yahya pada tahun 2002 sebesar 20 juta rupiah, biaya keperluan kunjungan kerja pada tahun 2002 sebesar 5 juta rupiah, pengobatan atas nama Ny. Yusna pada tahun 2003 sebesar 20 juta rupiah, bantuan untuk munas Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2003 sebesar 20 juta rupiah, rapat dengan komisi III pada tahun 2003 sebesar 36 juta rupiah, bantuan untuk Dharma Wanita Komisi III DPR pada tahun 2003 sebesar 5 juta rupiah, dan bantuan untuk Pondok Pesantren Al Falah pada tahun 2003 sebesar 2 juta rupiah.

 

Namun Riani tidak mengetahui apakah pihak-pihak tersebut benar-benar telah menerima uang tersebut. Saya hanya membuat kuitansi, dan tidak mengetahui penyalurannya namun untuk pengeluaran yang bersifat pinjaman, semuanya telah dikembalikan, ujarnya.

 

Pemeriksaan saksi perkara korupsi dana non budgeter di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan terdakwa Andin. H. Taryoto, mantan Sekretaris Jenderal DKP kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor pada Jumat, 13 April 2007.

 

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum dipimpin Tumpak Simanjuntak kembali menghadirkan pegawai negeri sipil DKP sebagai saksi. Dari empat saksi yang diajukan, tiga diantaranya adalah Kepala Dinas (Kadis) Kelautan dan Perikanan, dan satu orang lainnya adalah Kepala Bagian Tata Usaha dan Persuratan DKP.

 

Pada sidang sebelumnya, para saksi yang diajukan mengaku dana non budgeter diperoleh dengan memotong biaya perjalanan dinas. Kali ini, dalam sidang kali ini para saksi menuturkan dana non budgeter diperoleh dari pihak ketiga dalam proyek yang didanai APBN. Saksi Mamat Rahmat Ibrahim misalnya. Mantan Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan 2002-2004 yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Perikanan dan Budidaya, menuturkan bahwa dana non budgeter di unitnya berasal dari pihak ketiga yang merupakan rekanan proyek fisik dan pembangunan pelabuhan perikanan.

 

Menguatkan kesaksian Mamat, Toni Sarwono, Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu dan Ida Bagus Putra Wisnawa, Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali juga menuturkan hal serupa. Menurut Wisnawa, dana non budgeter diambil dari pihak ketiga dan proyek dari dana APBN (dekosentrasi). Dana non budgeter yang kami setor diambil dari pagu anggaran DIPA dan proyek dari dana APBN sebesar 1persen, terang Toni.

 

Menurut para saksi, penyetoran dilakukan setelah adanya himbauan, sebab tidak pernah ada himbauan demikian pada masa sebelumnya. Tercatat, pada tahun 2002, 2003 dan 2004 telah disetorkan dana non budgeter dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan (total mencapai 300 juta rupiah) dan Provinsi Bali, yang disetorkan langsung oleh Mamat dan Wisnawa kepada Sumali, Kepala Biro Keuangan. Tidak ada satu pun tanda bukti penerimaan atas dana tersebut, selain bukti paraf pada buku catatan yang dipegang oleh Sumali.

Halaman Selanjutnya:
Tags: