Ahli: Hakim Ad Hoc Seharusnya Pejabat Negara
Berita

Ahli: Hakim Ad Hoc Seharusnya Pejabat Negara

Adanya pembedaan status hakim karier dan hakim ad hoc dikhawatirkan mengganggu pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka.

ANT
Bacaan 2 Menit
Ahli: Hakim Ad Hoc Seharusnya Pejabat Negara
Hukumonline
Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti berpendapat para hakim ad hoc merupakan penegak hukum yang seharusnya berstatus pejabat negara. Soalnya, para hakim ad hoc pun menjalankan fungsi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yakni memeriksa, mengadili, memutus perkara atas nama negara.

“Oleh karena hakim ad hoc pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Konsekuensinya, terhadap mereka (hakim ad hoc) berlaku pula seluruh jaminan yang sama dengan jaminan yang diterima hakim karier,” kata Susi saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 122 huruf e UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) di Gedung MK, Senin (7/7).

Susi menuturkan dari sisi filosofis, yuridis, dan sosiologis hakim karier dan hakim ad hoc tidak terdapat perbedaan nyata dari segi wewenang dan tanggung jawabnya. Selayaknya, tidak dibedakan antara kedudukan hakim karier dan hakim ad hoc di semua tingkatan peradilan di Indonesia.

“Keluarnya Pasal 122 huruf e itu menimbulkan perlakuan diskriminasi antara hakim karier dan hakim ad hoc. Perbedaan yang terjadi pun tak dapat dikategorikan sebagai diskriminasi positif karena tidak memberi manfaat dan jaminan keadilan bagi hakim ad hoc,” ujar Susi.       

Dia khawatir akibat munculnya pembedaan ini akan mengganggu pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka termasuk bebas pengaruh tekanan politik dan lainnya. Untuk mencapai itu, UU, kebiasaan peradilan harus dibentuk untuk meningkatkan personal indepedence yakni independensi dalam masa jabatan yang tetap.  

“Dalam konteks ini, kedudukan yang tetap ini dapat diartikan jaminan status hakim baik hakim karier maupun hakim ad hoc sebagai pejabat negara,” tegasnya.

Terlebih, Pasal 24 UUD 1945 tidak secara tegas mengatur kedudukan dan jenis-jenis hakim yang melaksanakan kekuasan kehakiman. Hal ini terlihat dalam argumentasi pemohon yang menunjukan adanya ketidakharmonisan dan pertentangan. Misalnya, Pasal 1 angka 5 dan Pasal 19 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebut “Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara....”

Sementara hakim ad hoc masuk dalam pengertian hakim yakni hakim pada Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya serta pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan tersebut. “Akibat ketidakharmonisan itu menimbulkan ketidakpastian kedudukan hakim ad hoc yang dapat berpengaruh pada penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka,” tegasnya.         

Sebelumnya, sebelas hakim ad hoc mengajukan uji materi Pasal 122 huruf e UU ASN lantaran profesi hakim ad hoc bukan dianggap sebagai pejabat negara. Soalnya, ketentuan itu menyebut semua hakim di lingkungan peradilan sebagai pejabat negara, kecuali hakim ad hoc.

Menurut para pemohon hakim ad hoc sebenarnya layak dianggap sebagai pejabat negara. Mengacu Peraturan Mensesneg No. 6 Tahun 2007 tentang Jenis dan Dasar Hukum Pejabat Negara dan Pejabat Lainnya disebutkan pengertian pejabat negara diangkat dan diberhentikan oleh presiden berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang. Sebab, semua hakim ad hoc itu diangkat dan diberhentikan dengan Keppres.

Apabila hakim ad hoc tidak dianggap sebagai pejabat negara, konsekuensinya mereka boleh  menerima gratifikasi dari para pihak yang berperkara, dan tidak wajib melaporkan ke KPK. Soalnya, yang dilarang menerima gratifikasi pejabat negara dan penyelenggara negara. Sementara hakim ad hoc bukan pejabat negara, melainkan hakim “outsourcing”. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Karena itu, para pemohon meminta MK menyatakan hakim ad hoc adalah pejabat negara pada semua badan peradilan di bawah MA dengan cara menyatakan Pasal 122 huruf e UU Aparatur Sipil Negara sepanjang frasa “kecuali hakim Ad Hoc” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi hakim ad hoc.
Tags:

Berita Terkait