Yth. Mitra dari Hukumonline , salam sejahtera bagi kita semua. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin bertanya, berkas-berkas apa saja yang diperlukan dalam persidangan perkara kepailitan?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan yang telah disampaikan. Menjawab beberapa pertanyaan rekan, berikut yang dapat kami sampaikan.
Berkas-berkas apa saja yang diperlukan dalam persidangan perkara kepailitan?
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada dasarnya, mempersiapkan dokumen-dokumen atau berkas-berkas untuk persidangan perkara permohonan kepailitan hampir sama dengan mempersiapkan dokumen-dokumen atau berkas-berkas pada perkara gugatan perdata pada umumnya. Dalam hal ini, fokus dalam perkara perdata ditekankan kepada pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Namun, menurut pendapat saya ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian khusus bagi rekan yang akan berperkara kepailitan yaitu antara lain:
1.Surat Kuasa Khusus
Jika kita melihat kepada ketentuan yang diatur dalam HIR, RBG dan RV, pada prinsipnya semua orang mempunyai hak dan yang ingin menuntut haknya dan/atau orang yang ingin mempertahankan atau membela haknya dapat bertindak untuk dan atas dirinya sendiri hadir pada muka persidangan baik selaku penggugat ataupun tergugat. Hal ini berarti siapapun dapat bertindak mewakili dirinya sendiri di muka pengadilan tanpa harus diwakili oleh Kuasa Hukum.
Berbeda dengan perkara perdata umum, dalam persidangan permohonan kepailitan pada lingkup peradilan niaga sebagaimana kita dapat merujuk ketentuan Pasal 7 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) yang menerangkan bahwa permohonan kepailitan ataupun penundaan kewajiban pembayaran utang (“PKPU”) harus dan/atau wajib diajukan oleh advokat. Sehingga dalam hal ini surat kuasa khusus adalah hal mutlak yang harus disiapkan oleh rekan dalam hal persidangan permohonan kepailitan dan PKPU.
2.Jangka Waktu Persidangan
Merujuk pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 026/KMA/SK/II/2013 tertanggal 9 Februari 2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan yang menjelaskan dalam Bab tentang Standar Pelayanan pada Badan Peradilan Umum, khususnya untuk Perkara Perdata diterangkan bahwa:
“Pengadilan Wajib menyelenggarakan pemeriksaan perkara (Gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, putusan, minutasi) diselesaikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan semenjak perkara didaftarkan.”
Waktu proses pemeriksaan pada peradilan umum perkara perdata sebagaimana disebutkan di atas berbeda dengan proses pemeriksaan perkara kepailitan pada pengadilan niaga. Dalam Pasal 8 ayat (5) UU Kepailitan ditegaskan bahwa:
“Putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan”. Singkatnya waktu persidangan membuat para konsultan hukum harus fokus terhadap perkara permohonan kepailitannya.
3.Fokus adanya utang dan kreditur lain
Di luar penjelasan pada angka 1 dan 2 di atas, maka dalam perkara kepailitan saya juga menitikberatkan dan juga harus memberikan perhatian khusus mengenai isi dari pada ketentuan Pasal 2 UUK yang menerangkan bahwa:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Ketentuan dalam pasal ini memaksa kita untuk fokus kepada dua hal pembuktian tentang utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan juga pembuktian mengenai kreditur lain dalam hal kita akan melakukan proses persidangan permohonan kepailitan.
Demikian kiranya yang dapat kami jawab terkait pertanyaan rekan, semoga hal tersebut dapat bermanfaat.