Akademisi Ini Usul Korupsi Politik Sebagai Extraordinary Crime
Terbaru

Akademisi Ini Usul Korupsi Politik Sebagai Extraordinary Crime

Korupsi politik dilakukan oleh pihak yang memilik posisi politik. Dampak korupsi politik sangat luas, merusak jantung kehidupan masyarakat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra. Foto: Istimewa
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra. Foto: Istimewa

Perhelatan pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) 2024 menuai banyak polemik, terutama sejak terbit putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 dan proses pendaftaran calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres). Bahkan kalangan masyarakat sipil mengidentifikasi ada bentuk ketidaknetralan dan kecurangan yang dilakukan untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Protes keras itu disuarakan tak hanya dari kalangan organisasi masyarakat sipil, tapi juga sivitas akademika dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, melihat ada irisan antara korupsi politik dan korupsi elektoral pada pemilu 2024. Keterkaitan dua hal itu berdampak pada penegakan hukum dan kedaulatan rakyat, peta politik serta cita-cita ideal negara demokrasi.

“Intensitas korupsi politik pada pemilu 2024 ini sangat berasa. Korupsi politik dijadikan ‘senjata politik’ sekaligus sebagai ‘kejahatan’ yang dilakukan pihak yang memiliki posisi politik,” katanya dikonfirmasi, Selasa (13/02/2024).

Dampak korupsi politik itu sangat luas menyasar berbagai kehidupan bernegara dan amanat rakyat. Azmi menyebut korupsi politik biasanya diawali dari tindakan pemimpin politik dan dikualifikasi merugikan politik negara. Bahkan untuk menutupi atau menghindar dari jaring hukum, ditandai dengan delegitimasi institusi, mengubah atau menerobos aturan hukum dan tak segan membuat kekebalan hukum.

Baca juga:

Bagi Azmi korupsi politik termasuk politik uang yang melembaga, tidak sesuai dengan sensitifitas moral politik bangsa beradab. Termasuk berdampak pada watak hukum dan kualitas penegakan hukum. “Jika sinyal korupsi politik ini sudah mendominasi maka kejahatan yang sifatnya extraordinary crime muncul meningkat dan efektifitas hukum dan penegakan hukumnya tidak dapat maksimal,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) itu mencatat korupsi politik identik dengan kejahatan dalam jabatan. Potensi itu muncul pada kekuasaan yang punya hak, wewenang, dan diskresi politik yang luas. Punya kesempatan dan sarana untuk menyalahgunakan kekuasaan. Penyimpangan kekuasaan secara moral dan hukum merupakan korupsi kekuasaan.

Tags:

Berita Terkait