Badan Kehormatan DPR Temukan Indikasi Gratifikasi
Berita

Badan Kehormatan DPR Temukan Indikasi Gratifikasi

BK temukan indikasi tindak pidana gratifikasi terkait aliran dana BI yang mengalir ke anggota DPR. Untuk menuntaskannya BI berkoordinasi dengan KPK.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Badan Kehormatan DPR Temukan Indikasi Gratifikasi
Hukumonline

 

Mekanisme Pengusutan

Gayus menuturkan BK akan melakukan mekanisme pengusutan secara berjenjang. Dimulai dari pengumpulan informasi dan bukti dari pengadu dan pihak-pihak terkait. Terakhir BK akan memeriksa anggota DPR yang diduga menerima dana BI. Itu tahapan dari serangkaian langkah BK untuk meneruskan laporan masyarakat, terangnya.

 

Dalam fase akhir, BK akan mempertemukan para pelapor dengan anggota legislatif yang diduga menerima dana dari Bank Indonesia periode 1999-2004. Forum tersebut dimaksudkan melakukan klarifikasi sekaligus membela diri pihak terlapor. Mengenai itu belum kami jadwalkan, jelasnya.

 

Menindaklanjuti penemuan BK, Gayus bersama lima orang anggota BK lainnya menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin kemarin.  BK akhirnya bersedia berkoordiasi dengan KPK untuk menuntaskan kasus tersebut. Apalagi KPK sebagai penegak hukum telah terlebih dahulu menyelidiki kasus aliran BI. BK tidak dapat bekerja sendiri karena lingkup kami etika, walaupun etika batasannya tipis dengan hukum. Melanggar hukum berarti melanggar etika, ujarnya.

 

Hal itu dilakukan untuk bertukar informasi tentang penyelidikan dugaan aliran dana dari BI ke DPR. "Kemudian sebaliknya kami juga mengharapkan masukan dari KPK dengan bukti-bukti yang ditemukan oleh KPK sehingga bisa mengarah pada percepatan proses," katanya.

 

Gayus berharap, kerja sama dengan KPK diharapkan dapat membantu BK menegakkan etika. Dewan perlu menegakkan etikanya, tidak hanya menghukum orang  yang diduga atau divonis melakukan (pelanggaran) tetapi yang lebih penting nantinya tidak terjadi lagi hal-hal yang diadukan kepada BK, tandasnya.

 

Ketua KPK, Taufiequrrahman Ruki, membenarkan pernyataan Gayus. "Hasil penyelidikan KPK, kami berikan pada Pak Gayus. Begitu juga sebaliknya, hasil penyelidikan Pak Gayus disampaikan pada kami," kata Ruki.

 

Taufik mengungkapkan, KPK menyelidiki dugaan aliran dana Bank Indonesia (BI) ke DPR melalui sumber dananya. Sementara Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyelidiki kasus ini dari penerimanya. "Pada dasarnya DPR dan KPK sama, hanya titik berangkatnya yang berbeda. KPK berasal dari hulu, mulai sumber uang, eksekutor. Sementara BK mulai dari hilir yakni dari penerima. Mudah-mudahan bisa ketemu di tengah dengan frekuensi yang sama," kata  Ruki.

 

Gayus juga menghimbau BI agar pro aktif melakukan hal  yang sama dengan yang dilakukan DPR. "Sebaiknya segera melakukan pengusutan internal di BI," jelasnya. Menurut Gayus BI juga wajib melakukan pengusutan dan penindakan. Hal itu untuk mempercepat proses penuntasan kasus tersebut. Selain itu, tindakan tersebut juga sebagai bentuk keterbukaan BI terhadap publik.

 

Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menemukan adanya indikasi pelanggaran hukum terkait dugaan aliran dana Bank Indonesia (BI) ke sejumlah anggota DPR. "Dalam hal ini gratifikasi. Karena itu barangkali kita perlu koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa menindak di bidang hukum," kata Wakil Ketua BK DPR, Gayus Lumbuun, di Gedung KPK, Senin (19/11), sesaat sebelum memulai pertemuan dengan pimpinan KPK.

 

Menurut BK, lanjut Gayus, dugaan aliran dana BI ini merupakan pelanggaran cukup berat dan kejahatan parlemen. Sebab, kejahatan ini menyangkut tugas utama DPR, yakni legislasi alias pembuat undang-undang. Dana tersebut diduga dialirkan untuk mempengaruhi revisi UU BI dan UU lain yang berkaitan dengan Keuangan, kata Gayus.

 

BK telah memiliki sejumlah bukti yang berasal dari internal DPR. Bukti itu merupakan hasil penelusuran BK terhadap mantan-mantan pegawai sekretariat yang bekerja saat itu Kami menemukan banyak fakta sesuai dengan bukti-bukti dan fakta yang diadukan pengadu (ICW) kepada BK," jelas Gayus.

 

Gayus menyebutkan 16 anggota DPR yang disebut sebagai penerima dana tersebut. "Sebagian masih aktif dan sebagian tidak, tuturnya. Namun ia enggan menyebut nama ke-16 orang tersebut.

 

Terkait dengan delapan anggota DPR yang masih aktif, Gayus menyatakan belum memutuskan untuk menonaktifkan."Hingga hari ini BK berpendapat belum perlu dinonaktifkan karena aduan ini masih perlu ditelusuri lebih lanjut." jelasnya.

Tags: