Apakah Tetap Dipidana Jika Barang Curian Dikembalikan?
Pidana

Apakah Tetap Dipidana Jika Barang Curian Dikembalikan?

Pertanyaan

Jika kita sudah melaporkan suatu peristiwa tindak pidana seperti pencurian, tetapi setelah kita melaporkan kepada pihak berwajib barang yang diduga telah dicuri tersebut tiba-tiba dikembalikan lagi (dengan kondisi barang baik & utuh) oleh orang asing yang dapat dikatakan adalah sebagai pelaku pencurian barang tersebut, apakah tindakannya masih dapat dituntut meskipun barang tersebut telah dikembalikan secara utuh? Dan jika dapat dituntut, dasar hukum apa yang digunakan?

Intisari Jawaban

circle with chevron up
Tindak pidana pencurian dirumuskan sebagai delik formil yang menitikberatkan pada tindakan, bukan akibat. Sehingga ketika seseorang mencuri barang milik orang lain dan kemudian mengembalikan barang tersebut, perbuatannya tetap dikatakan sebagai suatu tindak pidana pencurian.
 
Selain itu tindak pidana pencurian dirumuskan pula sebagai delik biasa (gewone delict), yang artinya untuk melakukan proses hukum terhadap perkara pencurian tidak dibutuhkan pengaduan, sedangkan Laporan Polisi atas perkara tersebut tidak dapat dicabut atau ditarik kembali meskipun barang yang dicuri telah dikembalikan/korban tidak menderita kerugian atas perbuatan pelaku.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 
Menjawab pertanyaan mengenai dapat atau tidaknya dilakukan pencabutan Laporan Polisi mengenai tindak pidana pencurian sebagai akibat telah dikembalikannya kerugian kepada korban, maka tentunya kita akan berbicara mengenai tindak pidana pencurian sebagai delik formil sekaligus pula sebagai delik biasa (gewone delict).
 
Tindak Pidana Pencurian Sebagai Delik Formil
Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya yang berjudul Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (hal. 136-137) menyatakan pembeda antara delik formil dan delik materiil tidak terlepas dari makna yang terkandung dalam perbuatan itu, yaitu tindakan dan akibat. Delik formil adalah delik yang menitikberatkan pada tindakan, sedangkan Delik Materiil adalah delik yang menitikberatkan pada akibat.
 
Contoh delik formil adalah Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
 
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
 
Ancaman pidana berupa denda sebesar Rp 900,- yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP telah disesuaikan berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“PERMA 2/2012”):
 
Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.
 
Berdasarkan ketentuan tersebut maka pidana denda yang diatur dalam Pasal 362 KUHP menjadi paling banyak Rp 900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah).
 
Dalam penerapannya misalnya A masuk ke dalam rumah B dan mengambil handphone yang ada di atas meja. Ketika hendak melarikan diri A tertangkap oleh C yang menjadi satpam di rumah B. Handphone tersebut kemudian dikembalikan kepada B. Tindakan A tetap dikatakan sebagai pencurian meskipun barang yang telah dicuri dikembalikan dan korban tidak mengalami kerugian. Mengapa demikian? sebab delik pencurian dirumuskan secara formil yang lebih menitikberatkan pada tindakan, bukan akibat pencurian.
 
Tindak Pidana Pencurian Sebagai Delik Biasa (Gewone Delict)
Selanjutnya mengenai dapat atau tidaknya suatu Laporan Polisi dicabut setelah Pelaku mengembalikan kerugian kepada korban akan terjawab melalui pemahaman akan delik biasa (gewone delict)  dan delik aduan (klacht delict).
 
Sebagian besar delik-delik dalam KUHP adalah delik biasa (gewone delict), artinya untuk melakukan proses hukum terhadap perkara-perkara tersebut tidak dibutuhkan pengaduan. Sebaliknya, ada beberapa delik yang membutuhkan pengaduan untuk memproses perkara tersebut lebih lanjut, delik ini dikenal dengan klacht delict atau delik aduan.
 
Eddy O.S. Hiariej menguraikan paling tidak ada tiga bab dalam KUHP yang berkaitan dengan delik aduan. Pertama, Bab XVI KUHP tentang Penghinaan. Kedua, kejahatan pencurian, pemerasan, dan pengancaman serta penggelapan dalam keluarga. Ketiga, kejahatan terhadap kesusilaan, yakni perzinahan.
 
Salah satu sifat khusus dari delik aduan (klacht delict) adalah orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan sebagaimana diatur dalam Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) sebagai berikut:
 
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
 
Sebaliknya, dalam perkara-perkara yang tergolong dalam delik biasa (gewone delict), Laporan Polisi atas perkara tersebut tidak dapat ditarik kembali ataupun dicabut meski telah ada perdamaian dengan korban/adanya pengembalian kerugian kepada korban.
 
In casu, tindak pidana pencurian yang Anda jelaskan bukanlah pencurian dalam keluarga melainkan pencurian biasa, sehingga tergolong sebagai delik biasa (gewone delict). Akibatnya, meskipun telah terjadi perdamaian antara pelaku dan korban, Laporan Polisi tidak dapat ditarik atau dicabut kembali dan proses hukum terhadap pelaku tidak dapat hentikan kecuali apabila Penyidik menyatakan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tidak pidana.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
Eddy O.S. Hiariej.  Prinsip-Prisip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2016
Tags: