Bentuk-Bentuk Putusan Bebas
PERTANYAAN
Ada berapa macam putusan bebas?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Ada berapa macam putusan bebas?
Sebelum menjawab mengenai bentuk-bentuk putusan bebas, terlebih dahulu kami akan jelaskan tentang arti putusan bebas dan alasan-alasan dijatuhkannya putusan bebas itu. Mengenai putusan bebas dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
Yang dimaksud dengan "perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan" adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana [penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP).
M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP mengatakan bahwa putusan bebas berarti terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak) atau acquittal, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya, terdakwa tidak dipidana (hal. 347).
Berbeda halnya jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak dipidana. Terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana disebut dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, maka ini dinamakan putusan lepas.
Penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan kedua putusan di atas dapat Anda simak dalam artikel Perbedaan Putusan Bebas dengan Putusan Lepas.
Penilaian bebas sebuah putusan tersebut tergantung pada 2 hal, yaitu (Ibid hal. 348):
Pembuktian yang diperoleh di persidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu tidak diyakini oleh hakim.
Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Bertitik tolak pada kedua asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP di atas dan dihubungkan dengan Pasal 191 ayat (1) tentang putusan bebas, maka putusan bebas pada umumnya didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim:
1) kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti, semua alat bukti yang diajukan ke persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk maupun keterangan terdakwa tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan. Perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai membuktikan kesahan yang didakwakan
2) secara nyata hakim menilai pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi ketentuan minimum batas pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan di persidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja. Di samping tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian, juga bertentangan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan unus testis nullus testis atau seorang saksi bukan saksi
3) putusan bebas tersebut bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim. Keterbuktian kesalahan yang didakwakan dengan alat bukti yang sah harus didukung oleh keyakinan hakim. Sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim
Selanjutnya kami akan membahas tentang bentuk-bentuk putusan bebas. Pada dasarnya, KUHAP tidak membagi bentuk putusan bebas. Bentuk-bentuk putusan pengadilan yang dikenal dalam KUHAP yaitu: putusan bebas, putusan lepas, putusan pemidanaan, penetapan tidak berwenang mengadili, putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima, dan putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum (Ibid hal. 347-358).
Namun dalam praktiknya, kemudian dikenal ada putusan bebas murni dan putusan bebas tidak murni yangdikenalkan dalam yurisprudensi pertama kali lewat Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 275 K/Pid/1983, yakni kasus vonis bebas Natalegawa yang dikasasi jaksa. Mahkamah Agung menerima kasasi jaksa berdasarkan argumentasi murni tidaknya putusan bebas. Maklum, saat itu Pasal 244 KUHAP tegas melarang upaya kasasi atas putusan bebas. Akhirnya sejak saat itu, praktek hukum acara di Indonesia mengenal istilah putusan bebas murni atau tidak murni. Pihak jaksa penuntut umum biasanya selalu menggunakan dalil ketika mengajukan kasasi bahwa hakim dalam tingkat persidangan sebelumnya telah menjatuhkan putusan bebas tidak murni.
Pasal 244 KUHAP
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Belakangan, Mahkamah Konstitusi ‘meralat’ Pasal 244 KUHAP dengan menyatakan frasa ‘kecuali terhadap putusan bebas’ tidak berlaku lagi sejak Maret 2013 lalu. Dengan demikian, sejak saat itu, terhadap putusan bebas pun dapat diajukan kasasi.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa KUHAP tidak membagi bentuk-bentuk putusan bebas. Akan tetapi, dalam sejarahnya lahirlah putusan bebas murni dan putusan bebas tidak murni yang dikenal dari yurisprudensi. Namun, saat ini, hakim pada Mahkamah Agung mengatakan bebas murni atau tidak murni sudah tidak relevan lagi dipertimbangkan karena semua vonis bebas boleh dikasasi. Penjelasan lebih lanjut mengenai kedua bentuk putusan bebas ini dapat Anda simak dalam artikel Bebas Murni atau Tidak Murni Sudah Tak Relevan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?