Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah Menjerat Pidana Anak yang Lakukan Pencabulan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Dapatkah Menjerat Pidana Anak yang Lakukan Pencabulan?

Dapatkah Menjerat Pidana Anak yang Lakukan Pencabulan?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dapatkah Menjerat Pidana Anak yang Lakukan Pencabulan?

PERTANYAAN

Ada anak laki-laki dan perempuan masih di bawah 18 tahun melakukan hubungan suami istri. Perbuatan dilakukan karena si laki-laki merayu si perempuan, keduanya melakukannya secara suka sama suka. Tetapi, ada orang lain yang melaporkan kejadian ini. Pertanyaan; 1) kasus ini dalam kategori kasus pelecehan atau pencabulan? 2) ancaman dari perbuatan tersebut dalam pasal berapa?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Perlu dibuktikan dan diterangkan lebih lanjut perbuatan apa yang dilakukan anak laki-laki dan perempuan (berumur di bawah 18) tersebut, apakah perbuatan cabul atau benar-benar melakukan hubungan layaknya suami-istri (hubungan seksual/persetubuhan).
     
    Meskipun benar demikian, anak belum berumur 18 tahun yang melakukan tindak pidana pencabulan tidak dapat dipidana, melainkan penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:
    1. menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau
    2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua kali oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judulPasal untuk Menjerat Anak yang Lakukan Pencabulan” yang pertama kali dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 13 Maret 2013, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada Senin, 14 Maret 2016.
     
    Intisari:
     
     
    Perlu dibuktikan dan diterangkan lebih lanjut perbuatan apa yang dilakukan anak laki-laki dan perempuan (berumur di bawah 18) tersebut, apakah perbuatan cabul atau benar-benar melakukan hubungan layaknya suami-istri (hubungan seksual/persetubuhan).
     
    Meskipun benar demikian, anak belum berumur 18 tahun yang melakukan tindak pidana pencabulan tidak dapat dipidana, melainkan penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:
    1. menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau
    2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Perbuatan Cabul Terhadap Anak
    Sebelumnya, kami sampaikan bahwa kedua laki-laki dan perempuan tersebut masih digolongkan sebagai anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak(“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[1]
     
    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Jerat Hukum dan Pembuktian Pelecehan Seksual, Ratna Batara Munti dalam artikel berjudul “Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas” menyatakan antara lain di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”) tidak dikenal istilah pelecehan seksual. KUHP, menurutnya, hanya mengenal istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Mengutip buku “KUHP Serta Komentar-komentarnya” karya R. Soesilo (hal. 212), Ratna menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya; termasuk pula persetubuhan namun di undang-undang disebutkan sendiri.
     
    Menurut Ratna, dalam pengertian itu berarti, segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David Gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments".
     
    Jika memang perbuatan yang dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan itu berupa perbuatan cabul yang diawali dengan rayuan terlebih dahulu, maka perbuatan tersebut melanggar Pasal 76E UU 35/2014 yang menyatakan:
     
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
     
    Hukuman atas perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 82 Perpu 1/2016 sebagai berikut:
     
    1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
    2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
    4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
    6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
    7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
    8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
     
    Anak yang Melakukan Pencabulan Tidak Dapat Dipidana
    Tetapi karena yang melakukan perbuatan cabul tersebut masih anak (masih di bawah 18 tahun), maka ia tidak dapat dipidana, hal yang sama juga pernah dijelaskan dalam artikel Hukumnya Bagi Anak yang Mencabuli Balita. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU 11/2012”), mempunyai prinsip yaitu menjauhkan anak dari penjara. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak dapat disamakan layaknya tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Pendekatan restorative justice harus dikedepankan, yaitu sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 6 UU 11/2012:
     
    Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
     
    Inti dari keadilan restoratif adalah penyembuhan, pembelajaran moral, partisipasi dan perhatian masyarakat, rasa memaafkan, tanggungjawab serta membuat perubahan yang semua itu merupakan pedoman bagi proses restorasi dalam perpektif keadilan restoratif. Penjelasan lebih lanjut tentang pendekatan ini dapat Anda simak Restorative Justice Lebih Adil Buat Anak dan Mengenal Konsep Diversi dalam Pengadilan Pidana Anak.
     
    Lebih lanjut mengenai hal ini menurut Pasal 21 ayat (1) UU 11/2012 diatur sebagai berikut:
     
    Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
    1. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
    2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
     
    Referensi:
    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
     
     
     

    [1] Pasal 1 angka 1 UU 35/2014

    Tags

    hukumonline
    pencabulan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!