Setiap Orang Bisa Dipailitkan
Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.[1] Debitur adalah setiap orang baik orang perseorangan atau korporasi termasuk yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi[2] yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.[3]
Demi hukum, debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.[4] Lebih lanjut, untuk mengetahui kreditur siapa yang dapat didahulukan menurut hukum kepailitan, Anda dapat merujuknya dalam Urutan Prioritas Pelunasan Utang dalam Kepailitan.
klinik Terkait:
Jadi, berdasarkan uraian singkat di atas, dapat dipahami bahwa yang dapat dinyatakan pailit adalah baik orang perseorangan atau korporasi yang berbadan hukum maupun yang bukan.[5] Untuk mengetahui apa saja jenis badan usaha berbadan hukum dan yang bukan, lebih lanjut bisa disimak dalam Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya.
Contoh Yurisprudensi
Menjawab pertanyaan Anda terkait yurisprudensi yang menyatakan kepailitan orang perseorangan, berikut ini beberapa contohnya:
1. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 43 K/N/1999
Perkara kepailitan antara pihak bank (pemohon) melawan 2 orang penjamin atau personal guarantor (termohon). Pada bagian amar putusan, termohon yang merupakan orang perseorangan dinyatakan pailit.
2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 020K/N/2006 yang telah menjatuhkan putusan pailit terhadap orang perseorangan yang telah memiliki lebih dari 2 kreditur.
berita Terkait:
Akibat Hukum Jika Orang Dinyatakan Pailit
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Pasal 24 ayat (1) UU 37/2004 yang mengatur:
Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
Oleh karenanya, akibat hukum pailit bagi orang perseorangan adalah ia demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya. Adapun “tanggal putusan” yang dimaksud dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat. Jadi, misalnya putusan diucapkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2022 pukul 13.00 WIB, maka putusan dihitung mulai berlaku sejak pukul 00.00 WIB tanggal 17 Februari 2022.[6]
Dengan jatuhnya putusan pernyataan pailit maka terjadilah sita umum kepailitan. Seluruh harta orang perserorangan yang dinyatakan pailit akan dilakukan pengurusannya dan pemberesannya oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas, digunakan sebagai jaminan bersama untuk para kreditur.
Baca juga: Cara Bagi Harta Pailit Menurut Asas Pari Passu Prorata Parte
Kemudian menjawab pertanyaan Anda yang lain, dalam hal debitur sudah menikah, karena kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperolehnya selama kepailitan, maka berdampak pula dengan harta bersama perkawinan.[7]
Hal ini tertuang secara tegas dalam Pasal 23 UU 37/2004, dengan bunyi:
Debitor Pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 meliputi istri atau suami dari Debitor Pailit yang menikah dalam persatuan harta.
Namun demikian, sita umum pailit terhadap harta debitur tidak berlaku terhadap:
- benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 hari bagi debitur dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
- segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
- uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.
Jadi, orang perseorangan dapat dipailitkan, dan dalam hal debitur telah menikah, sita umum juga meliputi harta bersama perkawinan. Tetapi dengan catatan, terdapat pengecualian sita umum pailit di atas.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Putusan:
[1] Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”)
[2] Pasal 1 angka 11 UU 37/2004
[3] Pasal 1 angka 3 UU 37/2004
[4] Pasal 24 ayat (1) UU 37/2004
[5] Pasal 1 angka 11 UU 37/2004
[6] Pasal 24 ayat (2) dan penjelasannya UU 37/2004
[7] Pasal 21 UU 37/2004