Pacar saya hamil dan kami sepakat ingin melangsungkan pernikahan sementara. Apakah tindakan saya ini melawan hukum? Apakah kawin kontrak sah menurut hukum? Apa konsekuensinya jika saya tetap melangsungkan pernikahan sementara ini?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Namun, jika perkawinan diniatkan untuk sementara atau kawin kontrak, hal tersebut bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut UU Perkawinan.
Lantas, bagaimana akibat hukum kawin kontrak berdasarkan hukum di Indonesia?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Apakah Hukum Membolehkan Pernikahan Sementara? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Sabtu, 25 Juni 2011, yang dimutakhirkan pertama kali pada Selasa, 6 Desember 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kami asumsikan bahwa pernikahan sementara yang Anda sampaikan sama halnya dengan konsep kawin kontrak. Sebelum membahas hukum kawin kontrak, perlu kami sampaikan bahwa makna perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.[1]
Agar suatu perkawinan sah, perkawinan harus dilangsungkan sesuai dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Selanjutnya, perkawinan tersebut juga harus dicatatkan di instansi pencatat perkawinan.[2]
Berdasarkan ketentuan tersebut, nampak bahwa undang-undang memandang perkawinan sebagai suatu ibadah yang tidak hanya mengenai hubungan keperdataan secara horizontal antara pasangan suami dan istri, namun juga dirumuskan sebagai perbuatan yang bermakna ibadah.
Salah satu hal yang perlu digarisbawahi adalah tujuan perkawinan untuk “membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.” Sejalan dengan hal ini, UU Perkawinan juga menganut asas untuk mempersulit terjadinya perceraian yang artinya perceraian harus dilakukan melalui proses di pengadilan karena adanya alasan yang cukup bahwa antara suami istri tidak dapat hidup rukun sebagaimana diatur pada Pasal 39 UU Perkawinan.
Adapun alasan-alasan yang dapat menjadi dasar untuk mengajukan perceraian adalah:[3]
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Beranjak dari penjelasan di atas, kami sampaikan bahwa perkawinan sementara dengan jangka waktu tertentu atau yang dikenal dengan istilah kawin kontrak, tidak sesuai dengan hukum negara. Atau singkatnya, kawin kontrak menurut hukum negara telah menyimpangi tujuan perkawinan sebagaimana diuraikan di atas.
Apabila dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang menyepakati untuk melakukan perkawinan kontrak dengan jangka waktu tertentu, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Adapun, syarat sah perjanjian adalah:
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Kecakapan.
Suatu hal tertentu.
Suatu sebab yang diperbolehkan.
Selanjutnya, pada Pasal 1337 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
Dengan demikian, isi perjanjian perkawinan kontrak tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, sehingga perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Selain itu, karena perjanjian kawin kontrak yang Anda buat tidak memenuhi syarat suatu sebab yang halal (syarat objektif), maka batal demi hukum.
Menjawab pertanyaan Anda terkait akibat dari penyelenggaraan kawin kontrak, kami sampaikan bahwa hukum kawin kontrak di Indonesia adalah tidak sah karena bertentangan dengan tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal sebagaimana diuraikan di atas.
Namun, jika perkawinan tetap dilaksanakan dengan memenuhi syarat sahnya perkawinan sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU Perkawinan, yaitu menurut hukum agama dan kepercayaannya lalu kemudian dicatatkan di KUA, maka perkawinan tersebut akan tetap sah dan membawa akibat keperdataan antara suami istri.
Demikian jawaban dari kami terkait hukum kawin kontrak di Indonesia, semoga bermanfaat.