Perihal Orang-Orang yang Berhak Menjadi Likuidator

Perihal Orang-Orang yang Berhak Menjadi Likuidator

Pada poin direksi bisa menjadi likuidator, muncul kekhawatiran terjadinya conflict of interest bagi direksi itu sendiri. Bahkan hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip good corporate governance.
Perihal Orang-Orang yang Berhak Menjadi Likuidator

Pada 2018 lalu, beberapa orang likuidator mengajukan uji materiil UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) ke Mahkamah Konstitusi. Objek permohonannya adalah Pasal 142 ayat (2) huruf a dan ayat (3) UU PT, dengan batu uji Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Poin keberatan pemohon, dalam praktik perseroan yang dilikuidasi, dilakukan oleh likuidator yang tidak memiliki keahlian khusus soal likuidasi, sehingga tidak tuntas pengerjaan pemberesan semua hak dan kewajiban perusahaan (lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 29/PUU-XVI/2018). Misalnya, masih banyak perseroan yang sudah bubar tapi badan hukumnya masih tercatat di kementerian terkait, kendati sudah tak lagi melakukan kegiatan usaha/produksinya (corporate zombie).

Ketidakjelasan definisi hingga ketiadaan persyaratan yang jelas terkait profesi likuidator berbanding terbalik dengan volume tanggung jawab likuidator yang sangat besar. Sebut saja rentetan tanggung jawab seperti pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang perseroan, pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, pembayaran kepada para kreditor, pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham, dan segala tindakan lain yang dilakukan dalam rangka pemberesan aset dan status hukum perseroan.

Pemohon menilai, imbas dari ketidakberimbangan itu justru profesionalitas dan independensi pihak-pihak yang ditetapkan sebagai likuidator yang menjadi persoalan. Bila menyusuri aturan yang saat ini berlaku, praktiknya likuidator bahkan bisa dilakukan oleh siapa saja berdasarkan kesepakatan RUPS melalui penunjukan oleh direksi perusahaan. Direksi sekalipun juga bisa menjadi likuidator atas pembubaran perusahaannya sendiri, persisnya dalam kondisi RUPS tidak menunjuk likuidator setelah berakhirnya jangka waktu berdiri perusahaan seperti yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga dan RUPS.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional